MEDAN

Nasehat...

.“(Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang diangkasa bebas? Tidak ada yang dapat menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman. (An-Nahl:79") .“(menang dengan mengalah, itulah filsafat air dalam mengarungi kehidupan") .(Guru yang paling besar adalah pengalaman yang kita lewati dan rasakan sendiri) .(HIDUP INI MUDAH, BERSYUKURLAH AGAR LEBIH DIMUDAHKAN ALLAH SWT)

Bismillahirrahmanirrahim

"Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang diangkasa bebas? Tidak ada yang dapat menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman. (An-Nahl:79)

Minggu, 16 Maret 2008

Umat Islam Tinggal Pilih, Bersatu atau Kalah

Masyarakat Sumatera Utara memiliki kepekaan sosial dalam menyikapi Pemilihan langsung (Pilkada) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Sedikit saja disulut, sangat memungkinkan Sumatera Utara bisa menjadi seperti di "Poso". Kekhawatiran itu sangat beralasan, ketika melihat kondisi dan situasi objektif masyarakat di Sumatera Utara. Sumut didiami warga yang heterogen. Berbagai multi etnis, adat budaya dan agama hidup di daerah ini. Potret inilah yang kemudian dijadikan indikator munculnya kekhawatiran akan hadirnya persoalan-persolan krusial dalam Pilkada. Belum lagi masalah yang selalu menghiasi setiap pelaksanaan pesta demokrasi di Indonesia. Tahap demi tahap, memiliki kecenderungan akan terpicunya konplik, jika pelaksanaannya melenceng atau terindikasi tidak sesuai mekanisme yang ada. Atau karena minimnya sosialisasi yang membuat masyarakat tidak mendapatkan akses informasi secara penuh. Belum lagi contoh buruk, seperti tidak taat azas, aturan dan hukum yang dipertontonkan lima pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara. Misalkan memasang tanda atau alat peraga sosialisasi diri, meskipun menurut peraturan perundang-undangan itu belum masuk dalam kategori melakukan kampanye. Atau pola pengerahan massa dengan memakai "judul lain" untuk menghindari delik disebut melakukan kampanye. Artinya dari beberapa kasus itu, menunjukkan betapa para pasangan calon tidak menunjukkan sikap fairply dan persaingan sehat memperebutkan kursi Sumut-1. Terlepas dari berbagai kemungkinan tersebut, fakta di lapangan saat ini umat Islam terjebak dalam kebingungan.Ditambah lagi lembaga keagamaan dan ormas Islam yang terkesan mengambil sikap tidak netral. Belum lagi muncul tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dari Islam-Islam dan dua pasangan pelangi. (Islam-Kristen dan Kristen-Islam). Belajar dari situasi dan kondisi Sumatera Utara selama ini, memang ada peluang menafikan kemungkinan di Sumatera Utara akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Artinya kerukunan umat beragama yang sudah terjalin selama ini masih mampu menjadi alat perekat persatuan dan kekondusipan daerah ini. Namun, terkait pilihan figur calon Gubernur dan Wakil Gubernur. Ini yang perlu analisis dan sikap yang cerdas. Cerdas dalam artian sesungguhnya, sosok mana yang pantas dan layak dipilih memimpin Sumatera Utara lima tahun ke depan. Dengan catatan, setelah terpilih diyakini akan memperjuangkan umat dan kepentingan agama Islam. Pertanyaannya kemudian, dari tiga pasangan calon yang berbasis Islam-Islam, siapa yang paling pantas dan wajar dipilih. Jika masyarakat kemudian bingun atau tidak bisa menentukan pilihannya. Akibatnya bukan tidak mungkin hak suaranya digunakan secara random atau untung-untungan. Atau malah lebih memilih langkah demokratis dengan pilihan, "memilih untuk tidak memilih" alias golput. Dititik inilah awal kekalahan umat Islam di Sumatera Utara. Jawaban dari seluruh kekhawatiran itu tergantung pada pilihan umat Islam. Yakni bersatu untuk kemenangan atau mempertahankan ego masing-masing dengan konsekwensi kekalahan. Umat islam tinggal memilih langkah yang mana. Namun juga tidak bisa dinafikan, tiga pasangan calon islam memiliki konstituen masing-masing. Baik berdasarkan pertalian darah, perkawinan atau karena tampilan performen setiap calon serta fanatisme masyarakat terhadap calon. Kalau ini yang kemudian dijadikan tolok ukur, maka dapat diramalkan suara umat islam akan terpecah. Itu sama artinya menuai kekalahan sebelum perang usai. Bila umat tidak mau kalah dan memiliki pemimpin diluar umat Islam. Konsekwensinya umat harus menyatukan suara kepada satu pasangan calon yang berbasis Islam-Islam. Sudah cukup pengamalam umat islam yang terjadi dibeberapa daerah, seperti Kalimatan Barat, Kalimantan Selatan dan daerah lainnya. Dimana secara jumlah umat islam lebih banyak tapi menelan pil pahit kekalahan, hanya karena masing-masing mempertahankan egoisme dan mengabaikan kepentingan yang lebih besar yakni agama Islam. Bisa merasa dan merasa bisa, perbedaan katanya sedikit, tapi maknanya sangat besar. Umat Islam tinggal pilih, bersatu atau kalah.

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan sampaikan komentar anda di sini