Agenda pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2013 nantinya, diprediksi akan banyak pemainan politik uang. Kondisi itu terjadi karena minimnya kader berkualitas yang dimiliki partai politik maupun dari kalangan birokrat dan swasta. “Apalagi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin saat ini sangat minim,”katanya pengamat politik Warjio SS MA, baru-baru ini di Medan. Menurutnya, periode kali ini, yang banyak bermain dan memiliki kans menang adalah calon-calon yang memiliki dana kuat. Istilahnya, saat ini adalah politik wani piro. Dimana parpol sebagai jembatan menjadi calon yang diakui undang-undang akan lebih memilih yang mempunyai dana terbesar. Meskipun masih ada jalur perseorangan yang bisa dilalui di luar parpol. Bila itu yang terjadi, maka akan terbuka lebar peluang bagi tokoh atau figur yang memiliki dana besar. Pada gilirannya ketika sudah memegang jabatan orang nomor wahid di Sumatera Utara, konsekwensi dari perjuangan tersebut ujung-ujungnya berdampak pada proyek-proyek yang akan diberikan calon Gubernur terpilih nanti kepada para pendukungnya.Pada kondisi seperti ini, masyarakat akan lebih apatis yang berdampak pada tingginya angka golput. Untuk itu, calon gubernur yang maju harus memiliki kemampuan dan integritas yang baik. Bukan hanya dari figurnya tapi juga orang yang berada dibelakangnya. Faktanya calon yang tidak berpartai harus membeli ’perahu politik’ agar dapat maju sebagai kandidat memperebutkan tahta gubernur. Calon yang hanya mengandalkan kekuatan pulus, bila menang akan berdampak negatif bagi perkembangan politik dan pembangunan. Warjio mengharapkan, parpol masih punya hati. Jangan mengedepankan politik wani piro. Tapi kedepankanlah integritas calon pemimpin agar dapat membawa Sumut lebih baik lagi ke depannya. Hal yang sama disampaikan akademisi Martin Simangungsong. Menurutnya, siapapun calon yang maju, janganlah melakukan politik uang. Tidak perduli dari kalangan mana. Bahkan di pendidikan pun korupsi makin tinggi karena banyak anggaran yang disalahgunakan. “Dari kalangan akademisi pun tidak menjamin. Jadi dari manapun kalangannya sah-sah saja mencalonkan, asalkan jangan melakukan politik uang,”ujarnya. Dalam pilgubsu mendatang, diharapkan regulasi diperketat. Komite pengawasan pemilu dipilih yang benar-benar terjamin independensinya dalam bekerja. Dengan kinerja yang benar, maka hasil akhirnya pasti bagus. Dekan III Nomensen ini pun mengaku baginya belum ada sosok yang diinginkannya. Karena baginya yang terpenting Pilgubsu nanti dilaksanakan dengan jujur, adil dan bermartabat. Kalau kita berbicara tentang pendidikan, kekayaan dan jabatan. Hampir dapat dipastikan semua calon yang akan mendaftar, memenuhi itu. Masalahnya, apakah mereka memiliki kejujuran atau tidak. Mungkin jika tolok ukurnya kejujuran, bisa jadi para calon-calon tersebut sudah gugur sebelum bertemput di Pilgubsu mendatang. Dibagian lain Bibie yang berwirausaha dibidang makanan ini, mengaku seluruh masyarakat mempunyai harapan yang sama. Kepingin pemimpin yang jujur dan membela kepentingan rakyat miskin. Faktanya kemiskinan di Sumut khususnya Medan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Menurut wanita 44 tahun ini, persyaratan menjadi pemimpin harus diubah. Pemimpin itu harus jujur dan tidak perlu pintar, karena dalam kepemimpinan yang terpenting memiliki hati nurani dan tanggungjawab di dunia maupun akhirat.
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan sampaikan komentar anda di sini