MEDAN

Nasehat...

.“(Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang diangkasa bebas? Tidak ada yang dapat menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman. (An-Nahl:79") .“(menang dengan mengalah, itulah filsafat air dalam mengarungi kehidupan") .(Guru yang paling besar adalah pengalaman yang kita lewati dan rasakan sendiri) .(HIDUP INI MUDAH, BERSYUKURLAH AGAR LEBIH DIMUDAHKAN ALLAH SWT)

Bismillahirrahmanirrahim

"Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang diangkasa bebas? Tidak ada yang dapat menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman. (An-Nahl:79)

Sabtu, 27 Februari 2010

Peluang Calon Parpol Vs Perseorangan Oleh : Mursal Harahap

Hadirnya calon perseorangan pada pelaksanaan suksesi pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, memberi corak tersendiri dalam panggung politik dan demokrasi. Betapa tidak, kehadiran para calon perseorangan menjadi pilihan alternatif yang dalam penilaian masyarakat lebih tepat untuk dipilih. Selain itu dinamika politik pada setiap pelaksanaan pilkada juga saat terasa begitu dinamis dengan situasi yang cepat berubah. Kondisi ini didukung kegerahan dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap partai politik dan calon yang diusung. Faktornya, karena memang seringkali partai politik tidak konsisten dengan janji dan komitmen perjuangan yang diselalu didengungkan. Bahkan seringkali partai politik berkoar-koar mengatasnamakan rakyat, tapi pada kenyataannya mereka hanya mementingkan kelompok dan pribadi. Faktor lain, selama ini masyarakat tidak memiliki pilihan alternatif selain menu yang disuguhkan partai politik. Sehingga, ketika kran untuk calon perseorangan dibuka seluas-luasnya, langsung mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Sambutan itu dinilai banyak kalangan wajar, dikarenakan selama ini terjadi sumbatan-sumbatan aspirasi politik masyarakat dan dengan hadirnya calon perseorangan, paling tidak menurut masyarakat aspirasinya sudah berjalan lancar yang dialirkan pada calon perseorangan. Lalu, seperti apa peluang antara calon yang diusung partai politik dengan calon jalur perseorangan dalam pesta pilkada. Akan, gairah kehadiran calon perseorangan akan diikuti trand dipilih masyarakat, atau mungkin belum sepenuhnya masyarakat menyalurkan aspirasi politiknya ke calon perseorangan? Calon parpol Calon yang diusung partai politik atau gabungan partai politik tentu sudah memiliki jaringan hingga ke lapisan masyarakat terendah melalui struktur kepartaian. Mulai dari Pimpinan Ranting, Pimpinan Anak Cabang dan Pimpinan Cabang. Idealnya, pasangan calon yang diusung partai politik sejak awal sudah memiliki suara dan basis dukungan, mulai dari kader partai hingga simpatisan partai. Kelengkapan jaringan ini tentu menjadi keuntungan dan memudahkan pasangan calon dalam melakukan sosialisasi di tengah-tengah masyarakat, termasuk tersedianya sumber daya yang cukup untuk bergerak meraih simpatik masyarakat. Kemudian pasangan calon yang diusung partai politik memiliki dukungan yang ril di legislatif, kekuatan ini sama pentingnya dalam rangka mendukung dan mengawal pelaksanaan seluruh kebijakan pemerintah. Meskipun harus diakui, bahwa ada beberapa kelemahan yang dimiliki pasangan calon dari partai politik. Di antaranya, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik yang terus mengalami degradasi. Lalu, pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa kinerja kader atau tokoh yang diusung parpol terkesan selalu mendahulukan kepentingan partai pengusungn dari pada kepetingan masyarakat. Meskipun telah memiliki jaringan hingga ke bawah dan punya sumber daya yang memadai, instrument ini tidak menjadi jaminan mesin politik berjalan maksimal. Justru yang seringkali terjadi, ketika calon yang diusung parpol atau gabungan partai politik tidak berasal dari kader sendiri, mesin partai tidak bekerja maksimal. Situasi ini diperparah saat pengambilan keputusan ditingkat partai terkait pasangan calon yang akan diusung, kader dan fungsionaris partai seringkali diabaikan dan tidak dilibatkan. Artinya, kader dan simpatisan dipaksa menerima keputusan pimpinan partai dengan perintah harus dimenangkan. Calon Perseorangan Bila calon yang diusung partai politik dari awal sudah memiliki instrument berupa jaringan dan sumber daya. Maka calon perseorangan kebalikannya artinya seluruhnya dipersiapkan dari titik awal. Mulai dari pencarian dukungan foto copy KTP dan tandatangan persetujuan mendukung hingga menyiapkan perangkat yang akan dipergunakan untuk memenangkan pilkada. Faktor lain, proses pencalonan perseorang lebih ribet dari calon partai politik. Sebab calon perseorangan dapat mendaftar harus terlebih dahulu menyiapkan dukungan masyarakat yang dibuktikan dengan foto copy KTP dan surat pernyataan dukungan. Jumlahnya sesuai aturan perundang-undangan 3 persen dari jumlah penduduk atau sekitar 81 ribu lebih untuk daerah Kota Medan yang berpenduduk 2 juta lebih. Dukungan itu juga harus tersebar diminimal ½ N + 1 dari jumlah kecamatan yang ada. Untuk proses ini, para calon perseorangan membutuhkan tenaga dan dana yang tidak sedikit. Meskipun tidak jauh beda dengan pasangan calon yang diusung partai politik yang juga harus membayar ‘sampan politik’. Artinya pada tahap pengumpulan dukungan, pasangan calon perseorangan sudah menghabiskan banyak energi dan dana. Lalu dari sisi sumber daya, calon perseorangan belum memiliki dan harus disiapkan orang-orangnya. Membentuk tim sosialisasi, penggalangan simpati warga, kampanye hingga menyiapkan saksi-saksi di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dari tingkat PPS, PPK hingga KPU. Berikutnya, jika pasangan calon perseorangan memenangkan pilkada akan berhadapan dengan para anggota legislatif. Sebab calon perseorangan tidak memiliki wakil di dewan, dan untuk itu harus mampu menyakinkan dewan terkait kebijakan dan program pembangunan yang akan dilakukan. Jika tidak, bisa dipastikan akan ada ‘perlawanan’ dari dewan, sehingga opini yang terbangun sesungguhnya calon perseorangan tidak mampu memimpin dengan baik. Masyarakat yang terlanjut under estimate pada calon partai politik, ini jadi peluang besar bagi calon perseorangan untuk memenangkan pilkada. Termasuk kejenuhan masyarakat pada partai politik serta harapan akan perubahan kearah lebih baik mendorong masyarakat mencari pilihan alternative, dan itu tersedia di calon perseorangan. Dari sisi ketergantungan dan tekanan politik, calon perseorangan dapat dikatakan relative kecil. Sebab calon perseorangan tidak memiliki intres kepentingan pada partai politik dan kelompok lainnya. Praktis secara teori, calon perseorangan hanya memiliki kepentingan pada masyarakat. Kekuatan inilah yang kemudian membuat masyarakat memiliki harapan akan perubahan kehidupan lebih baik jika pemimpinnya tidak dari partai politik. Meskipun tidak ada jaminan calon perseorangan akan lebih baik dari calon yang diusung partai politik. Intinya persaingan antara calon perseorangan dan calon partai politik merebut tahta kekuasaan sangat ditentukan pola pikir, wawasan dan pemahaman politik masyarakat. Namun calon perseorangan lebih diuntungkan atas situasi politik, sebab masyarakat terlanjur terluka akibat ulah dan tingkah polah elit dan pengurus partai politik. Belum lagi, dagelan politik yang dipertontonkan para wakil rakyat diseluruh tingkatan, menambah muak masyarakat untuk bersinggungan dengan partai politik. Perkataan para politisi seringkali kali tidak sejalan dengan aplikasi nyata dalam kehidupan,ditambah lagi berubahnya gaya hidup dan cara bergaul. Intilah lupa kacang pada kulitnya, mungkin sangat tepat dijadikan tamsilan dari para wakil rakyat. Data yang ada, dari sejumlah suksesi kepemimpinan baik provinsi maupun kabupaten kota, ada yang dimenangkan calon partai politik dan ada juga yang dimenangkan calon perseorangan. Dua jalur pencalonan ini sama-sama memiliki kans menang, tergantung seperti apa masyarakat menyikapinya. (Penulis adalah Redaktur KPK Pos, di Medan).

Kamis, 11 Februari 2010

Pemilukada Jurdil dan Bermartabat, Mungkinkah…? Catatan : Mursal Harahap

Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dibeberapa daerah sudah memasuki tahapan pendaftaran calon. Tidak berapa lama lagi, masyarakat akan menunaikan hak pilihnya untuk menentukan siapa pemimpin di daerah tersebut lima tahun ke depan. Tentunya, seluruh masyarakat mengharapkan Pemilukada kali ini dilaksanakan dengan prinsif kejujuran, keadilan dan bermartabat. Namun, harapan itu seperti jauh panggang dari api. Sebab dari pelaksanaan tahapan pemilukada terdapat beberapa persoalan yang jelas-jelas jauh dari kejujuran, keadilan dan bermartabat. Indikatornya bisa dilihat dari proses verifikasi administrasi dan faktual terhadap bakal pasangan calon yang menggunakan jalur kendaraan perseorangan. Ditambah lagi, persoalan panitia pengawas (Panwas) pemilukada yang belum tuntas. Pertanyaannya kemudian, mungkin pemilukada tahun ini akan terlaksana dengan jujur, adil dan bermartabat? Untuk kedua persoalan itu, gambarannya dapat dilihat dari apa yang terjadi di Kota Medan sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Utara. Proses verifikasi administrasi dan faktual dukungan pasangan calon jalur perseorangan ditemukan fakta yang membuat warga mengelus dada. Di antaranya, pencaplokan KTP, dukungan ganda dan pemalsuan tanda tangan yang dilakukan pasangan calon atau tim suksesnya. Tindakan ini praktis membuat masyarakat yang merasa tidak memberikan dukungan kecewa dan marah. Warga merasa hak pilihnya dikebiri sebelum disalurkan di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Dalam menyikapi fakta ini, warga mengambil sikap berbeda-beda. Sebagian merasa apriori dan memilih mendiamkannya dengan catatan tidak akan menggunakan hak suaranya. Yang lain, memilih melaporkan tindakan pencaplokan dan pemalsuan tanda tangan kepada pihak berwajib. Seperti informasi yang dilansir media, ada tiga pasangan calon jalur perseorangan yang telah dilaporkan ke Poltabes Medan dan Panwas Pemilukada Kota Medan. Dari sisi lembaga penyelenggara pemilukada yakni KPUD Kota Medan juga terdapat sejumlah persoalan. Mulai dari persoalan pelaksanaan tahapan hingga persoalan Panwas pemilukada. Persoalan-persoalan ini memunculkan keresahan di tengah masyarakat, sehingga DPRD Medan dalam rangka menyahuti aspirasi masyarakat membentuk Panitia khusus (Pansus) Pilkada. Berdasarkan peraturan yakni UU No 32 tahun 2004 dan PP No 25 tahun 2007 perubahan kedua atas PP No 6 tahun 2005 secara tegas disebutkan, bahwa tahapan pelaksanaan pilkada dapat dilaksanakan KPU setelah DPRD menyampaikan surat pemberitahuan habisnya masa periodesasi kepala daerah dan wakil kepala daerah. Termasuk pembentukan Panwas Pilkada. Disebutkan Panwas Pilkada dibentuk Bawaslu, dan jika belum dibentuk, maka DPRD yang akan membentuknya sesuai mekanisme dan perturan yang telah ditetapkan. *** Setiap pelaksanaan tahapan pemilukada, itu harus diawasi Panwas. Tanpa pengawasan dari Panwas maka pelaksanaan tahapan tersebut dapat dinilai illegal. Sebegitu pentinya fungsi dan peran Panwas dalam setiap pelaskanaan pesta demokrasi rakyat. Namun yang terjadi di Kota Medan, justru hingga tahapan pemilukada memasuki tahap pendaftaran pasangan calon, Panwas menurut KPUD Kota Medan ada. Meskipun beberapa waktu lalu Bawaslu telah melantik tiga Panwas Pilkada Kota Medan namun hal itu tidak diakui KPUD Medan. Alasannya, dari 6 nama yang telah jaring KPU Medan dan dinyatakan lulus, tidak ada nama yang dilantik Bawaslu tersebut. Pertanyaannya, apa dasar KPUD Medan melaksanakan tahapan pilkada tanpa ada Panwas. Sebab hampir dapat dipastikan, KPU Medan memahami dan mengetahui mekanisme dan peraturan perundangan bahwa pelaksanaan tahapan pilkada dilaksanakan dengan pengawasan dari Panwas. Atau memang KPUD Medan tidak tahu, atau mungkin juga pura-pura tidak tahu. Berbagai fakta inilah yang kemudian membuat masyarakat pesimis dan apriori pada Pemilukada kali ini. Sebab proses awal pemilihan pemimpin berjalan dengan menabarak berbagai peraturan yang berlaku. Sehingga dugaan yang muncul di kalangan masyarakat, pemilukada kali ini sudah sarat kepentingan dan jau dari harapan akan terlaksana dengan jujur, adil dan bermartabat. Sikap ini ditambah lagi dengan prilaku para pasangan calon yang memilih jalur perseorangan. Dari sisi etika dan moral, para calon perseoarangan ini sebenarnya menurut masyarakat sudah tidak lagi maju pada pemilukada kali ini. Faktanya sudah jelas, bahwa baru pada proses menuju kursi kepemimpinan, mereka telah menggunakan segala cara untuk lolos. Jika alur pikir ini yang digunakan, andai mereka terpilih tentu besar kemungkinan mereka juga akan menggunakan segala cara dalam memimpin. Bukan tidak mungkin motivasinya bukan lagi mensejahterakan masyarakat dan memacu pertumbuhan pembangunan diseluruh sisi kehidupan, tapi ada motivasi dan ambisi lain. *** Perlu diingat berbagai persoalan itu belum selesai, mengingat pengumuman Daftar Pemilih Tetap (DPT) belum dilaksanakan. Berdasarkan pengalaman, baik di Pilkada, Pemilu Legislatif dan bahkan pemilu presiden dan wakil presiden, DPT tetap menjadi tahapan yang banyak dipersoalkan. Atau sederet persoalan pesta demokrasi yang sudah lajim dan berulang-ulang terjadi. Tentunya, berdasarkan fakta-fakta tersebut para pemilik suara tentu akan lebih arif dan bijaksana dalam menyalurkan hak suaranya. Karena pada dasarnya, hanya masyarakatlahh yang bisa menentukan para pasangan calon tersebut bisa meraih kemenangan dan menjadi pempimpin di Kota Medan. Termasuk atas kinerja lembaga penyelenggara pemilukada. Masyarakat juga berhak dan punya tugas untuk mengawal dan mengritisinya agar pelaksanaan pilkada dapat berjalan jujur adil dan bermartabat. Jika prosesnya baik, maka hasilnya juga akan baik atau jika prosesnya bermartabat maka pemimin yang dihasilkan juga akan bermartabat. Itu sangat ditentukan sikap dan pilihan masyarakat. (Penulis adalah Redaktur Politik KPK Pos, di Medan).

Senin, 08 Februari 2010

Silaturrahmi PPP dan MUI Medan : Pasangan Islam-Islam Harga Mati

Pemilihan Waikota dan Wakil Walikota Medan berjalan terus dengan segala dinamika politik. Sejumlah pasangan calon dari jalur perseorangan maupun partai politik yang diperkirakan akan muncul, juga terus melakukan atrobatik politik. Suhu politik memanas apalagi pasca Komisi Pemiluhan Umum Daerah (KPUD) Kota Medan mengumumkan hasil verifikasi administrasi dan faktual dukungan pasangan calon perseorangan. Dari sejumlah bakal pasangan calon, moyoritas yang muncul adalah pasangan calon yang berlatar belakang agama Islam. Padahal berdasarkan komposisi, umat Islam di Kota Medan hanya tinggal sekitar 67 persen. Situasi inilah yang kemudian memunculkan kekhawatiran dan keresahan di tengah-tengah umat Islam, sebab jika para bakal pasangan calon itu benar-benar maju maka bisa dipastikan suara umat islam akan terpecah. Menyikapi keresahan umat Islam ini, DPC PPP Kota Medan sebagai rumah politik umat islam melakukan berbagai upaya menyatukan suara umat. Di antaranya meminta nasehat para ulama, tokoh masyarakat, kaum intlektual dan tokoh ormas dan OKP Islam. Seperti pertemuan Senin 8 Februari 2010 dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan. Pada kesempatan itu, secara tegas Ketua MUI Medan Prof Dr H Mohammad Hatta mengatakan untuk menyelematkan umat maka pasangan calon Walikota dan wakil Walikota Medan ke depan harus Islam-Islam dan itu sudah harga mati. “Pasangan Islam-Islam harga mati,”tegasnya diamini pengurus MUI yang hadir di antaranya H Nizar Syarif, Prof Dr H Pagar Hasibuan, DR H Hasan Mansyur Nasution MA, H Zulfikar Hajar LC, Drs Zulkarnain Sitanggang. Namun Kata Hatta, MUI secara kelembagaan tidak ikut berpolitik praktis, artinya dukung mendukung para bakal calon, baik jalur perseorangan dan partai politik bukan urusan MUI. Karena itu MUI hanya masuk pada kepentingan umat Islam, karena memang MUI ada payungnya umat Islam. “MUI tidak berpolitik praktis, tapi MUI konsen mengurusi kepentingan umat Islam,”jelasnya. Untuk pula, kata Hatta, seluruh umat Islam, baik tokoh partai politik, masyarakat, ormas dan OKP Islam harusnya satu kata menyelamatkan kepentingan dan harga diri Umat Islam di Kota Medan. Selain itu, juga perlu dipikirkan penyelamatan akidah umat Islam, jangan sampai dikemudian hari terjadi saling menyalahkan. “Jangan setelah ada hasil Pilkada nanti, baru umat saling menyalahkan antara satu dengan yang lain,” kata Hatta mengingatkan. Hatta juga menekankan, kriteria calon pemimpin yang harus diperjuangkan adalah yang memiliki integritas akhlakul karimah yang kuat, jelas komitmen keummatannya dan lebih besar manfaatnya daripada mafsadarnya. Dibagian lain Nizar Syarif menyerukan kepada seluruh elit umat Islam dari berbagai lembaga untuk satu pemahaman dalam menyikapi Pilkada Walikota dan Wakil Walikota Medan. Artinya lebih mendahulukan kepentingan dan penyelamatan umat islam daripada kepentingan kelompok atau golongan. Dan disarankan Pagar Hasibuan, hendaknya PPP menjadi pelopor dan pembawa gerbong umat islam ke arah persatuan. Sementara Hasan Mansyur mengkategorikan pasangan calon yang akan muncul pada Pilkada Walikota dan Wakil Walikota Medan mendatang menjadi empat. Yakni Pasangan calon Islam-Islam, Islam-Non Islam, Non Islam-Islam dan Non Islam- Non Islam. “Yang terbaik dari kategori itu adalah Islam-Islam dan itu harus diperjuangkan seluruh umat Islam,”katanya. Pada sisi lain, Zulfikar Hajar mengatakan umat Islam di Kota Medan memandang Pilkada tahun ini jangan main-main. Sebab, dalam Al-Qur’an telah menetapkan garis dan aturan secara tegas bagaimana umat Islam memilih pemimpin. “Jika dalam pilkada tahun ini yang bertarung pasangan Islam-Islam dan pasanga Pasangan diluar Islam, maka hukumnya fadhu’ain bagi umat islam untuk memenangkan pasangan calon Islam-Islam,”jelasnya. Diingatkan Zulfikar Hajar, kalau kerena terlalu memetingkan kelompok dan ego pribadi, kemudian Medan dipimpin orang yang tidak berakidah Islam, maka kita seluruhnya bertanggungjawab atas musibah tersebut. “Termasuk bertanggungjawab atas harga diri Islam di Kota Medan,”ujarnya sembari menyebutkan ini bukan berarti MUI sudah masuk ranah politik praktis, tapi dalam rangka menjaga kepentingan umat Islam. Sementara itu Ketua DPC PPP Kota Medan Ir H Ahmad Parlindungan, didampingi Abdul Rani SH, Drs M Yusuf, S.Pdi, Mursal Harahap, S.Ag, Ahmady Syahputra Purba SE dan M Setia Budi Pandia, SP menyampaikan berbagai perkembangan politik jelang Pilkada Walikota dan Wakil Walikota Medan. Dia juga menyampaikan kedatangan PPP ke MUI Medan dalam rangka meminta nasehat para ulama sesuai amanah Rapimcab PPP belum lama ini. Selain itu sebut Parlindungan, jauh sebelum muncul keresahan di tengah masyarakat, PPP sudah melakukan berbagai upaya menyatukan suara umat Islam, baik secara formal maupun non formal. Namun hingga saat ini belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan. “Untuk itulah, PPP merasa perlu meminta nasehat kepada para ulama, tokoh masyarakat dan berbagai elemat umat Islam,”ujarnya menjelaskan kedatangan menemui MUI Kota Medan.