MEDAN

Nasehat...

.“(Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang diangkasa bebas? Tidak ada yang dapat menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman. (An-Nahl:79") .“(menang dengan mengalah, itulah filsafat air dalam mengarungi kehidupan") .(Guru yang paling besar adalah pengalaman yang kita lewati dan rasakan sendiri) .(HIDUP INI MUDAH, BERSYUKURLAH AGAR LEBIH DIMUDAHKAN ALLAH SWT)

Bismillahirrahmanirrahim

"Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang diangkasa bebas? Tidak ada yang dapat menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman. (An-Nahl:79)

Sabtu, 19 Desember 2009

MAHALKAH SUARA RAKYAT ? : Catatan Mursal Harahap

SUARA Rakyat, Suara Tuhan. Kata-kata bijak ini tepat menggambarkan sesungguhnya suara rakyat sangat absolut pada tataran suksesi demokrasi. Absolut karena memang suara rakyat sangat menentukan seseorang bisa menikmati jabatan, mulai dari presiden, wakil presiden, DPR RI, DPRD dan DPP, berkat suara rakyat. Begitulah dahsyatnya nilai suara rakyat. Jika menggunakan istilah ekonomi, suara rakyat berarti mahal atau memiliki nilai jual tinggi. Penting dan mahalnya suara rakyat, membuat setiap orang yang berhajat memimpin di negara ini, dipastikan punya kepentingan besar pada saura rakyat tersebut. Pertanyaannya kemudian, apakah suara rakyat itu –yang secara teori mahal dan penting- memiliki arti dan peran sama pada prakteknya? Sebab yang sering terdengar, rakyat mengaku tidak mendapat perhatian dari pemerintah dan legislatif seperti perhatian pada saat suaranya dibutuhkan ketika suksesi demokrasi begulir. *** Berkaca pada pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilu persiden dan wakil presiden beberapa waktu lalu. Tampak nyata para calon anggota legislatif dan calon presiden dan wakil presiden, terasa begitu dekat dan akrab dengan rakyat. Mereka sering menyapa dan mendatangi rakyat, hingga memberikan perhatian yang mungkin saja lebih besar daripada perhatian kepada keluarga mereka. Bahkan demi mendapatkan tempat dihati rakyat, para calon legislator dan calon presiden dan wakil presiden tidak ragu untuk memenuhi permintaan masyarakat. Permintaan dengan latar belakang demi kepentingan keagamaan dan social, bahkan tidak sedikit bersifat kepentingan pribadi. Tidak tanggung-tanggung, jumlah bantuan yang berikan kisaran puluhan hingga ratusan juta rupiah. Baik dalam bentuk barang, pembangunan sampai uang tunai. Maka tidak heran, dana kampanye partai politik untuk legislatif dan pemilihan presiden,angkanya ratusan hingga milyaran rupiah bahkan ada yang mencapai angka triliun rupiah. Selain itu, mereka juga cepat merespon setiap permasalahan dan keluhan yang disampaikan rakyat. Kondisi itu terjadi sebelum rakyat memberikan hak suaranya di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Pasca pemberian hak suara dan sudah jelas siapa yang terpilih menjadi wakil rakyat, presiden dan wakil presiden. Perhatian terhadap rakyat berubah 180 derajat, bahkan lebih ekstrim rakyat kini hanya tinggal kenangan. Suara rakyat yang sebelumnya begitu mahal sehingga diuber-uber, kini hanya suara kosong yang tidak berharga. Pemilik suara kini hanya menjadi rakyat kelas rendahan yang tak begitu penting keberadaannya. Sebab mereka yang terpilih kini memiliki status sosial yang begitu tinggi, sehingga merasa tidak pantas akrab dengan rakyat kelas rendahan. Ada guyonan yang sering terdengar menyebutkan, wakil rakyat, presiden dan wakil presiden, serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dulu siap makan nasi bungkus, duduk di warung kopi dan berpanas-panasan bersama rakyat. Kini mereka tinggal di istana megah, kongko-kongko di tempat berkelas dan makan makanan dengan menu dunia. Dulu mereka sering mendatangi pengajian, bersilaturrahmi dengan siapa saja, kaca mobilpun terus terbuka demi menyapa rakyat. Kini, mereka mendatangi tempat plesiran di berbagai belahan dunia, enggan bersilaturrahmi dengan rakyat dan kaca mobilpun terus tertutup dengan alasan cuaca panas. Fakta ini seakan mengubur harga suara rakyat sekaligus mengubur harapan yang dulu selalu dijanjikan kepada rakyat. Menyikapi kondisi ini, akankah rakyat mengulangi kesalahan yang sama secara berulang-ulang. Kalau itu terjadi, berarti rakyat lebih ‘bodoh’ dari keledai yang tidak mau jatuh di lubang yang sama. *** Di tahun 2010 nanti, suara rakyat akan kembali diuber-uber. Rakyat akan kembali dielus-elus, dibujuk dirayu dan dimanjakan para pemburu suara rakyat. Sebab, pesta demokrasi berskala daerah akan kembali dilangsung. Di Sumatera Utara pada medio April hingga Juni 2010 paling tidak ada 14 kabupaten kota yang akan menggelar Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada). Tentunya, pada pelaksanaan Pemilukada nanti, sesuai peraturan perundang-undanga suara rakyat tetap menentukan. Menentukan siapa yang berhak menyandang jabatan, bupati, wakil bupati, walikota dan wakil walikota. Saat itu datang, rakyatlah yang kemudian menentukan apakah suaranya akan dihargai dengan murah, sedang atau bahkan mahal. Murah bisa digambarkan suara rakyat hanya akan dibanyar dengan 1 kg beras, gula plus 3 bungkus mie instant atau kalo dirupiahkan berada di kisaran Rp20 ribu sampai Rp50 ribu. Dengan harga ini, rakyat tidak lagi memiliki hak mutlak atas suara politiknya, karena telah diganti dengan harga beberapa item kebutuhan. Lalu kalau harga sedang, gambarannya rakyat menggadaikan suara politiknya dengan sedikit pemberian. Seperti sumbangan untuk pengajian, masjid, gereja, wihara, kelenteng atau kebutuhan sosial kemasyarakat dan keagamaan. Harga ini sedikit lebih mahal karena dibumbui dengan janji-janji politik dari pemburu suara rakyat. Dititik ini, rakyat juga tidak obsolut untuk menyalurkan suaranya sesuai pilihan hati nuraninya. Kemudian dihargai mahal, bisa diibarat bahwa rakyatlah yang punya hak mutlak atas suara politiknya. Rakyat tidak menggadaikan suaranya dengan imbalan materi dan barang serta janji politik. Tapi rakyat yang menentukan dia akan menggunakan atau tidak menggunakan hak sauranya sesuai pilihan hati dan pikirannya. Meskipun orang bijak bilang, kalau sudah dipilih tidak teringat itu berarti keterlaluan. Inilah gambaran sederhana, mahal tidak suara rakyat. Intinya, penentuan harga suara rakyat kembali pada rakyat itu sendiri. Apakah rakyat mau suara politiknya di hargai murah, sedang atau mahal. Atau apakah rakyat akan terus mengulangi kisah membuat kesalahan yang sama secara berulang-ulang. Wallahu a’lam bissawaf. (Penulis adalah redaktur Politik KPK Pos dan Aktivis Partai Persatuan Pembangunan Kota Medan).

Jumat, 11 Desember 2009

Mengkritisi Legitimasi Pemilihan Langsung : Oleh Mursal Harahap

Pasca bergulirnya tuntutan reformasi pada 1998 silam, sistem demokrasi di Indonesia mengalami perubahan yang sangat besar. Dorongan membangun demokrasi yang lebih transparan dan akuntable datang dari seluruh eleman masyarakat. Termasuk dorongan dalam rangka penegakan supremasi hukum. Salah satu perubahan besar sistem demokrasi terkait pemilihan Presiden, wakil presiden, Gubernur, Walikota dan Bupati. Suksesi pemimpin ini yang awalnya hanya dilakukan segelintir orang yakni para wakil rakyat (DPR dan DPRD), berubah menjadi system pemilihan langsung. Pemilihan yang melibatkan seluruh rakyat yang dinyatakan undang-undang memiliki hak suara. Sejak system itu digulirkan dengan dilahirkan sejumlah peraturan perundang-undangan, memberi harapan baru bagi rakyat akan terwujudkan pemerintahan yang lebih baik. Termasuk harapan akan terjadinya perubahan nasib dan kesejahteraan rakyat. Sistem ini juga menghapus power politik yang berlebihan sehingga lebih seimbang. Artinya kekuatan politik balance dengan kekuatan non politik atau lebih tepatnya pemerintahan. Menggunakan system lama dimana DPR dan DPRD yang berwenang memilih Presiden, Wakil Presiden, Gubernur, Wakil Gubernur, Walikota, Wakil Walikota, Bupati dan Wakil Bupati kini terpenggal. Artinya dengan system pemilihan langsung kewenangan wakil rakyat dalam memilih pemimpin beralih ke tangan rakyat. Rakyat lah yang kemudian memilih siapa pemimpin yang menurut rakyat bisa membawa perubahan lebih baik. Sistem pemilihan langsung ini juga dinilai punya legimisi yang kuat, karena pemimpin dipilih langsung oleh rakyat. Legitimasi inilah yang kemudian didengung-dengungkan dan dipromosikan bahwa pemerintah akan lebih kuat dan lebih memiliki power untuk berbuat untuk rakyat. Legitimasi ini pula yang sering dikali dimanfaatkan para pemimpin negeri ini untuk berkata tidak terhadap kepentingan politik. Dan ironisnya legitimasi ini juga yang digunakan pemerintah yang dipilih langsung oleh rakyat untuk menggunakan kekuasaan membuat kebijakan atasnama rakyat. Meskipun fakta yang sering terjadi, pemerintahan yang notabene dipilih langsung oleh rakyat, seringkali melukai dan mencerai hati rakyat. Pertanyaannya kemudian, seberapa besar manfaat dan kekuatan legitimasi pemilihan langsung. Apakah system pemilihan langsung ini sudah dapat dikatakan system yang paripurna dalam suksesi kepemimpinan di Indonesia? **** Berbicara manfaat, tidak bisa dinafikan sesungguhnya pemilihan langsung atas suksesi domokrasi tentu memiliki beberapa manfaat. Di antaranya, terciptanya pendidikan politik yang baik dan elegan bagi rakyat. Sehingga hak-hak politik rakyat yang dulu katanya sering dikebiri tidak terjadi lagi. Dengan pemilihan langsung, rakyat mengetahui secara tepat siapa calon yang akan dipilihnya, tidak lagi seperti istilah “Membeli Kucing Dalam Karung” tapi “Seperti Membeli Ikan di Tempat Pelelangan”. Manfaat lain yang selalu diagung-agungkan adalah dengan pemilihan langsung, kepala pemerintahan punya legitimasi kuat karena didukung langsung oleh rakyat. Secara politik, kepala pemerintahan tidak bisa dijatuhkan oleh para wakil rakyat yang juga dipilih secara langsung oleh rakyat. Manfaat berikutnya, rakyat mendapat ‘keuntungan’ pada setiap pagelaran demokrasi pemilihan langsung kepala pemerintahan. Baik keuntungan secara langsung maupun tidak langsung. Selain memiliki beberapa manfaat, system pemilihan langsung juga masih dihadapkan kepada sederet mudharat atau permasalahan. Dan terkadang berdasarkan fakta, mudharat pemilihan langsung lebih besar dari manfaat yang dapat dinikmati dan dirasakan rakyat. Sejak system pemilihan langsung kepala pemerintahan digunakan, baik di tingkat nasional maupun lokal muncul berbagai persoalan. Di antaranya pemasalahan rakyat yang tidak terdaftar sebagai pemilih, logistik, menghabiskan anggaran yang sangat besar, memicu perpecahan dan disitergari, munculnya proses hukum sampai pada kejenuhan rakyat karena seringkali pelaksanaan suksesi kepemimpinan. Masalah tidak terdaftarnya rakyat sebagai pemilih yang lajim disebut tidak masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), menimbulkan protes yang seringkali berujung terjadi tindakan anarkis. Anehnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga terakhir yang melakukan validasi data terkesan selalu mengulangi kesalahan yang sama. Sebab hampir disetiap pelaksanaan pemilihan langsung kepala pemerintahan, DPT menjadi persoalan. Padahal untuk tahapan ini, tidak sedikit anggaran yang dihabiskan. Persoalan DPT tidak saja dipersoalan pada tingkat KPU, tapi juga sudah sampai ke tingkat Mahkamah Konstitusi (MK). Demikian juga hal tentang logistik pemilihan langsung juga terus menjadi persoalan. Memang tidak mengherankan, jumlah logistik itu disediakan berdasarkan jumlah DPT. Kalau sejak awal DPT sudah bermasalah, tentu logistiknya juga bermasalah. Masalah berikutnya adalah system pemilihan langsung menghabiskan anggaran yang begitu banyak jika dibandingkan dengan system pemilihan dilakukan DPR dan DPRD. Untuk Pilpres KPU menyiapkan anggaran sebesar Rp9,07 triliun guna penyelenggaraan Pemilu Presiden 2009. Anggaran itu merupakan bagian dari anggaran KPU Rp14,1 triliun yang kemudian dipotong pemerintah dan DPR dalam APBN 2009 menjadi Rp13,5 triliun. Alokasi anggaran pilkada Gubernur Sumatera Utara ditampun pada P-APBD 2007 dan APBD 2008. Ketua KPU Sumut Irham Buana Nasution menyampaikan dari total anggaran RKA Pilkada Gubsu dan Wagubsu diperkirakan mencapai Rp413 miliar lebih ini. Perinciannya meliputi pemilihan putaran pertama menghabiskan Rp269 miliar lebih, putaran kedua Rp61 miliar lebih, ditambah Rp83 miliar anggaran Panwas Pilkada. KPU Medan secara resmi mengajukan anggaran Pilkada 2010 sebesar Rp61.201.359.021, yang ditampung pada dua mata anggaran yaitu P-APBD 2009 dan APBD 2010. Dari gambaran pelaksanaan pemilihan langsung di tiga tingkatan itu, anggaran yang dialokasikan milyaran hingga triliunan rupiah. Banyangkan berapa banyak uang Negara ini habis untuk pelaksanaan pemilu atau pilkada secara langsung, dengan 33 Provinsi dan sekitar 483 kabupaten Kota. Ditambah lagi dana yang dihabiskan pasangan calon yang diusung partai politik dan pasangan calon yang memilih jalur independen. Tentu besarannya tidak jauh berbeda dengan anggaran yang dikuras dari APBD atau APBN. Kemudian persoalan yang tidak kalah penting menjadi perhatian adanya, pemilihan langsung terkadang menciptakan perpecahan di tengah masyarakat. Proses dukung mendukung jagoan masing-masing berbuntut pada tindakan kampanye hitam. Belum lagi panatisme absolut yang dipahami sekolompok masyarakat membuat situasi semakin tidak kondusif. Persoalan ini sudah mulai terasa sejak masa kampanye hingga perhitungan akhir perolehan suara. Pasangan calon yang kalah bersama pendukungnya tidak bisa menerima kekalahan dengan besar hati. Malah seringkali yang terjadi upaya pemaksaan kehendak, meski terkadang melanggar rambu-rambu peraturan perundang-undangan. Masalah berikutnya, ternyata selain proses politik yang seringkali berjalan terseok-seok, ranah hukum juga dilibatkan dalam bagian pemilihan langsung. Artinya bagi yang sudah kalah masih bisa menempuh jalur hukum, dengan mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi. Atau pada saat proses pemilihan berlangsung, kandidat yang melanggar aturan juga bisa dikenakan sanksi hukum, baik pidana maupun administratif. Berbagai persoalan itu ditutup dengan kejenuhan yang dirasakan rakyat. Dalam kurun waktu lima tahun masyarakat harus melakoni berbagai pemilihan dalam agenda politik dan demokrasi. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pemilu Legislatif, Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur, Pilkada Walikota dan Wakil Walikota atau Bupati dan Wakil Bupati, Terakhir pemilihan Kepala Desa. Diperparah lagi berbagai agenda politik ini dilaksanakan secara terpisah. Sehingga bisa saja setiap tahun rakyat harus mengikuti suksesi kepemimpinan. Akibatnya terjadi kejenuhan yang berdampak pada ketidakperdulian dan pada gilirannya rakyat enggan menyalurkan hak politiknya. Mungkin dasar ini pula, setiap pelaksanaan pemilihan, angka golput atau rakyat yang tidak menggunakan hak suaranya selalu menang. Artinya besarnya lebih banyak dibandingkan perolehan suara yang didapatkan pemenang. **** Masih adanya sejumlah persoalan yang mengiringi pelaksanaan pemilihan secara langsung menurut penulis merupakan indikator kuat perlunya dilakukan kajian ulang. Baik terhadap regulasi yang mengatur pelaksanaan pemilihan secara langsung, maupun instumen yang dinilai belum sempurna. Sebenarnya harapan rakyat atas dilaksanakannya system pemilihan secara rakyat begitu besar. Namun kenyataannya apa yang dihasilkan pemilihan langsung masih seperti kata orang bijak “Jauh Panggang Dari Api”. Bila bangsa ini memiliki keinginan kuat melaksanakan demokrasi secara utuh dan berkeadilan, tentu seluruh pengambil keputusan harus mampu menekan ego demi kepentingan lebih besar. Sebenarnya tidaklah tabu, jika system yang sudah ada dilakukan perubahan demi penyempurnaan, atau memang tidak lagi diberlakukan jika ternyata tidak membawa manfaat serta kondisi yang lebih baik. Terlepas dari itu semua, penulis hanya ingin menyampaikan satu kajian sederhana yang muncul dari pemikiran orang sederhana tentang kritisi pemilihan secara langsung. Dengan harapan tulisan ini akan menjadi awal dari muncul sebuah pemikiran dan kekuatan untuk melakukan perbaikan. Legitimasi pemimpin yang dipilih rakyat secara langsung ternyata tidak absolut, karena ketika harapan rakyat tidak terwujud, maka rakyat akan menyampaikan mosi tidak percaya lewat berbagai media. Dipilih secara langsung atau dipilih lewat perwakilan, perlu kajian dan analisis lebih konprehensif sehingga system manapun yang digunakan muara tetap pada perbaikan kesejahteraan rakyat. wallahu a’lam bisawaf.

Senin, 30 November 2009

H A Hosen Hutagalung : Hentikan Diskriminasi Pada Penyandang Cacat

Diskriminasi terhadap masyarakat penyandang cacat ternyata tidak saja dilakukan perusahaan, tapi juga pemerintah. Fakta ini tentu membuat banyak kalangan prihatin, termasuk anggota DPRD Sumut H Ahmad Hosen Hutagalung. Padahal PP No 43 tahun 1998 tentang upaya peningkatakan kesejahteraan sosial penyandang cacat dan UU No 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat telah tegas mengatur penghilangan diskriminasi tersebut. Penjelasan itu disampaikan H Ahmad Hosen Hutagalung yang juga Sekretaris FPPP DPRD Sumut kepada wartawan di Medan. Dijelaskan Hosen, bukti masih adanya diskriminasi terhadap warga penyandang cacat bisa dilihat dari penerimaan CPNS baru-baru ini. Bahwa para penyandang cacat awalnya hampir gagal ikut seleksi CPNS. Tapi meskipun diterima berkas lamarannya dan boleh mengikuti ujian seleksi, toh tetap saja upaya tidak memberi kesempatan yang sama pada para penyandang cacat juga terjadi. Pasalnya, dalam pelaksanaan ujian seleksi CPNS tersebut, kata Hosen, pihak pemerintah tidak menyediakan alat batu untuk kalangan penyandang cacat. “Inikan sama saja artinya pemerintah tidak memberikan hak yang sama kepada para penyandang cacat untuk bersaing secara fair dalam penerimaan CPNS,”tegas Hosen. Karena itu, kata Hosen, baik pemerintah dan perusahaan harus menerapkan amanah PP No 4 tahun 1998 dan UU No 4 tahun 2007. Termasuk dalam hal pengalokasian anggaran harus diperhatikan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten kota. “Harus dimengerti bahwa setiap warga Negara memiliki hak yang sama untuk mendapat pekerjaan, pendidikan dan penghidupan yang layak. Jika masih ada diskriminasi, itu sama artinya Negara melakukan pelanggaran hak rakyatnya,”ungkap Hosen. Hosen menjelaskan sanksi pidana bagi setiap tindak diskriminasi yang dilakukan terhadap para penyandang cacat telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, seperti menolak mempekerjakan para penyandang cacat. Yakni sanksi pidana enam bulan penjara dan atau denda setinggi-tingginya Rp200 juta. “Inilah amanah PP No 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat sebagai Implementasi dari UU No.4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat yang harus dilaksanakan,”ucapnya. Mengingat belum terlaksananya PP no 4 tahun 1998 dan UU no 4 tahun 2007, Hosen mengaku akan membicarakan persoalan ini ditingkat fraksi PPP. Artinya jika memungkinkan FPPP akan berupaya mengusulkan agar dibuatkan Peraturan Daerah (Perda) tentang penghapusan diskriminasi kepada warga penyandang cacat. Memang lanjut Hosen, UU dan PP sudah ada. Jadi kalau Perda itu nantinya terealisasi diharapkan akan menguatkan peraturan yang di atasnya. Sehingga ada dorongan maksimal dan seluruh kompenen masyarakat dalam upaya penghilangan tindak diskriminasi. “Upaya ini bagian dari upaya PPP dalam rangka membantu warga penyandang cacat agar mendapat persamaan hak dalam seluruh sisi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,”jelasnya. Ketika ditanya, apakah DPRD Sumut akan proaktif menyikapi persoalan diskriminasi terhadap penyandang cacat, terutama terkait penerimaan CPNS. Hosen mengatakan secara lembaga akan dibicarakan lebih lanjut mungkin lewat komisi yang membidang persoalan tersebut. Yang penting kata Hosen, kita tidak dapat menerima tindakan diskriminatif terhadap warga penyandang cacat. Apakan tindakan itu dilakukan oleh pemerintah, perusahaan atau siapapun. Karena setiap warga negara memiliki hak yang sama. Dari sisi agama Islam seluruh makhluk Tuhan itu sama, yang membedakannya hanya ketaqwaan dan ibadahnya

Warga Ngadu Ke FPPP DPRD Sergai

Tak tahan mencium bau busuk dampak dari percemaran lingkungan yang diakibatkan aliran limbah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Kebun Rambutan. Warga disepanjang jalan besar Dusun III Kampung Banten, Dusun VII Pasar 3, Dsn XIII Sei Pinang Desa Paya Lombang, Dusun II dan Dusun IV, Desa Kuta Baru mengadu ke Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) Serdang Bedagai (Sergai). Demikian disampaikan Wakil Ketua FPPP DPRD Sergai Sugiatik S.Aga usai menerima masyarakat yang menyampaikan aspirasi terkait pencemaran lingkungan PKS Kebun Rambutan, belum lama ini. Menurut penuturan warga, kata Sugiatik, aliran limbah PKS Rambutan dibuang melintasi persawahan dan daerah tempat tinggal warga di desa Kuta Baru dan Paya Lombang KecTebing Tinggi Kab Sergai. Pencemaran lingkungan itu dibuktikan dengan adanya bau menyengat dan air sumur yang berminyak. Kindisi tentu sangat dikhawatikan mengamcam kesehatan warga. Apalagi saat banjir, limbah akan meluap. Karena itu lanjut Sugiatik, masyarakat meminta dewan dapat menyelesaikan permasalahan ini. Artinya limbah pengolahan sawit tersebut tidak lagi dibuang melintasi pemukiman dan persawahan warga. “Kami meminta dan berharap DPRD Sergai, khususnya FPPP dapat menyelesaikan kasus pencemaran lingkungan ini. Ini penting guna mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan,” terang Sugiatik menirukan permohonan warga. Setelah menerima aspirasi warga, Sugiatik kini juga anggota Komisi B DPRD Sergai yang menangani bidang perkebunan, langsung melakukan peninjauan bersama beberapa warga. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa memang terlihat pembuangan limbah ke parit melintasi pemukiman dan persawahan warga, menimbulkan bau menyengat dan air berubah warna kehitam-hitaman. Menyikapi hal itu, Sugiatik menegaskan ia bersama FPPP DPRD Sergai akan memperjuangkan aspirasi warga. Apalagi Sugiatik terpilih dari daerah pemilihan (Dapil) 4 meliputi desa Kuta Baru dan Paya Lombang. Selain itu, Sugiatik juga merupakan putra daerah yang lahir, besar dan tinggal di Desa Paya Lombang. “Secara pribadi dan partai, saya akan memperjuangkan aspirasi mereka dan dalam waktu dekat DPRD akan memanggil pihak-pihak terkait melalui komisi B,” ujar Sugiatik

KPU Dinilai Tak Pahami Peraturan

Komisi Pemilihan Umum (KPUD) Kota Medan, sebenarnya berlum berhak melakukan tahapan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kota Medan. Baik pembentukan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan penyampaikan Daftar Pemilihan Tetap (DPT). Kalaupun KPUD ngotot melaksanakan tahapan pilkada, prose situ menabrak prosedur pelaksanaan tahapan pilkada sebagaimana telah diatur dalam undang-undang. Dan itu membuktikan KPUD Kota Medan sebenarnya tidak memahami aturan main yang tertuang dalam peraturan penundang-undangan yang berlaku. Peraturan perundang-undangan dimaksud diantaranya, PP RI No 6 tahun 2006 tentang pemilihan, pengesahan dan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah. UU No 32 tahun 2004 tentang penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepada daerah yang telah diubah dengan lahirnya UU No 22 tahun 2008 dan PP No 4 tahun 2008 perubahan atas UU 22 tahun 2008. “Jika mengikuti aturan dalam berbagai peraturan tersebut, sebenarnya KPUD Kota Medan, belum berhak melaksanakan tahapan pilkada. Atau lebih tepatnya belum waktunya melaksanakan tahapan pilkada,”kata anggota Komisi A DPRD Kota Medan Abdul Rani SH kepada KPK Pos, belum lama ini saat ditemui di gedung dewan. Dijelaskan Abdul Rani, dalam PP No 6 Tahun 2005 pada Bab II pasal 2 ditegaskan, bahwa persiapan Pilkada mempunyai tahapan. Di antaranya masa persiapan pemilihan. Pertama adanya pemberitahuan tentang berakhirnya masa periodesasi jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh DPRD kepada kepala daerah. Lalu DPRD memberitahukan kepada KPUD tentang berakhirnya masa periodesasi kepala daerah dan wakil kepala daerah. Atas pemberitahuan DPRD itu, maka dilakukan perencanaan penyelenggaraan, meliputi penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan pilkada. Selanjutnya KPUD melakukan pembentukan panitia pengawas, PPK, PPS dan KPPS dan dilanjutkan dengan pendaftaran pemantau pemilihan. Setelah proses ini berjalan, pada ayat 2 dilakukan penjaringan atau pembentukan panitia pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d, dilakukan tahapan pemilihan panitia pengawas pilkada. Waktunya paling lambat 21 hari setelah disampaikannya pemberitahuan dari DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a, dan huruf b. Kemudian pada ayat 3, DPRD harus sudah membuat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 , selambat-lambatnya 3 hari sejak diputuskan harus sudah disampaikan kepda KPUD dan kepala daerah. Lalu pada pasal 3 ayat 1 disebutkan berdasarkan pemberitahuan DPRD, sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat 1 huruf a dan b, kepala daerah menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan selambat-lambatnya 30 hari setelah pemberitahun DPRD. Berdasarkan pemberitahuan DPRD, KPUD menetapkan perencanaan penyelenggaraan meliputi penetapan tata cara dan jadwal tahapan pelaksanaan pilkada, pembentukan panitia pengawas, PPK, PPS dan KPPS dan pendaftaran pemantau pemilihan. Tahapan-tahapan inilah yang dinilai Abdul Rani tidak diikuti KPUD Medan. Apalagi, lanjut Abdul Rani terkait perekrutan anggota Panwas Pilkada Kota Medan. Untuk melaksanakan proses ini, sesungguhnya KPUD Medan tidak berhak melakukannya. “Bagaimana mungkin penyelenggaran pilkada merekrut dan menguji orang-orang yang akan menduduki pengawas kinerjanya,”kata Abdul Rani. Logika apapun yang digunakan KPUD Medan, ini sungguh tidak masuk akal. Atau memang KPUD Kota Medan ingin menempatkan ‘orang-orangnya’ menjadi panwas pilkada, sehingga pengawasan pelaksanaan pilkada nantinya tidak seperti diharapkan masyarakat. Sejalan dengan itu, DPRD Medan menilai proses penjaringan panwas pilkada cacat hukum, karena memang KPUD Medan tidak berhak melakukannya. Karena itu proses penjaringan Panwas yang dilakukan KPUD Medan harus dihentikan atau akan menjadi sia-sia nantinya. Seharusnya, kata Abdul Rani, jika KPUD Medan ingin melaksanakan tahapan pilkada, termasuk penjaringan anggota panwas harus mengikuti prosedur dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Jangan karena inters lembaga, mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan diabaikan.

Selasa, 17 November 2009

FPPP Teken Angket Century

Fraksi PPP DPR memutuskan tidak dulu mendukung Hak Angket Bank Century yang dimotori FPDIP. Jika audit BPK belum rampung akhir November, PPP menjamin akan bergabung dalam kekuatan itu. "Fraksi PPP telah memberikan deadline akhir November ini. Kalau tidak dipenuhi oleh BPK, tak menutup kemungkinan PPP bergabung dalam Hak Angket Bank Century," kata Ketua PPP Hasrul Azwar di Jakarta. Sikap FPPP ini, menurut Hasrul, tidak disponsori siapa pun alias tanpa tekanan dari kekuatan politik mana pun. Namun, jika BPK masih mengulur waktu dalam mengaudit Bank Century, padahal sudah ada dugaan sindikasi pelanggaran pidana, maka hal itu patut dipertanyakan. " Ada apa dengan BPK? Ini kan artinya ada sesuatu, dan membuat publik semakin tak percaya pada lembaga pemerintah," ungkapnya. FPPP, lanjutnya, ingin menghormati aturan prosedural. Juga patuh pada amanat Komisi IX DPR periode lalu yang memutuskan menunggu hasil audit BPK. "Kita ingin menghormati prosedural. Amanat Komisi IX harus dihormati dong. Kita perlu punya kesabaran politik. Bukan kami tidak setuju terhadap Hak Angket Bank Century," tandasnya.

MENEMUKAN JEJAK PAHLAWAN….

Merdeka Atau Mati..! slogan perjuangan ini muncul dari besarnya semangat bangsa ini untuk lepas dari belenggu kolonialisme. Slogan ini juga pada akhirnya menyatukan kekuatan seluruh bangsa Indonesia agar tetap eksis mempertahankan kemerdekaan. Sebab kemerdekaan bukan hadiah, tapi perjuangan panjang penuh pengorbanan. Seiring perjalanan sejarah, bangsa ini telah mengecap kemerdekaan selama 64 tahun. Bangsa ini juga telah tumbuh dan berkembangan seiring perkembangan masyarakat dunia. Berbagai prestasi juga telah ditorehkan, secara regional maupun internasional. Itu semua terjadi, tidak lepas dari jasa-jasa para pahlawan. Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak lupa terhadap jasa-jasa para pahlawannya. Seperti bulan Oktober, pada setiap tahun dilangsungkan peringatan hari pahlawan yang jatuh pada setiap tanggal 10 Oktober. Meski harus diakui, belakangan ini peringatan hari pahlawan, cenderung hanya seremonial belaka. Sebab, semangat para pahlawan yang kini sudah terkubur tidak terimplementasi dalam pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara. Ironisnya lagi, seringkali dijumpai, para pahlawan yang masih hidup dan menjadi saksi hidup sejarah perjuangan para pahlawan, diabaikan. Mereka para pahlawan dalam setiap upacara hanya ‘dimanfaatkan’ sebagai pelengkap barisan. Kondisi ini menjadi bukti nyata, bangsa ini telah kehilangan jejak para pahlawan. Kehilangan jejak, karena semangat dan niat tulus para pahlawan memerdekaan bangsa ini hilang pada generasi berikutnya. Dulu para pahlawan berjungan sekuat tenaga dan rela mengorbankan apa saja demi kemerdekaan Indonesia. Mereka tidak pernah berpikir mau jadi apa setelah bangsa ini merdeka. Tidak pernah berpikir mau kerja apa, berapa penghasilan mereka atau jabatan apa yang akan mereka dapatkan. Semangat inilah yang kemudian tidak dimiliki generasi penerus bangsa ini, dan itupula yang membuat bangsa ini kehilangan jejak para pahlawannya. Para pahlawan yang telah gugur, kini mungkin menangis melihat kondisi bangsa ini. Bangsa yang kini memiliki deretan panjang pemasalahan. Bangsa yang kini mungkin sudah kehilangan arah dan tujuan, bangsa yang kini telah kehilangan jejak. Seperti layaknya seorang pemburu yang sudah kehilangan jejak buruannya. *** Jejak para pahlawan sebenarnya bisa lahirkan kembali jika seluruh anak bangsa mau urung rembuk guna meluruskan dan mengembalikan tujuan kemerdekaan yang telah diperjuangan para pahlawan. Tujuan itu telah nyata dan tegas diamanahkan dalam pembukaan UUD 1945 dan Pancasila. Pada pembukaan UUD 1945, disebutkan Pemerintahan Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Terdapat beberapa poin penting yang diamanahkan sebagai menjadi tugas dan tanggungjawab pemerintahan. Yakni melindungi Negara dari segala bentuk ancaman dan gangguan, melindungi seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Pancasila juga telah mengamanahkan dasar kehidupan berbangsa dan bernegara secara ril dan terpahami. Mulai dari Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang berkeadilan dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin hikmah kebijaksanaan permusyawaratan dan perwakilan, dan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, secara sederhana dapat dipahami bahwa bangsa ini menghormati seluruh kepercayaan rakyat. Lalu negara memiliki tanggungjawab penuh terhadap kelangsungan kehidupan beragama secara damai dan adil. Namun faktanya, seringkali negara melupakan kewajibannya. Bahkan berbagai kasus penistaan terhadap agama yang terjadi di negeri ini diakibatkan lemahnya perhatian. Setelah muncul gejolak di tengah-tengah masyarakat, baru negara turun tangan. Lahirnya nabi-nabi paslu dan ajaran sesaat menjadi bukti nyata betapa negara ini tidak memiliki semangat perjuangan memberikan jaminan keharmonisan kehidupan kerukunan beragama. Amanah sila kedua, kondisinya lebih parah lagi. Mungkin para pemimpin bangsa ini sudah kehilangan rasa kemanusiaan. Sehingga mereka-mereka para pemimpin tidak pernah merasa malu -atau mungkin karena urat malunya sudah putus- melihat rakyatnya. Kehidupan yang serba mewah dan berkecukupan membuat mereka mabuk. Mereka tidak pernah berpikir seperti apa nasib sebagian besar rakyat Indonesia yang hidup susah, melarat dan penuh penderitaan. Lalu dimana letak keadilan pada perspekti kemenusiaan. Kemudian jika dikaitkan antara kemanusiaan dan adab, tidak dapat dipungkiri semuanya kini sudah hilang. Adab dalam bahasa agama Islam berarti etika atau moral. Dan salah sati faktor penyebab kondisi bangsa seperti ini, karena pemimpinnya sudah membuang ‘etika dan moralnya’ yang pada akhirnya menghilangkan kepercayaan rakyat. Jika sudah demikian, pantas dan wajarlah, rasa kemanusiaan itu juga telah hilang. Berikutnya, persatuan Indonesia. Ini juga telah tercemari bahkan hampir saja menghancurkan Indonesia. Kita masih ingat gerakan rakyat aceh yang meminta berpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tidak hanya Aceh, beberapa daerah juga pernah terdengar meminta berpisah dari NKRI. Ini menjadi bukti nyata bahwa persatuan juga telah mengalami degradasi. Degradasi persatuan tentu tidak muncul begitu saja. Sebab, kemerdekaan bangsa ini merupakan buah dari persatuan seluruh rakyat Indonesia mengusir penjajah. Artinya kalau mau diurut, rasa oersatuan itu mulai hilang karena hilangnya jaminan pemerintah terhadap hak-hak rakyatnya. Baik hak konstitusi, politik, ekonomi, agama, sosial dan budaya.’ Ditambah lagi, hilangnya rasa kemanusiaan, matinya keadilan serta terbuangnya adab, etika dan moral. Diperkuat lagi dengan tidak terlasananya secara baik sila keempat yakni kerakyataan yang dipimpin hikmah kebijaksanaan permusyawaratan dan perwakilan. Kalua disederhanakan pemaknaan terhadap sila keempat ini adalah terkait dengan legislatif sebagai wakil rakyat yang bekerja bermusyawarah guna kepentingan rakyat. Seperti kita ketahui, tidak sedikit dari anggota dewan yang bersikap seolah-olah bukan wakil rakyat, tapi wakil partai politik. Padahal partai politik hanya sebagai wadah yang ditentukan konstitusi untuk mencalonkan kadernya untuk menjadi wakil rakyat. Harusnya pola pikir terbangun, ketika dipilih rakyat sebagai wakil keberadaannya harus mampu bermanfaat untuk rakyat. Karena sesungguhnya rakyatlah yang memberikan mandat bukan partai politik. Selanjutnya, pada sila kelimat keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Amanah sila kelima ini lebih mengarah pada penegakan hukum. Sebagai negara hukum, bangsa inii telah menjadi hukuam sebagai panglima. Konsep ini sebenarnya sangat mulia dan yang terbaik, namun pada prakteknya seringkali hukum hanya menjadi alat. Alat bagi penguasa dan pengusaha. Contoh kasus yang terdekat adalah kisruh dugaan kriminalisasi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam kasus ini dapat dilihat proses hukum sudah dicampur aduk dengan proses lainnya. Belum penggalangan power people berkembangn begitu cepat diiringi perang opini. Jika kasus dugaan kriminalisasi KPK dibiarkan diselesaikan sesuai proses hukum, maka tidak perlu sejumlah tokoh ikut nimbrung memberikan pendapat dan komentar. Karena komentar apapun yang disampaikan tidak memberikan jaminan kasus tersebut akan tertuntaskan dengan baik dan berkeadilan. Presidenpun harusnya tidak perlu membentuk tim untuk melakukan klarifikasi dan fervikasi, toh tim yang dibentuk berdasarkan Keppres itu bukan lembaga peradilan yang mampu menyelesaikan kasus yang terjadi. Malah yang muncul kepemukaan tudingan adanya interfensi terhadap proses hukum, dan masuknya kekuatan politik dalam persoalan itu. Kondisi seperti ini tentunya lagi-lagi tidak menyelesaikan masalah, justru mungkin sebaliknya semakin memperumit dan menambah masalah. Lalu siapa yang akan memberikan keadilan tersebut. Dari sisi keadilan sosial, bangsa ini juga belum mampu merealisasikannya. Bahkan gap sosial terus bertambah curam, seiring perjalanan sejarah bangsa ini. Istilah yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin, rasa tepat menggambarkan kondisi masyarakat bangsa ini. Banyak oknum yang gajinya berasal dari uang rakyat dan harusnya melayani rakyat, malah minta dilayani oleh rakyat. Mereka-mereka yang hidupnya sudah dijamin negara, ternyata malah berbuat yang merugikan negara. Atau mereka yang mendapat mandat dari rkayat, kemudian mengibuli rakyat. Lalu keadilan sosial seperti apa yang didapatkan rakyat. *** Kondisi di atas menunjukkan sesungguhnya para pemimpin dan elit bangsa ini telah kehilangan jejak semangat para pahlawan. Semangat yang lahir dari hati sanubari memerdekaan bangsa dan negara dari kekejaman kolonial, penindasan dan keterpurukan. Semangat yang tidak akan hilang walau diterpa panas dan hujan serta putaran waktu yang terus berjalan. Sudah saat seluruh pemimpin dan elit bangsa ini serta rakyat Indonesia melakukan perenungan dalam rangka evaluasi. Melakukan rekonsiliasi guna menata ulang semangat mencerdaskan dan memakmurkan seluruh rakyat Indonesia. Menata ulang regulasi yang menjamin keberlangsungan kehidupan beragama secara damai dan harmonis. Manata ulang rasa kemanusiaan yang berkeadilan, sehingga terlahir kembali adab yang terbukti dengan penerapan etika dan moral. Menata ulang persatuan dan kesatuan yang berserakan dengan mengedepankan hukum sebagai panglima tertinggi. Menata ulang makna akan keberadaan kehidupan berpolitikn dalam bingkai kerakyatan yang dipimpin hikmah kebijaksanaan permusyawaratan, menata ulang keadilan sosial. Menata ulang tujuan dan target dalam mengisi kemerdekaan sebagai bagian meneruskan jejak semangat para pahlawan. Bila ini dilakukan, maka jejak semangat para pahlawan yang meski kini mereka tinggal tulang belulang yang berserakan, lahir kembali. Lahir pada setiap diri pemimpin dan elit bangsa dan lahir disetiap jiwa dan raga rakyat Indonesia. Dengan demikian muncul harapan baru Indonesia akan tetap maju dan para pahlawan tersenyum bangga melihat para penerusnya bangkit mewujudkan cita-cita mereka, Indonesia yang cerdas, aman dan makmur. Amin. (Penulis adalah Aktivis Forum Indonesia Muda (FIM), Pengurus DPC PPP Kota Medan).

Kamis, 29 Oktober 2009

REVOLUSI HINGGA REFORMASI KAUM MUDA

PENDAHULUAN Pemuda adalah bagian penting dari perjalanan bangsa, sehingga tidak salah lagi jika dikatakan bahwa pemuda adalah urat nadi bangsa yang turut ambil bagian dalam community development dari zaman pra-kemerdekaan hingga pasca reformasi. Banyak hal yang telah ditorehkan pemuda dalam perjalanan bangsa, termasuk dalam pembangunan nasional, hanya saja perlu target yang ditetapkan agar pemuda tidak keluar dari rel cita-cita nasional. Secara definitif, banyak pengertian untuk menggambarkan terminologi pemuda, dimulai dari sudut pandang usia, fisik, psikologis, biologis, ideologis, demografis, hingga pada sudut watak dan pola pikir. Namun secara kualitatif, pemuda memiliki idealisme yang murni, dinamis, kreatif, inovatif, dan memiliki energi yang besar bagi perubahan sosial. Idealisme yang dimaksud adalah hal-hal yang secara ideal mesti diperjuangkan oleh para pemuda, bukan untuk kepentingan diri dan kelompoknya, tetapi untuk kepentingan luas demi kemajuan masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan secara kuatitatif, pemuda adalah penyumbang terbesar dari jumlah penduduk Indonesia. Peran pemuda dalam kehidupan bangsa sesungguhnya sudah tidak terbantahkan lagi. Dilihat dari perspektif historis, pemuda merupakan elemen stretegis dalam perjuangan mencapai maupun mengisi kemerdekaan. Pemuda, dalam konteks ini biasanya adalah mereka yang terwadahi dalam organisasi-organisasi kepemudaan. SEJARAH PERGERAKAN PEMUDA DI INDONESIA Dekade 1908-1918, disebut sebagai awal Kebangkitan Nasional, kondisi ini lahir akibat situasi baik nasional mapun internasional, hingga pada tanggal 20 Mei 1908 pemuda berhasil mendirikan Boedi Oetomo. Disinilah titik awal berdirinya perkumpulan-perkumpulan yang menjurus kepada nasionalisme dan patriotisme. Karena setelah berdirinya Boedi Oetomo diikuti dengan berdirinya perkumpulan-perkumpulan dan pergerakan di masyarakat, antara lain: Serikat Dagang Islam tahun 1905, Indische Party tahun 1912, Muhammadiyah tahun 1912, Serikat Islam tahun 1912, Nahdhatul Ulama tahun 1926. Dekade 1918-1928, pada dekade ini pemuda mendirikan beberapa perkumpulan pemuda baik di pulau Jawa maupun di luar pula Jawa, seperti Jong Java, Jong Sumatra, Jong Ambon, Jong Pasundan, Jong Batak, Pemuda Betawi dan lain-lain. Perkumpulan ini juga diikuti oleh perkembangan organisasi pemuda Hindia Belanda yang sekolah di luar negeri. Para pemuda inilah yang mengadakan Kongres Pemuda I tahun 1926 yang mencanangkan suatu organisasi pemuda tingkat Nasional, maka ditetapkan pelaksanaan Kongres Pemuda II pada tanggal 26-28 Oktober 1928 di Batavia. Kongres Pemuda II menghasilkan kesimpulan, bahwa jika bangsa Indonesia ingin merdeka, maka bangsa Indonesia harus bersatu. Untuk itu, mereka mengikrarkan sumpah pada akhir Kongres Pemuda II yang dikenal dengan Sumpah Pemuda, dan ditutup dengan lantunan lagu Indonesia Raya untuk yang pertama kalinya. Sumpah Pemuda meletakkan dasar yang kokoh bagi kemerdekaan bangsa Indonesia. Sepak terjang Sumpah Pemuda juga tercatat mengesankan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan dan mengobarkan semangat dan aktualisasi nasionalisme. Pada dekade 1928-1938, Kolonial Belanda mulai menangkapi pemimpin-pemimpin organisasi kepemudaan yang dinilai vokal, tokoh-tokoh tersebut dibuang dan diasingkasn dari rakyatnya. Akan tetapi semangat untuk merdeka tidak pernah padam dan malah bertambah subur berkat Sumpah Pemuda. Pada dekade ini pula muncul organisasi sayap yang mengkhususkan pada gerakan pemuda, misalnya Pemuda Ansor tahun 1934, Pemuda Muhammadiyah tahun 1932, Pemuda Muslimin tahun 1932, dan Nasyiatul Aisyiyah tahun 1931. Dekade 1938-1948, ditandai dengan muncul multi partai yang berjuang di parlemen dan di masyarakat. Hal ini menandakan bahwa bentuk perjuangan bangsa Indonesia lebih berkonsentrasi pada bentuk pemikiran dibanding dengan bentuk perlawanan fisik. Namun pecahnya Perang Asia Timur Jaya pada tahun 1942 dan Jepang masuk menguasai Nusantara, menyebabkan perjuangan pemuda kembali pada bentuk fisik. Jepang yang menjanjikan kemerdekaan Indonesia, justru mengalami kekalahan setelah bom atom meledak di Hiroshima dan Nagasaki. Situasi dimanfaatkan pemuda untuk mendesak tokoh-tokoh nasional agar segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, yang akhirnya dibacakan oleh Soekarno dan Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Dekade ini juga melahirkan ragam bentuk organisasi kepemudaan, seperti Gerakan Pemuda Islam (1945), Ikatan Putra Putri Indonesia (1945), HMI (1947), Pemuda Islam (1947), Angkatan Puteri Al-Washliyah (1947), Pemuda Demokrat (1947), Pemuda Katolik (1947), PMKRI (1947), Pelajar Islam Indonesia (1947) dan GAMKI (1948). Konsentrasi perjuangan pemuda pada dekade 1948-1958, masih berbentuk perjuangan fisik hingga berlangsungnya Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun 1949. Atmosfir perjuangan bangsa Indonesia pasca kemerdekaan, ternyata melibatkan pemuda dalam perjuangan ideologi guna mencari identitas bangsa. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya organisasi-organisasi pemuda sebagai underbow partai politik tertentu, atau afiliasi politik kaum muda terhadap partai tertentu. Dekade 1958-1968, beberapa organisasi pemuda yang lahir adalah Generasi Muda Mathla’ul Anwar (1956), PMII (1960), IMM (1964), Gema Budhis (1968) dan lain-lain. Masa revolusi 1966 adalah puncak gerakan pemuda pada dekade ini guna memperjuangkan perubahan nasional. Pemuda terlibat secara langsung dalam konflik fisik, seperti terhadap kader-kader PKI. Pemuda mendukung penuh saat Soeharto diangkat sebagai pejabat Presiden RI, kendatipun belakangan dukungan pemuda terpecah sebagai akibat dari politik pecah belah Orde Baru. Peranan Pemerintah terhadap pemuda pada dekade 1968-1978 dengan membentuk Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga. Komite Nasional Pemuda Indonesia berdiri pada tahun 1973 yang awalnya bertujuan untuk memudahkan Pemerintah dalam memonitor pergerakan pemuda dan mahasiswa di Indonesia. Menghadapi kondisi ini, beberapa organisasi pemuda/mahasiswa membentuk Kelompok Cipayung, untuk membentuk opini bersama dalam menghadapi kebijakan pemerintah, mereka adalah HMI, PMII, PMKRI, GMNI dan GMKI. Gerakan pemuda kembali terkonsolidasi secara nasional pada tahun 1973-1974, Peristiwa Malari 1974 adalah puncak gerakan pemuda sebagai respon atas kebijakan Pemerintah Orde Baru yang tidak transparan. Akhirnya Pemerintah Orde Baru mengekang kebebasan pemuda/mahasiswa agar tidak terlibat aktif dalam kegiatan politik dengan menerapkan kebijakan NKK-BKK pada tahun 1978. Dekade 1978-1988, adalah puncak kekuasaan Pemerintahan Orde Baru. Pemerintah dengan memberlakukan asas tunggal Pancasila. Organisasi pemuda yang terkena imbas kebijakan tersebut terpaksa menerima asas tunggal agar tidak tergusur oleh aturan pemerintah, sementara yang tidak menerima terpaksa bergerak di bawah tanah agar tetap eksis, meski harus berurusan dengan intel pemerintah. Kebijakan asas tunggal ini ternyata efektif memecah gerakan pemuda/mahasiswa. Seperti HMI misalnya, terpecah akibat asas tunggal Pancasila menjadi HMI (Dipo) dan HMI (MPO), atau PII yang terbonsai akibat menolak asas tunggal Pancasila. Pada dekade 1988-1998, krisis moneter ternyata menyebabkan terkonsolidasinya gerakan pemuda dan mahasiswa secara nasional, yang yang disebut dengan gerakan reformasi, yang menuntut reformasi total atas krisis multidimensi Indonesia. Gedung DPR/MPR berhasil diduduki mahasiswa dan pemuda hingga tumbangnya rezim Orde Baru. Reformasi juga melahirkan multi partai politik dan memberikan kesempatan kepada pemuda untuk membentuk dan menjadi fungsionaris partai, serta terlibat langsung dalam perebutan kursi di parlemen. Pada dekade 1998-2009, selain organisasi kemahasiswaan, beberapa organisasi pemuda telah merambah ke dalam dunia kampus, juga diikuti dengan organisasi sayap partai yang go to campus. Perkembangan organisasi pemuda dan mahasiswa tidak hanya sampai di sutu, pada dekade ini juga muncul beragam organisasi pemuda dan mahasiswa yang berbasis kedaerahan. Pemilu tahun 1999, 2004 dan 2009 adalah momentum tampilnya pemuda di kursi legislatif, baik di daerah maupun di pusat. Tahun 2008 adalah seratus tahun (satu abad) peringatan Kebangkitan Nasional, sejarah mencatat bahwa pemuda memiliki peran strategis pada setiap babak sejarah Indonesia dalam upaya perubahan sosial. Namun hingga saat ini masih banyak tumpukan PR bangsa ini yang belum terselesaikan, dan menunggu sentuhan tangan dingin pemuda. PEMUDA DALAM DIMENSI KEPEMIMPINAN Dengan semangat Boedi Oetomo, Sumpah Pemuda, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, dan semangat gotong royong ternyata mampu menyatukan persepsi pemuda dalam pembangunan nasional. Walaupun organisasi kepemudaan yang tampil hari ini, lahir dari kedaerahan, kesukuan dan latar belakang yang berbeda, namun merupakan kekayaan dan potensi pemuda yang harus dikembangkan dalam bingkai multikulturalisme, sehingga pemuda memiliki kemampuan mengelola pluralisme kebangsaan. Dalam dimensi kepemimpinan, sejarah Indonesia mencatat bahwa bangsa ini juga pernah dipimpin oleh pemuda. Sebut saja beberapa diantaranya adalah Soekarno (44 tahun) dan Hatta (43 tahun) pada saat disumpah menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Bung Syahrir (40 tahun) saat menjabat Perdana Menteri. Mohammad Natsir (40 tahun) saat menjabat Perdana Menteri. Jendral Besar Soedirman wafat pada usia 36 tahun, dan Soeharto (46 tahun) saat dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia. Maka, untuk memenuhi tuntan perkembangan paradigma kepemimpinan pemuda tesebut, pemuda dituntut untuk mempersiapkan diri dalam proses kaderisasi kepemimpinan bangsa. Kaderisasi tersebut merupakan urat nadi dari proses regenerasi setiap organisasi, sehingga setiap pemuda dipersiapkan untuk menjadi pemimpin bagi masa depan bangsanya melalui proses kaderisasi tersebut. Minimal pemuda harus memiliki sejumlah kriteria, antara lain kemampuan (ability) dan kapasitas (capacity). PEKERJAAN RUMAH PEMERINTAHAN BARU Persiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia telah dilantik di Gedung DPR/MPR pada tanggal 20 Oktober 2009, dan Presiden membentuk dan melantik Kabinet Indonesia Bersatu pada tanggal 22 Oktober 2009. Dimana artikulasi peran pemuda sangat terasa dalam menentukan pemerintahan baru ini, sehingga Pilpres kali ini dapat dilalui dengan suasana yang cukup damai. Situasi ini adalah langkah maju dari peran politik dan partisipasi pembangunan kalangan muda bangsa ini, dan ini harus dirawat secara sadar dan sungguh-sungguh. Untuk itu, selayaknyalah pemerintah memberikan akses, peluang dan ruang yang luas bagi pemuda untuk berperan aktif dalam pembangunan nasional beradasarkan kapasitasnya. Minimal pemerintah tanggap terhadap problem yang dihadapi pemuda, sehingga ada stimulasi untuk lebih kreatif dan inovatif demi terciptanya pemuda yang berkarakter. Diskusi-diskusi kepemudaan akan menjadi menarik jika dilaksanakan secara simultan bersama dengan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Dalam pengertian bahwa diskusi-diskusi tersebut tidak hanya ditanggapi oleh Menteri Kepemudaan dan Olah Raga saja, karena pemuda juga memiliki kompetensi yang sangat luas, ada di bidang ekonomi, sosial kemasyarakatan, akademisi, politisi, pelaku usaha, dan lain sebagainya. Lebih dari itu, pemerintah harus berani melahirkan Indonesian Youth Summit yang merupakan puncak pertemuan pemuda untuk menemukan konsep-konsep pemuda dalam pembangunan, baik dalam bidang ekonomi, politik, ketahanan nasional, sosial kemasyarakatan, pendidikan, maupun dalam bidang kesehatan. Idealisme pemuda serta jiwa integralisme pemuda akan terbangun dan terasah melalui kesempatan dan peluang yang diberikan Pemerintah. Tentu saja jiwa idealisme dan integralisme tersebut akan melahirkan pemuda yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah. Maka, pemerintah tidak perlu takut terhadap sikap kritis pemuda yang sedikit tajam itu, karena sikap kritis pemuda tersebut merupakan feed back dan asset bagi pembangunan nasional. PENUTUP Jika kesadaran dan idealisme terhadap perubahan menjadi komitmen bersama di kalangan pemuda, maka pergerakan pemuda insya Allah tidak melahirkan demonstrasi gelombang masa yang berujung anarki, atau aksi pro dan kontra hingga menimbulkan bentrokan massa. Sehingga tantangan yang dihadapi pada saat ini adalah bukan semata-mata persoalan eksternal pemuda, tetapi internal pemuda sendiri yang tidak konsisten dalam memperjuangkan reformasi. Dalam konteks perwujudan pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good governance) keterlibatan gerakan pemuda menjadi sebuah keniscayaan, karena pemuda merupakan generasi masa depan yang mampu melihat kondisi bangsa disaat bangsa tidak mampu berbuat, dan melihat sesungguhnya bangsa ini mempunyai problem yang tidak sederhana. Karena pemuda memiliki sensitivitas yang tinggi, tentunya pemuda seharusnya mampu mengawal dan mengarahkan perubahan bangsa kearah yang lebih bermartabat. Wallahu a’lam bi shawab... (penulis adalah H Fadly Nurzal, S.Ag, Ketua DPW PPP Sumut dan Aktivifis 98.

Senin, 19 Oktober 2009

Pilkada 2010 ; Dua Kali Menjabat, Kepala Daerah Dilarang Maju

Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sumatera Utara Irham Buana Nasution menegaskan, KPU bersikap tegas terhadap aturan larangan kepala daerah yang sudah dua kali menjabat mencalonkan diri kembali. Aturan ini mulai dipraktikan pada pilkada tahun depan. “Kepala daerah yang sudah memangku jabatan dua kali, berturut-turut atau pun tidak, dilarang mencalonkan diri kembali. Baik di daerah tersebut atau pun di daerah lain,” kata Irham. Diungkapkan Irham, kepala daerah yang sudah dua kali masa jabatannya adalah Ali Umri, Walikota Binjai, Risuddin, Bupati Asahan, Tengku Milwan, Bupati Labuhan Batu, Abdul Hafiz Hasibuan, Walikota Tebing Tinggi, Monang Sitorus, Bupati Toba Samosir, Sahat Panggabean, Walikota Sibolga, Tuani Lumban Tobing, Bupati Tapanuli Tengah, DD Sinulingga, Bupati Karo, Amru Daulay, BUpati Mandailing Natal. "DD Sinulingga meski tidak berturut-turut, tetapi dia tercatat sudah dua kali menjabat, sehingga tetap tak bisa mencalonkan diri lagi," jelas Irham. Sementara itu, terkait arutan main pelaksanaan pemilihan kepala daerah di Sumatera Utara yang berlangsung di 23 kabupaten/kota pada tahun 2010 mendatang, Irham memastikan tetap mengacu pada aturan lama, yakni UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang sistem pemerintahan daerah. Lalu terkait sistem pemutakhiran data pemilih, KPU akan menggunakan Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilu presiden sebagai Daftar Pemilih Sementara (DPS) untuk pemilihan kepala daerah tahun 2010. Dituturkan Irham Buana, hasil rapat koordinasi di KPU pusat, dilakukan penyeragaman aturan teknis pelaksanaan pilkada tahun 2010. Penyeragaman dilakukan dengan mengacu pada UU No. 32 Tahun 2004. "Kami di daerah juga menggelar rapat menyeragamkan dan menyamakan persepesi tentang tata cara pemungutan dan penghitungan suara. Pilkada 2010 yang merujuk pada UU No 32 Tahun 2004 dan UU No12 Tahun 2008 membolehkan calon independen berpartisipasi dalam pilkada," kata Irham. Selain menyepakati aturan teknis pilkada, Irham menjelaskan, KPU kabupaten/kota akan berpegang pada DPT Pemilu Presiden sebagai DPS di pilkada. Soal daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) dari pemerintah yang biasa digunakan sebagai basis DPS, Irham mengatakan, pemerintah daerah tak perlu lagi repot menyusun DP4 karena sudah tersedia DPT pemilu presiden. "Proses pemutakhiran pemilihnya, KPU kabupaten/kota tetap harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Kami berharap, petugas pemutakhiran data pemilih diambil dari perangkat pemerintahan terkecil seperti RT atau RW," kata Irham. Beberapa aturan teknis yang diatur pada UU No 32 Tahun 2004 antara lain tetap digunakannya kartu pemilih, tata cara pemungutan suara masih dilakukan dengan mencoblos tanda gambar calon, dan syarat pendidikan calon yang harus disertakan adalah ijazah dari yang terendah sampai pendidikan terakhir. "Penggunaan kartu pemilih, punya aturan peralihan. Jika ada pemilih yang terdaftar dalam DPT tetapi tidak mendapatkan kartu pemilih, tetap berhak memilih dengan menunjukkan bukti KTP," kata Irham. Terkait tata cara pemungutan suara dengan pencoblosan dan bukan lagi pencontrengan seperti dalam pemilu legislatif dan pemilu presiden, Irham mengatakan, auran formal kembali ke ketentuan semula dengan mencoblos. Karena sampai saat ini belum ada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) atau revisi UU yang menegaskan tata cara pemungutan suara pilkada harus seperti Pemilu Legislatif atau Pemilu Presiden

Jika Jadi Menteri, SDA Siap Mundur dari Ketum PPP

Setelah sempat datang kepagian, Suryadharma Ali akhirnya 'diterima' Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Jika benar kembali jadi menteri, pria yang akrab disapa SDA itu pun siap meninggalkan jabatannya sebagai Ketua Umum PPP. "Kalau diperlukan (mundur dari Ketum PPP)," kata SDA usai tes wawancara dengan SBY dan Boediono di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (17/10/2009). Sebelumnya memang sempat terdengar kabar, para menteri di jajaran pemerintahan SBY jilid II tidak boleh menduduki jabatan penting di partai politik. Namun kabar itu masih belum dipastikan benar. SDA termasuk salah satu menteri dari gerbong Kabinet Indonesia Bersatu jilid satu yang akan dipilih SBY kembali. Saat ini, SDA menjabat sebagai Menteri Koperasi dan UKM.

Sabtu, 03 Oktober 2009

Pj Walikota dan Sekda ‘Dekat Tapi Jauh’

Jadwal pelaksanaan pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan tidak lama lagi. Sejumlah kandidat yang sudah memasang nawaitu untuk ikut bertarung merebut kursi Medan-1 pun sudah mulai mengambil ancang-ancang. Namun ada kondisi ironis tapi juga menggelikan, yakni hubungan antara Pj Walikota Medan Drs H Rahudman Harahap dengan Sekda Kota Medan H Tengku Dzulmi Eldin. Ironis karena disebut-sebut hubungan kedua petinggi di Pemko Medan itu tidak lagi harmonis. Lucu, atasnama berebut pengaruh, keduanya menggelar atraksi dagelan politik dengan tabur pesona lewat baliho atau spanduk (Iklan Politik,red). Imbasnya masyarakat bingung melihat tingkah polah para pemimpin di kota ini. Lihatnya Baliho kedua pejabat itu yang terletak di Simpang Jalan Kapten Maulana Lubis, Jl Ahmad Yani ( Kesawan), dan di Jalan Diponegoro Medan. Hanya beberapa meter, spanduk Rahudman Harahap berkibar tidak jauh dari spanduk Dzulmi Eldin. Meski dibeberapa titik di wilayah kota Medan ada baliho yang memuat foto keduanya. Seorang warga yang melintas kawasan di Jalan Diponegoro, sambil melihat kedua spanduk itu mengatakan “Lucu ya, spanduk pak Sekda dan Pak Pj Walikota terpisah, apa yang terjadi dengan mereka,”ucapnya dengan nada polos. Saat ditanya KPK Pos, apa yang warga pikirkan saat melihat spanduk itu. Warga itu mengatakan, kalau gara-gara Pilkada mereka bertingkat seperti itu, bagi saya lucu. Sebab masyarakat saja yang akan memberikan suaranya tidak bertingkah seperti mereka,”katanya. Lalu kalau disuruh memilih, antara Pj Walikota dengan Sekda Medan, warga yang mengaku tinggal di daerah Medan Barat itu mengaku lebih memilih Sekda Kota Medan. Alasannya, kalau Pj Walikota ikut mencalonkan diri, ditakutkan terjadi penekanan (intervensi,red) kepada aparatur ditingkat bawah. Memang lompatan politik yang dilakukan Rahudman Harahap mengundang pro kontra di tengah masyarakat. Upaya sosialisasi diri yang dibungkus dengan pembuatan baliho ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1430 H, mendapat penilain miring dari masyarakat. Pasalnya selain menghamburkan uang rakyat, tindakan itu juga dinilai bagian dari kampanye tersulubung yang dilakukan Rahudman Harahap. Bahkan pada setiap momen, baliho-baliho Rahudman akan terus menghiasi disetiap sudut kota. Kita lihat saja pada bulan haji, natal dan tahun baru nanti. Diprediksi baliho-baliho mantan Sekda Kab Tapanuli Selatan itu akan muncul lagi. Apa yang dilakukan Rahudman Harahap dan Dzulmi Eldin adalah gambaran yang menunjukkan ketidak kompakkan mereka kepada masyarakat. Padahal Pilkada Walikota Medan baru akan dilakukan pada Juni 2010 mendatang. Seperti hasil keputusan KPU Kota Medan yang menetapkan Pilkada Kota Medan akan dilaksanakan pada 16 Juni 2010. Tanggal itu ditetapkan berdasarkan UU No 12 tahun 2008 tentang penentuan tanggal pelaksanaan pemungutan suara. “Penetapan tanggal pilkada kota Medan ini didasarkan pada Undang-Undang (UU) nomor 12 tahun 2008 yang merupakan perubahan dari UU Nomor 32 Tahun 2004, pasal 86 tentang penentuan hari pemungutan suara yakni 30 hari sebelum berakhirnya masa jabatan kepala daerah,” ujar ketua KPUD kota Medan, Evi Novida Ginting, kepada wartawan di Medan. Ketua KPU juga menjelaskan pihaknya segera menuyusun pedoman teknis dan jadwal pelaksanaan Pilkada, sebagaimana yang diatur peraturan KPU No 11 tahun 2007. “November mendatang, KPUD Medan akan segera menyiapkan susunan program teknis, baik itu tahapan non program maupun tahapan program pelaksanaan Pilkada 2010 yang menyangkut pembentukan adhoc KPU seperti Panwas, PPK, PPS dan PPDP, pemutakhiran data pemilih dan tata cara pencalonan,” ungkapnya. Di tempat terpisah anggota KPUD Kota Medan divisi sosialisasi, Rahmat Kartolo Simanjuntak menyampaikan pendaftaran bakal calon (balon) walikota Medan kemungkinan akan dilakukan Januari atau Febuari 2009. Pendaftaran itu terbuka untuk umum, tapi bagi PNS harus mengundurkan diri dari jabatannya 6 bulan sebelum pemilihan. Surat pengunduran PNS itu harus disertai persetujuan dari atasannya langsung. Contoh, jika Sekda Kota Medan Dzulmi Eldin mendaftar untuk maju sebagai kandidat, maka harus ada persetujuan atasan. Yakni walikota, gubernur dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Itu sudah diatur dalam Peraturan KPU No 15 tahun 2008 yang didukung SK Mendagri. Hal yang sama, tambah Rahmat, juga berlaku bagi Pj walikota Medan, yang diisukan akan maju dalam pilkada, tentunya dirinya harus mengundurkan diri yang harus diikuti dengan persetujuan Mendagri

PPP : Perppu Tak Preteli KPK

PPP menganggap Perppu Plt KPK bukan untuk melemahkan fungsi dan kewenangan lembaga pemberantasan korupsi itu. Tidak akan ada kekuasaan yang melenceng dari pelaksanaan Perppu itu, selama menjamin dua hal penting. Apa saja? "Saya kira bukan demikian (preteli), tapi terlepas dari apakah melemahkan KPK atau tidak, pada prinsipnya harus menjamin dua hal penting," kata Ketua FPPP Lukman Hakim Saefuddin di Jakarta, Jumat (25/9). Lukman mengatakan, Perppu itu akan melemahkan KPK atau tidak amat tegantung dengan 2 hal. Pertama, tiga Plt KPK yang ditunjuk bersifat hanya sementara sampai dengan tiga pimpinan KPK yakni Antasari Azhar, Chandra M Hamzah, dan Bibit Samad Riyanto mendapat kepastian hukum. Bisa saja ketiga pimpinan KPK itu dibebaskan atau malah jadi terdakwa. "Kedua adalah soal integritas dan kredibilitas ketiga Plt tersebut benar-benar dapat dipertanggungjawabkan," tuturnya. Selama kedua hal penting itu terjamin, maka Perppu Plt KPK tidak akan mengkerdilkan lembaga yang disebut cicak itu. Lukman mengimbau agar semua pihak berpikir positif terhadap kebijakan presiden dalam upaya untuk menyelamatkan KPK.

Drs H Hasrul Azwar Ketua FPPP DPR RI

PPP dalam rapat pleno DPP, Rabu (30/9) telah menetapkan Sekjen DPP PPP Irgan Chairul Mahfiz sebagai Ketua Fraksi PPP periode 2009-2014. Keputusan tersebut diambil secara aklamasi. "Keputusan rapat pengurus harian DPP PPP secara aklamasi menetapkan Ketua Fraksi PPP di MPR adalah Irgan Chairul Mahfiz," ujar Wasekjen DPP PPP M Romahurmuziy. Selain menetapkan Irgan sebagai Ketua Fraksi di MPR, PPP juga menetapkan Lukman Hakim Saefuddin sebagai Calon pimpinan MPR dari PPP. Pemilihan Lukman juga dilakukan secara aklamasi. "Sedangkan untuk Ketua Fraksi PPP di DPR, rapat menetapkan Hasrul Azwar juga secara aklamasi," ungkapnya. Rapat DPP itu, sambungnya, dipimpin langsung oleh Ketua Umum PPP Suryadharma Ali. Dalam rapat tersebut dihadiri oleh 27 dr 37 pengurus harian DPP. "Yang hadir antara lain Waketum Chozin Chumaidy, Sekjen Irgan Mahfiz dan Korbid politik Akhmad Muqowam," pungkasnya.

Senin, 28 September 2009

LABEL HALAL, BUKAN LABEL HARAM

Terminologi ‘halal’ dan ‘haram’ memang lekat dengan Islam, tapi setiap agama memiliki kriteria halal dan haram-nya masing-masing. Dalam agama Yahudi dikenal kata ‘kosher’, mirip dengan halal, namun kriterianya berbeda. Seperti juga Umat Islam, orang-orang Yahudi juga cukup berhati-hati terkait dengan makanan yang dikonsumsi. Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim, sampai saat ini belum memiliki peraturan atau Undang-undang yang tegas mengatur tentang label halal. Karena itu makanan yang beredar di pasaran, dapat dikategorikan syubhat. Mengapa syubhat? karena memang meragukan, tidak ada jaminan makanan tersebut halal. Halal dimaksud memiliki pengertian yang sangat luas, yakni halal dari segi bahan, proses, dan cara memperolehnya, hingga pada akibat mengonsumsinya. Ternyata sejumlah pasar di Indonesia, baik restoran, rumah makan, tempat pemotongan hewan, maupun pasar tradisional belum sepenuhnya memberikan jaminan halal terhadap produk yang mereka pasarkan. Permasalahannya tidak semua umat muslim memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengetahui apakah pagangan dan barang yang akan dikonsumsinya halal 100 persen. Bagi setiap muslim, pengetahuan tentang kehalalan produk makanan yang akan dikonsumsinya sangat penting, karena terkait ketenangan hati dalam melaksanakan aktivitas penghambaan dirinya kepada Allah. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk mengonsumsi makanan dan minuman yang halal dan baik, termasuk barang-barang yang digunakan dalam kehidupan. Itulah pula sebabnya kehalalan produk makanan, minuman dan barang-barang mendapatkan perhatian serius dalam Islam. Alqur’an secara tegas telah memberikan pengaturan tentang makanan dan minuman. Telaah tentang kehalalan panganan dan/atau barang tidak saja terhenti demi kesehatan, jauh dari itu, kehalalan panganan atau barang yang dikonsumsi sangat terkait dengan penciptaan perilaku manusia. Artinya mengonsumsi panganan dan barang yang jelas kehalalannya, akan melahirkan perilaku manusia yang baik pula. Dari sudut pandang akidah, mengonsumsi panganan dan barang yang halal merupakan ibadah bagi umat muslim. Jika seluruh umat Islam, penduduk mayoritas Indonesia mengonsumsi panganan dan barang yang halal, sama artinya pemerintah sedang mempersiapkan masyarakat yang berperilaku baik. Jika alur pikir ini yang digunakan sesungguhnya pengesahan Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU-JPH) harus disegerakan untuk menjadi UU, demi keselamatan masyarakat Indonesia. Perlu dipahami, pembentukan UU JPH sebagai payung hukum yang mengatur tentang label halal, bukan dalam rangka memenangkan masyarakat mayoritas dan mengalahkan warga minoritas, dan bukan pula mengunggulkan satu agama dan mengkerdilkan agama lain. Sesungguhnya pengaturan label halal merupakan jaminan hukum untuk melindungi hak-hak warga negara. Bagi masyarakat yang tidak membutuhkan label halal, silahkan. Namun bagi masyarakat yang membutuhkan jangan pula dihalangi untuk mendapatkan jaminan halal. Merugikan Umat Ketiadaan jaminan label halal terhadap produk panganan dan barang, sesungguhnya sangat merugikan masyarakat muslim. Keresahan itu tampak nyata pada saat menjelang bulan Ramadhan dan Syawal. Momentum seperti ini kerap sekali dimanfaatkan oknum pedagang dengan menjual panganan dan barang yang tidak jelas halal-haramnya, bahkan kadaluarsa. Padahal umat Muslim dalam mengonsumsi makanan, minuman serta produk-produk lainnya membutuhkan jaminan keselamatan, baik jaminan keselamatan jasmani, rohani maupun keselamatan akidah. Secara umum ada tiga katagori makanan yang dikonsumsi manusia, yakni; nabati, hewani, dan bahan penolong untuk produk olahan. Pada prinsipnya semua bahan panganan adalah halal kecuali yang diharamkan syari’at Islam. Padangan Islam terhadap panganan tidak hanya halalan saja, namun juga harus thayyiban. Dalam beberapa ayat Alquran, kata halalan selalu diiukuti dengan kata thayyiban, hal ini menunjukkan masyarakat Muslim harus mengonsumsi panganan yang halalan dan thayyiban dari sisi zat, proses produksi, distribusi, tujuan produksi, hingga pada akibat menkonsumsi panganan tersebut. Panganan yang halal dari segi zatnya dapat menjadi haram, ketika cara memproduksi dan tujuan mengonsumsinya melanggar ketentuan-ketentuan syara’. Konsumen dalam Islam, tidak semata-mata mengonsumsi kebendaan hanya didasarkan pada rasionalisme semata, tetapi juga konsumen untuk kerohanian, sosial, dan lingkungan. Allah SWT memerintahkan kepada ummatnya, dalam hal ini konsumen, untuk mengonsumsi makanan yang baik, halal dan bermanfaat bagi manusia, juga memanfaatkan segala anugerah-Nya sebagai wujud ketaatan kepada-Nya. Karena itu pula, tujuan konsumen muslim dalam mengonsumsi panganan bertujuan untuk mengabdi dan merealisasikan tujuan yang dikehendaki Allah Swt. Fuqaha’ memberikan empat tingkatan bagi konsumen dalam mengonsumsi panganan, yakni: (1) Wajib, untuk menghindari dari kebinasaan. (2) Sunnah, agar mampu melaksanakan ibadah secara paripurna. (3) Mubah, sesuatu yang lebih dari sunnah sampai batas kenyang. (4) Makruh, melebihi batas kenyang dan menggangu aktifitas. (5) Haram, membahayakan keselamatan baik jasmani, rohani, dan akidah. Variasi produk panganan dan barang pada satu sisi memberikan manfaat bagi konsumen, karena kebutuhan akan produk yang diinginkan dapat terpenuhi, serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas produk yang sesuai dengan keinginan dan kemampuan. Pada sisi lain, fenomena tersebut mengakibatkan kedudukan produsen dan konsumen tidak seimbang, dimana daya tawar konsumen berada pada posisi yang lemah. Secara etis, setiap perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial (corporate social responsibility), yaitu kepedulian dan komitmen moral perusahaan terhadap kepentingan masyarakat, terlepas dari kalkulasi untung dan rugi perusahaan. Salah satu tanggung jawab sosial perusahaan tersebut adalah perlindungan terhadap konsumen. Perlindungan konsumen memiliki cakupan yang luas, meliputi perlindungan terhadap konsumen barang dan jasa, yang berawal dari tahap kegiatan untuk mendapatkan produk hingga sampai akibat-akibat dari pemakaian produk. Label adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan. Sedangkan makanan halal adalah pangan yang tidak mengandung unsur atau bahan yang haram atau dilarang untuk dikonsumsi umat Islam, baik yang menyangkut bahan baku pangan, bahan tambahan pangan, bahan bantu dan bahan penolong lainnya termasuk bahan pangan yang diolah melalui proses rekayasa genetika dan iradiasi pangan, dan yang pengelolaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum agama Islam. Terkait dengan keselamatan konsumen muslim, baik secara akidah, rohaniah maupun jasmaniah, dalam mengonsumsi makanan, minuman serta bahan olahan lain bergantung pada informasi produk tersebut. Maka informasi yang menyesatkan konsumen Muslim tentang kehalalan produk akan merusak keselamatan akidah, rohaniah dan jasmaniah konsumen Muslim tersebut. Hal ini pulalah yang mengaharuskan minuman serta bahan olahan lain harus memiliki label, baik label halal untuk dikonsumsi umat Islam maupun label haram untuk dikonsumsi selain umat Islam. Karena sesungguhnya antara halal dan haram harus jelas, maka produk minuman serta bahan olahan lain juga harus memiliki kepastian hukum apakah produk tersebut halal atau haram untuk dikonsumsi umat Islam. Bukankah hukum bertujuan untuk menciptakan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian? Selama ini pengaturan label halal hanya diatur dalam beberapa pasal diberbagai peraturan perundang-undangan saja, yakni: Pasal 34 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Pasal 8 ayat (1) huruf h Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan Pasal 10 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Kondisi ini pulalah yang melahirkan perbedaan sanksi atas penyalahgunaan label halal, sehingga bukan tidak mungkin akan menimbulkan kesulitan dalam penetapan sanksi yang harus diterapkan terkait dengan penyalahgunaan label halal. Jika Singapura yang berpenduduk mayoritas non-muslim dijadikan perbandingan dengan Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim, maka akan nyata bahwa perhatian Singapura terhadap warga Muslim cukup besar. Hal ini dibuktikan bahwa Singapura telah menetapkan Badan Sertifikasi Halal Singapura, Majelis Ulama Islam Singapura sebagai lembaga satu-satunya yang berwenang menerbitkan Sertifikat Halal, Hal ini terlihat dari keberadaan Sertifikat Halal MUIS telah terbit sejak tahun 1978. Bahkan di negara-negara sekuler sekalipun seperti Eropa telah mengatur tentang Label halal, hal ini menunjukan keseriusan mereka untuk melindungi hak-hak wargannya, khsusunya konsumen Muslim. Pemerintah Republik Indonesia menyerahkan kewenangan untuk menerbitkan Sertifikasi Halal kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Piagam Kerjasama Departemen Kesehatan, Departemen Agama, dan Majelis Ulama Indonesia Tahun 1996 tentang pelaksanaan pencantuman label halal pada makanan. Sedangkan pelaksanaan pencantuman Label halal menjadi kewenangan Departemen Kesehatan yang didasarkan atas hasil pembahasan bersama antara Departemen Kesehatan, Departemen agama dan Majelis Ulama Indonesia. Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU-JPH) yang sedang digodok DPR RI merupakan angin segar bagi masyarakat Islam di Indonesia, dengan harapan bahwa produk barang dan/atau jasa yang beredar nantinya harus melewati pemeriksaan apakah produk tersebut halal atau haram untuk dikonsumsi oleh masyarakat muslim. Terlepas dari perdebatan yang sedikit panjang tentang apakah sertifikasi halal diserahkan kepada Pemerintah atau tetap dipegang oleh MUI, namun kita semua berharap bahwa lembaga yang berwenang menerbitkan Sertifikasi Halal nantinya memiliki teknologi yang cukup, serta memiliki Tim Auditor yang kualified dan kompeten. Penggodokan RUU-JPH juga diharapkan terhindar dari conflict of intrest, yang dapat merugikan dan membahayakan konsumen muslim sendiri, sehingga dapat menjadikan fungsi pengawasan terhadap produsen menjadi lemah dalam hal penerbitan sertifikat halal. Karena kehalalan suatu produk merupakan kepentingan umat untuk mendapatkan haknya mengonsumsi barang dan/atau jasa yang berkualitas dan sehat yang diwajibkan oleh Syari’at Islam. Maka, biarkanlah DPR RI dan Pemerintah, secara bijak dan mendengarkan aspirasi masyarakat khususnya ummat Islam guna menyempurnakan menyempurnakan pembahasan RUU-JPH. Penutup Pada hakikatnya, kepedulian dan tanggung jawab perusahaan terhadap konsumen Muslim adalah wujud kepentingan untuk perusahaan itu sendiri guna mendapatkan keuntungan. Keuntungan tersebut diperloleh dari tanggung jawab dan kepedulian terhadap konsumen Muslim tersebut, yang direalisasikan dalam bentuk kepercayaan publik dan kemudian bergerak ke arah pemetikan hasil dari kepercayaan publik. Kehalalan produk pangan dan barang, biasanya konsumen merupakan golongan yang sangat rentan diekploitasi secara buruk oleh produsen, terlebih lagi terhadap konsumen muslim. Kondisi ini dapat meruntuhkan kepercayaan konsumen secara publik terhadap produsen, yang akhirnya merugikan pihak produsen sendiri, karena produknya tidak dikonsumsi lagi oleh konsumen. Pengaturan label halal sesungguhnya tidak dimaksudkan untuk mematikan ataupun melemahkan aktifitas produsen, tetapi justru sebaliknya. Sebab pengaturan lebel halal diharapkan mampu mendorong iklim dan persaingan usaha yang sehat, serta diharapkan dapat melahirkan perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan sehat melalui penyediaan barang dan jasa yang berkualitas. Label halal bukanlah hantu yang menakut-nakuti produsen ataupun virus yang mematikan produsen. Jadi, tidak perlu takut, karena yang dibutuhkan label halal bukan label Haram. wallahu a’lam bissawab…(Penulis : H Fadly Nurzal, S.Ag Ketua DPW Partai Persatuan Pembangunan dan Ketua Majelis Alumni Fakultas Syari’ah IAIN Sumut).

Sabtu, 26 September 2009

Hasrul Azwar : Dewan Gak Perlu 'Ngemis' dan 'Ngompas'

Hasrul Azwar : Dewan Gak Perlu ‘Ngemis dan Ngompas’ Dugaan masyarakat bahwa selama ini eksekutif masing ‘mengusai’ legislatif, mungkin ada benarnya. Maka tak heran saat berbicara kepentingan masyarakat, dewan lebih banyak manut kepada kekuatan eksekutif. Seiring dengan itu, sinyalir kalau anggota dewan sering ‘ngemis’ atau ‘ngompas’ esksekutif semakin nyata. “Sebenarnya kalau dewan melaksanakan tugas dan fungsinya secara baik dan konsisten, gak perlu ngemis atau ngompas eksekutif,”ujar Drs H Hasrul Azwar MM, anggota DPR RI yang terpilih untuk kedua kalinya pada acara Halal bi halal dan syukuran terpilihnya warga Kelurahan Suka Maju menjadi anggota legilstif, Jum’at malam, di Jalan STM Ujung Medan. Lebih lanjut Hasrul mengingatkan terutama kepada seluruh anggota DPRD dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), agar serius dalam melaksanakan tugas. Gaji yang telah diterima dapat dimaksimalkan dan dimanfaatkan dengan baik, sehingga tidak perlu mengemis atau mengompas pada eksekutif. “Ini sangat penting demi menjaga nama baik PPP sebagai partai islam,”tegasnya. Menurut Hasrul fungsi anggota dewan sebagai legislasi, bugeting dan pengawasan harus benar-benar dilkukukan dengan baik dan maksimal. Sehingga kinerja anggota dewan yang selama ini banyak disorot masyarakat dengan penilaian negative bisa dikembalikan menjadi penilaian positif. “Memang ke depan tugas dan tanggungjawab anggota dewan semakin berat, karena itu para anggota dewan yang terpilih harus mampu menunjukkan kerja terbaik,”ucapnya. Kemudian, para anggota dewan juga perlu mencitrakan diri dengan baik. Itu dapat diraih dengan terpeliharanya moral etika dan kesungguhan dalam membela aspirasi masyarakat. “Kita jangan seperti kata pepatah, lupa kacang pada kulitnya. Menemui masyarakat hanya sekali dalam 5 tahun, setelah itu melupakan usaha dan suara yang telah masyarakat berikan,”kata Hasrul yang sudah empat tahun menjabat sebagai ketua Komisi VIII DPR RI. Jika kita seperti itu lanjut Hasrul, maka sesungguhnya kita telah berbuat zalim kepada masyarakat. Pada akhirnya yang muncul citra buruk di tengah-tengah masyarakat. Sementara itu, Gubsu H Syamsul Arifin SE yang datang pada acara tersebut dalam sambutannya menyampaikan selamat atas terpilihnya warga Suka Maju menjadi anggota legisltif. Gubsu yang bertepatan merayakan ulang tahun yang ke 57 mengingatkan agar amanah yang diberikan masyarakat jangan disia-siakan. Gubsu yang mengaku sebagai bagian dari warga Suka Maju juga mengingatkan seluruh anggota legislatif agar tidak lupa bersyukur atas nikmat diperoleh. Bentuk kesyukuran itu harus bermanfaat bagi masyarakat dengan tetap menjaga dan menjalin hubungan silaturrahmi. Pada kesempatan itu, Gubsu juga mengingatkan para anggota legislatif agar tidak lupa pada kampong halaman sendiri. Sebagai warga Suka Maju, maka para legislatif harsu memperhatikan dan memperjuangkan aspirasi masyarakat. “Terkadang kita berjuang demi orang lain, tapi kira lupa memperjuangkan diri sendiri, kita sering berjuang untuk kampung orang lain, tapi kampung kita sendiri terlupakan. Padahal Tuhan telah mengingatkan agar kita menyelamatkan diri, keluarga baru masyarakat,”ucap Gubsu memberikan nasihat. Adapun warga Suka Maju yang terpilih menjadi legislatif adalah Drs H Hasrul Azwar MM (DPR-RI), H Fadly Nurzal, S.Ag (DPRD Sumut), H Mustafawiyah (DPRD Sumut) dan Ir H Ahmad Parlindungan (DPRD Medan). Hadir pada acara itu, Pj Walikota Medan Drs H Rahudman Harahap, MM, Sekda Kota Medan HT Dzulmi Eldin, mantan Pj Walikota Medan Drs H Afifuddin Lubis, M.Si, anggota DPRD dari Partai Persatuan Pembangunan dan masyarakat kelurahan Suka Maju

Senin, 14 September 2009

Selamat Datang Dewan Baru : “Jangan Jadi Kuda Tunggangan…”

Beberapa hari ke depan perhatian masyarakat Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan pada khususnya akan tertuju pada dua gedung yang merupakan aset paling berharga di Sumatera Utara. Yakni gedung DPRD Medan dan DPRD SU. Apa yang membuat hal ini terjadi? Tidak lain dan tidak bukan karena adanya satu even besar yang akan menjadi catatan sejarah Sumatera Utara dan Kota Medan. Even tersebut adalah pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang baru terpilih. Pelantikannya sendiri direncanakan pada tanggal 14 September untuk DPRD SU, berselang satu hari kemudian disusul DPRD Medan. Analis politik Sumatera Utara, warjio SS, MA memandang pelantikkan anggota dewan yang baru, baik itu DPRD Medan maupun DPRD Sumut akan segera dilakukan. Dengan catatan apabila tatacara hukum yang berhubungan dengan keanggotaan dan keterpilihan telah diselesaikan. Sebagai pengamat politik Sumatera Utara, Warjio juga mengharapkan dan meminta kepada seluruh elemen masyarakat untuk menghormati pelantikan. Bagi masyarakat, hormatilah pelantikan anggota dewan. Jangan ada demo-demo seperti yang terjadi di berbagai daerah. Apalagi pelantikan anggota dewan bertepatan dengan momentum bulan ramadhan. Kontoversi itu wajar terjadi di kehidupan demokrasi sebuah bangsa, namun secara etika kita juga harus menghormati orang-orang yang sedang menjalankan ibadah puasa. Apalagi baik secara langsung maupun tidak langsung demo yang apabila terjadi, pastinya akan menimbulkan efek negatif bagi semua. Menurut saya, seyogyanyalah pelantikan anggota dewan tidak terlalu bermewah-mewah. Karena nantinya apabila pelantikan yang berlangsung dengan suasana yang wah, kemungkinan akan menimbulkan polemik baru di masyarakat. Apalagi pembiayaan dari pelantikan anggota dewan bersumber dari dana yang tumpang tindih, dari pusat, daerah dan lain-lain. “Dari itu, pelantikan anggota dewan nantinya dilakukan sesederhana mungkin, dan bila hal ini dilakukan bisa menjadi alat untuk meredam aksi-aksi yang tidak diinginkan pada pelantikan nanti,” terang warjio. Saat berbincang dengan KPK POS, Warjio juga menunjukkan sebuah kekhawatirannya terhadap anggota-anggota dewan terpilih yang baru. Warjio menjelaskan bahwa muka-muka baru anggota dewan dirasa masih belum memiliki pengalaman. Muka-muka baru yang duduk sebagai anggota dewan masih banyak yang belum mempunyai pengalaman. Hal ini akan berimbas pada ketidak maksimalan kinerja mereka nantinya. Belum lagi masa adaptasi. Untuk itu, diperlukan sebuah reorientasi yang tersistematis yang nantinya akan memberi sebuah pengajaran yang baik pada anggota dewan yang baru tersebut. Apabila reorientasi ini dilakukan dengan baik, maka akan memberikan sebuah efek positif sehingga kinerja yang tidak maksimal bisa ditekan dan pada akhirnya menjadi sebuah kinerja yang akan memberikan hasil yang maksimal. “Paling tidak ketidak maksimalan kinerja muka-muka baru bisa di minimalisir,” terangnya. Lebih lanjut Warjio mengatakan apabila pada kenyataannya nanti reorientasi yang berisi pembekalan-pembekalan tersebut tidak berjalan mulus. Maka implikasi yang akan terjadi adalah anggota dewan yang baru dilantik hanya akan menjadi “kuda tunggangan” bagi para eksekutif. “Hubungan antara eksekutif dan legislatif seyogyanya adalah rekanan atau partnership yang bersifat professional. Jika ini tidak tercapai, maka sama halnya legislatif hanya akan menjadi kuda tunggangan bagi para eksekutif. Ini akan memberikan dampak yang sangat tidak mengenakkan bagi masyarakat,” tambah Warjio lagi. Setelah dilantik, banyak harapan masyarakat yang diusung oleh para anggota dewan tersebut. Warjio menjelaskan, harapan-harapan yang diinginkan oleh masyarakat secara garis besar adalah anggota dewan yang baru tersebut mampu membawa perubahan. Perda-perda yang dirumuskan oleh anggota dewan nantinya haruslah mengedepankan dan mengapresiasikan kepentingan masyarakat dan rakyat. Jangan membuat perda-perda yang menguntungkan pejabat, yang memberi ruang bagi pemimpin untuk mengambil keuntungan dari perda tersebut. “Inilah yang menjadi harapan agar bisa membuat sebuah perubahan bagi masyarakat dan rakyat,” terangnya lagi.

Senin, 07 September 2009

H Fadly Nurzal, S.Ag : Medan Butuh Pemimpin yang Mampu Mengejar Ketertinggalan

Pasca reformasi seluruh Kota kabupaten, provinsi bahkan negara terus melakukan percepatan perubahan. Ada perubahan dilakukan dari hal yang besar seperti dari negara, tapi ada juga perubahan datang dari yang kecil. Di India misalnya, percepatan perubahan itu datang dari kab/kotanya. Indonesia, juga melakukan percepatan perubahan. Karena itu pemerintah terus memberikan berbagai stimulus dan rangsangan guna mendorong terciptanya percepatan perubahan tersebut. Stimulus dan rangsangan itu ada dalam bentuk penghargaan atau bantuan fasilitas pembangunan. Lalu kenapa percepatan itu perlu dilakukan. Menurut Fadly karena itu merupakan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Saat ini masyarakat begitu mudah menilai dan melihat apakah pemerintahan sudah melakukan percepatan perubahan ke arah yang lebih baik atau tidak. “Kini hal-hal ngambang sudah tidak laku lagi. Kerena itu segala sesuatu harus duduk dan cepat melakukan perubahan”ucapnya Dalam kururn waktu 10 tahun terakhir ini, sejumlah kota besar di Indonesua melakukan percepatan perubahan bidang pembangunan, katakanlan Jakarta, Surabaya, Bandung, Banjarmasin termasuk Medan. Namun Medan setelah Abdillah dan Ramli turun karena tersandung persoalan hukum, percepatan itu jadi stagnan. Akibatnya Medan mengalami ketertinggalan. “Untuk itu ke depan, Medan membutuhkan sosok pemimpin yang mampu mengejar ketertinggalan tersebut dan cepat mengambil tindakan perubahan. Mampu menskemakan apa persoalan Kota medan, dan mencarikan apa solusinya,”kata Fadly. Lalu lanjut Fadly, siapa sosok pemimpin tersebut. Nanti kita lihat siapa yang akan menyampaikan visi misi percepatan mengejar ketertinggalan itu dan cepat mencarikan solusi dan skema persoalan di Medan. Apakah dia datang dari kaum tua atau kelompok muda. Tapi perlu dipahami jangan kemudian ada dikotomi antara kaum tua dan kelompok muda. Meskipun kecendrungan yang ada, pasca reformasi masyarakat lebih memberikan kepercayaan kepada kaum muda. Yang penting, sosok pemimpin itu mampu dengan cepat menskemakan persoalan dan mencarikan solusinya. Tuapun kalau memiliki visi misi yang tepat, apa masalahnya. Dari pada kaum muda yang belum tentu memiliki kemampuan dan pengalaman seperti yang diharapakan. Tapi kalau ada sosok pemimpin dari kelompok muda yang enerjik dan memiliki visi misi brilian, tentu itu akan lebih baik. Ditanya Pekerjaan Rumah (PR) Walikota yang harus diprioritaskan mendatang. Fadly menyebutkan yang pertama adalah infrastruktur jalan. Di Medan saat ini infrastruktur jalan kondisinya sangat amburadul. “Pusing kita saat melintasi jalan-jalan di kota Medan,”ucapnya semberi menegaskan siapapun nanti yang diamanahkan rakyat infrastruk jalan harus diutamakan. Kemudian, kondisi iklim usaha kondusif yang berhasil diciptakan Abdillah harus dikembalikan. Ini penting karena memang Medan adalah kota jasa. Pemerintah Kota Medan ke depan harus memapu menyiapkan fasilitas, baik dari sisi regulasi yang tidak ribet dan mahal, juga dari sisi pasokan bahan dan pendukung utama listrik, gas dan lainnya. Bila itu sudah tersedia, maka iklim usaha kondusifkan akan tercipta dan itu artinya roda perekonomian akan tumbuh signifikan. Pertumbuhan ekonomi yang baik tentunya juga akan membantu perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Ditanya soal kemungkinan prediski jumlah kandidat yang akan maju pada Pilkada 2010 mendatang. Fadly Nurzal mengatakan bahwa calon dari jalur indefenden akan muncul. Namun menurutnya infrastruktur kepartaian di Kota Medan masih sangat kuat. Artinya peluang calon indefenden tetap ada, tapi akan kalah pamor bila dibandingkan dengan kekuatan partai politik. “Saya kira sejumlah calon indefenden akan maju, ya tentunya jugda calon dari partai politik,”ujar Fadly.

Jumat, 04 September 2009

pemandangan umum FPPP terhadap P-APBD Kota Medan 2009

PEMANDANGAN UMUM FRAKSI PPP DPRD KOTA MEDAN TERDIRI DARI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN DAN PARTAI PATRIOT TERHADAP RANCANGAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH (RP-APBD) KOTA MEDAN TAHUN ANGGARAN 2009 DISAMPAIKAN PADA RAPAT PARIPURNA, 04 SEPTEMBER 2009 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM Assalamu’alaikum Wr.Wb, Selamat Siang bagi kita semua: Yth, Saudara Ketua, Wakil Ketua, Ketua-Ketua Fraksi, Ketua-Ketua Komisi dan BKD serta rekan-rekan anggaran dewan yang terhormat, Yth, Saudara Walikota Medan, Sekretaris Daerah Kota Medan, para Asisten, Kepala Dinas, Badan, serta para Camat se-Kota Medan, Yth, Unsur Muspida Yth, Para Wartawan media cetak dan elektronik Hadirin dan undangan yang berbahagian Segala puji bagi Allah SWT atas limpahan Rahmat dan hidayah-Nya kita masih bisa hadir mengikuti sidang paripurna dewan yang terhormat ini, untuk mendengarkan pemandangan umum fraksi-fraksi DPRD Kota Medan terhadap Rancangan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RP-APBD) tahun anggaran 2009. Rapat Dewan Yang Terhormat, Perkenankan kami menyampaikan ucapan terima kasih atas kesempatan yang diberikan saudara pimpinan rapat untuk menyampaikan pemandangan umum fraksi-fraksi DPRD Kota Medan terhadap Rancangan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RP-APBD) tahun anggaran 2009. Berdasarkan ketentuan perundang-undangan, pelaksanaan pebahasan RP-APBD di mulai dari pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Palfor Anggaran Sementara (PPAS) perubahan. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan P-APBD setalah dilakukan penandatanganan Nota Kesepakatan KUA/PPAS. Dalam pembasan yang dilaksanakan antara Tim Perumus Anggaran Daerah (TPAD) kota Medan dan Panitia Anggaran (Panggar) Legislatif pada KUA/PPAS berlangsung cukup dinamis, karena dilandasi oleh keinginan bersama untuk menyahuti aspirasi dan hak-hak public, karena terjadi koreksi dan penambahan anggaran yang cukup signifikan. Hal itu terlihati dari keinginan anggota DPRD Kota Medan yang notebnen mewakili aspirasi masyarakat agar program-program pada P-APBD 2009 harus tetap mengaju kepada kepentingan pelayanan public dan peningkarakan sarana dan prasarana serta infrastrukrut di Kota Medan. Pada struktur anggaran yang diusulkanTPAD pada KUA/PPAS anggaran belanja perubahan Kota Medan sebesar Rp1.044.695.616.878. setelah dilakukan pembahasan bersama terjadi peningkatan sebesar Rp1.216.956.378 artinya terjadi pertambahan anggaran sekitar Rp42.267.000.000. Kemudian berdasarkan KUA/PPAS dalam rangka penyelenggaran urusan pemerintahan daerah, belanja daerah pada P-APBD 2009 terjadi sekitar 7,43. Namun setelah dilakukan pembahasan bersama, peningkatakan anggaran belanja daerah meningkat menjadi 9.90 persen. Perubahan alokasi belanja daerah ini dilakukan terutama dalam rangka memenuhi kebutuhan mendesak seperti tambahan untuk peningkatan kaklitas prasanan dan sarana kota seperti urusan pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, pertamanan, perumahan dan permukiman. A. Pendapatan Berdasarkan struktur RP-APBD tahun anggaran 2009 adlaah Rp.1850.663.561.223 pada APBD bertambah menjadi Rp1.894.008.977.026 atau bertambah Rp43.345.415.793 (2,34 %). Sumbangan peningkatakan pendapatan tersebut diperoleh daru Dinas Pendapatan Kota Medan sebesar Rp31.632.141.155. Untuk itu FPPP mohon penjelasan terkait langkah-langkah atau upaya yang dilakukan Dinas Pendapatan atas peninkatkan tersebut, mengingat waktu efektif anggaran hanya tinggal 3 bulan. Kemudian RSU Pirngadi Medan kontribusi yang disumbangkan dalam P-APBD 2009 hanya sebesar Rp5 milyar. Menurut hemat kami peningkatan pendapatan masih memungkinkan untuk din aikkan sepangjang kinerja dari RSU Dr Pirngadi medan lebih ditingkatkan lagi. Untuk itu FPPP mohon penjelasan hingga triweulan III tahun 2009, berapa jumlah pendapatan yang telah diperoleh. Demikian juga hal Dinas Pertamanan Kota Medan. Apakah dengan akan diterbitkannya peraturan Walikota Medan yang menyangkut peneritiban papan reklame, masih mamapu untuk menyumbang pendapatan daerah dalam P-APBD ini sebesar Rp2.727.000.000 dapat direaliasasikan, mohon penjelasan. B. Belanja Proyeksi belanja yang dianggarkan pada P-APBD 2009 sebesar Rp2.350.106.263.572 yang teridir dari belanja tidak langsung sebesar Rp1.133.149.647.694 dan belanja langsung sebesar Rp1.216.965.615.878 atau bertambah sebesar Rp211.666.858.685 atau sama dengan 9,90 persen. Pertambahan dan pergeseran anggaran yang dilakukan sebagai bagaian dari upaya mengoptimalkan pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan Kota Medan. Berikut ini kami mohonkan penjelasan atas pertambahan anggaran yang terjadi di beberapa SKPD, sebagai berikut : 1. Dinas Pendidikan Pagu anggaran yang dialokasikan dalam rangka peningkatkan kualitas pendidikan di Kota MEdan pada APBD 2009 sebasar Rp667.066.825.000 yang bertambah menjadi Rp19.508.939.000 (P-APBD) atau naik 2,29 persen. Namun bila dilihat dari program-program yang diusulkan SKPD tersebut lebih banyak pada program internal yang tidak menyentuh langsung kepentingan peningkatakan pendidikan. Diantara program yang mengalami peningkatkan adalah Program peningkatan sarana dan prasarana aparatur yakni pengadaan kendaraan dinas/operasional dari Rp310.048.320 (APBD) bertambah sebesar Rp180.000.000 atau naik sekitar 58,06 persen. Kemudian pada program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahuan terdapat pertambahan anggaran yang cukup signifikan. Yaitu pada pemeliharaan rutin/berkala taman, lapangan upacara dan fasilitas parker sebesar Rp953.355.000 bertambah Rp8.409.060.000 sehingga naik menjadi Rp9.362.415.000 atau peningkatan mencapai 882,05 persen. Dalam rincian alokasi anggaran anggaran tersebut dialokasikan untuk perawatan MCK, halaman, dan taman sekolah. Fraksi kami dapat menerima besarnya pertambahan anggaran ini, karena dalam uraian penggunaan anggaran tersebut adalah untuk perawatan MCK, perawana halam dan perawatan taman sekolah mulaid ari tingkat SD, SMP dan SMA yang tersebar di kota Medan. Namun kiranya SKPD dapat menempatkan anggaran ini secara tepat sehingga ada sinkronisasi antara program dan sub program. 2. Dinas Kesehatan Kesehatan salah satu program yang wajib dijamin pemerintah, oleh karena itu program ini harus benar-benar sampaik kepada masyarakat yang membutuhkan. Program kesehatan yang disiapkan saat ini oleh pemerintah pusat adalah Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS). Guna menjamin kesehatan masyarakat, pemerintah kota untuk tahun anggaran 2009 telah menganggarkan dana sebesar Rp18,5 milyar yang dikemas dalam program Jaminan Pemeliharaan Medan Sehat (JPKMS). Pada kesempatan ini fraksi PPP meminta saudara Walikota Medan agar dalam pelakasanaan JKPMS benar-benar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dalam artian tidak melanggar UU nNo 40 tahun 2004 dan Surat Edaran Meteri Kesehatan RI No 20 tahun 2009. Sebab berdasarkan informasi yang dtiperolah FPPP, bahwa saat ini SKPD (Dinas Kesehatan Kota Medan) sedang melakukan pelelangan pekerjaan JPKMS kepad pihak ketiga yang ternyata peserta pihak ketiga tersebut bukanlah pihak/badan penyelenggaran jaminan social sebagai mana diamanatkan peraturan yang ada. Disamping itu keengganan badna penyelengara jaminan social mengikuti pelelangan yang dilaksanakan SKPD ini karena ada persyaratan bahwa pemenang lelang harus membayar biaya-biaya klaim yang telah terjadi pada medio Bulan januari sampai dengan Agustus 2009, padahal proses lelang baru dimulai pada bulan Agustus 2009, untuk kami mohon penjelasannya. 3. Dinas Perkim Pada Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Kota Medan, alokasi anggaran juga mengalami peningkatan Rp20.253.542.000 atau naik 21,50 persen, yang mana pada APBD anggaran yang dialokasikan sebeswar Rp94.181.936.000 kini naik menjadi Rp114.435.478.000. Mengingat waktu efekti anggaran hanya 3 bulan lagi dan pernyataan saudara kepada dinas pada rapat komisi yang menyatakan ketidakberanian menggunakan anggaran pada SKPD-nya pada tahun anggaran 2008 lalu, sehingga menimbulkan SiLPA yang cukup besar. Maka pada kesempatan ini Fraski PPP ingin meminta komitmen saudara Walikota Medan apakah anggaran yang dialokasikan pada P-APBD ini dapat diterserap SKPD yang bersangkutan secara maksimal. 4. Dinas Pertamanan Pada SKPD ini, FPPP mohon penjelasan terkait beberapa hal yaitu : a. Hutan Kota Hutan kota yang ada saat ini terutama pada areal pula dan persimpangan jalan sudah hamper tidak terkelola dengan baik, walaupun anggaran yang sudah disiapkan sudah sangat besar, untuk itu mohon penjelasan. b. Lampu Penerangan Jalan Umum Kemudian para program lampu penerangan jalan umum pada P-APBD 2009 diberikan tambahan anggaran sebesar Rp3.037.500.000 dari anggaran yang sudah dialokasikan sebsar Rp26.021.961.000 (APBD). Namun hingga saat ini pengadan lampu penerangan jalan umum tersebut belum kelihatan pengadaannya. Untuk itu kami mohon penjelasan sudah berapa titik lampu penerangan jalan umum yang sudah terpasang dan siap kontraktor atau renakan yang melaksanakan pekerjaan tersebut. c. Penataan Papan Reklame Kondisi kesemrautan papan reklame saat ini menurut informasi yang kami dapatkan terjadi karena adanya tumbang tindih peraturan keputusan Walikota Medan tentang pengaturan letak, jarak reklame, perhitungan nilai sewa dan nilai strategis sebagai dasar pengenaan pajak reklame, untuk ini kami mohon penjelasan. 5. Dinas Pekerjaan Umum Bertambahnya anggaran pada urusan pekerjaan umum yang penyerapan anggaran terbesarnya ada pada SKPD Bina MArga sebesar Rp87.327.224.150 sehingga terjadi kenaikan jumlah belanja dari Rp140.874.776.225 naik menjadi Rp228.202.000.375. Sesuai dengan penjelasan yang disampaikan Bagian Keuangan pada saat pembahasan KUA/PPAS bahwa serapan anggaran belanja langsung pada SKPD ini masih sangat rendah, bahkan tidak lebih dari 10 persen. Fraksi kami khawatir jika kondisi benar dan berlanjut, maka alokasi pertambahan anggaran pada P-APBD untuk SKPD ini akan terulang dan sehingga terjadi SiLPA. Untuk itu fraksi kami meminta penjelasan sudah seberapa banyak proyek-proyek yang telah ditenderkan dan dikerjakan serta siap-siapa pemamang pekerjaan tersebut, mohon penjelasan. 6. Medan Islamic Centre Medan Islamic Centre merupakan dambaan masyarkat muslim kota medans ejak digaunkan dua tahun lalu dan dananya pun sudah ditamping puluhan milyar. Namun hingga saat ini tampaknya belum ada titik terang dimanakah sebenarnya lokasi pembangunan Medan Islamic Centre tersebut? Pada pendapat akhir FPPP terkait LPJ Walikota Medan atas pelaksanaan APBD 2008 lalu, FPPP dengan tegas telah meminta agar dana yang pernah ditampung sebelumnya yang dialokasikan untuk pembanguan Medan Islamic Centre dalam dikembalikan pada P-APBD 2009 ini. Dan ketika pembahasan KUA/PPAS P-APBD 2009 hal ini juga telah kami mintakan. Namun menurut TPAD pada tahun ini sedang dilaskanakan kajian-kajian yang lebih matang dalam rangka pembangunan Medan Islamic Centre yang anggarannya sudah tersedia sebesar Rp416.000.000. Untuk itu FPPP meminta penjelasan sudah sejauhmana kegiatan yang telah dilasanakan guna meraliasasikan pembanguan Medan Islamic Centre tersebut, mohon penjelasan. FRAKSI PPP DPRD KOTA MEDAN TERDIRI DARI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN DAN PARTAI PATRIOT KETUA SEKRETARIS IR. H. AHMAD PARLINDUNGAN DRS HENDRA DS