MEDAN

Nasehat...

.“(Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang diangkasa bebas? Tidak ada yang dapat menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman. (An-Nahl:79") .“(menang dengan mengalah, itulah filsafat air dalam mengarungi kehidupan") .(Guru yang paling besar adalah pengalaman yang kita lewati dan rasakan sendiri) .(HIDUP INI MUDAH, BERSYUKURLAH AGAR LEBIH DIMUDAHKAN ALLAH SWT)

Bismillahirrahmanirrahim

"Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang diangkasa bebas? Tidak ada yang dapat menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman. (An-Nahl:79)

Senin, 29 Februari 2016

BUAS DAN LICIK...?


Sore itu Rubi datang ke warungnya. Di dalam warung sudah ada Herma dan Kinung yang sedang asyik  me- nonton televisi. Yang mereka saksikan adalah salu ran khusus  yang  menayangkan  kehidupan  binatang  di- alam bebas. Kelihatan keras dan berdarah, namun tak jarang di dalamnya ada filosofis yang perlu juga dipe- lajari.
Setelah Rubi tiba, tak berapa lama acara nonton televisi pun usai. Kemudian acara dilanjutkan dengan obrolan bebas seperti biasanya. Kali ini topiknya membahas tentang kehidupan dunia binatang.
“Kita sering mengatakan bahwa macan dan singa binatang buas. Kalau yang dimaksud buas karena macan dan singa memangsa hewan hidup lain, apakah itu tepat? Bukankah manusia juga membunuh hewan-hewan dalam jumlah yang jauh lebih banyak? Singa dan macan membunuh hewan-hewan lain untuk memenuhi kebutuhan hidup agar tidak mati kelaparan, sedangkan manusia membunuh untuk memenuhi nafsunya yang tidak pernah terpuaskan.
Manusia bisa membunuh hewan-hewan karena ingin menikmati dagingnya yang lezat, bisa tergiur oleh khasiat bagian atau organ tubuh tertentu, tertarik keindahan kulit binatang yang berharga mahal, dan bahkan tak jarang membunuh tanpa dasar atau alasan apapun”, tiba-tiba Herma bercerita seolah-olah ia sedang bicara pada dirinya sendiri.
“Benar Ma, macan dan singa membunuh untuk makan, sedangkan manusia bisa dengan sejuta alasan, termasuk tanpa ada alasan apapun. Bahkan caranya bisa sangat kejam. Kalau macan dan singa mengoyak mangsa dengan giginya yang tajam, dan itu disebut kejam, maka apa yang harus kita katakana kala orang-orang mengkoyak-koyak sirif ikan hiu dan kemudian membuang badannya yang sudah tak berdaya, berdarah-darah di tengah laut begitu saja, sampai akhirnya dibiarkan mati dirajam teman-temannya?”,tambah Kinung.
Herma mengangguk dan dengan suara pelan ia berkata, “Macan mengkoyak mangsanya karena hanya cara itulah yang ia kuasai untuk membunuh. Kalau manusia demikian canggih, bisa meniru macan, bisa dengan tembakan, jeratan dan bahkan dengan fitnah yang lebih kejam dan mengerikan”.
“Betul, mengerikan”, sambung Kinung.
“Adalagi yang mengatakan bahwa macan dan singa buas, karena makan daging mentah dan berdarah. Tetapi apakah tepat, jika dikatakan demikian? Bagaimana dengan orang yang suka memakan sashimi atau makan daging mentah? Bahkan aku pernah melihat orang-orang yang memakan anak tikus yang masih merah hidup-hidup. Juga bagaimana dengan orang yang suka memangkas batok kepala kera hidup-hidup dan kemudian dalam keadaan sekarat, otak yang berdarah-darah si kera dimakan mentah-mentah dengan campuran arak? Apakah itu tidak kalah buas dan sangat sadis?”
Herma bergidik ngeri dan jijik mendengar cerita Kinung, meski sejatinya dia sering mendengar cerita itu.
Herma kemudian mencoba menceritakan pengalamannya,”Nung, ular yang sering disebut licik ternyata juga tidak serakah. Kalau sudah kenyang, ia akan tidur pulas dan membiarkan mangsanya bergitu saja. Aku pernah melihat ular sebesar paha, tidur dalam kotak plastik, dan di atasnya ada seekor kelinci yang berlarian dengan bebasnya, menginjak-injak tubuh ular itu. Ia tetap bergeming karena ia kenyang dan hanya akan membunuh kalau butuh makan untuk mempertahankan hidup”, kata Herma kemudian.
“Ia, betul Ma. Hampir semua binatang yang disebut buas dan licik hanya akan membunuh kalau lapar atau terusik. Ular yang sering dikatakan licik sebenarnya masih harus belajar soal kelicikan pada manusia, sebagai sang raja licik yang sesungguhnya. Bahkan selicik-liciknya ular, kalau membunuh dia akan lakukan sendiri. Artinya menjadi jelas siapa yang bertanggungjawab. Sementara manusia, tampak menyentuh dan sering tanpa bisa dibuktikan, pun bisa mencelakai sesama dengan mudah. Lebih gila lagi, dia bisa dengan mudah pula menimpakan semua kesalahan pada orang yang sama sekali tidak berdosa.”, imbuh Kinung.
“Rub, kok kamu diam saja? Kamu kurang enak badan? Masuk angin? Aku buatin wedang jahe ya?”, tiba-tiba Herma bertanya pada Rubi yang sejak tadi sama sekali tidak berkomentar.
“Tidak Ma, terima kasih, aku sehat-sehat saja dari tadi aku menyimak dengan baik pembicaraan mu dengan Kinung kok. Mau dikomentari apalagi? Semua yang kalian berdua katakana memang benar adanya. Cuma kalian berdua kan tahu bahwa manusia pandai berargumentasi dan berdiplomasi, sehingga dengan amat mudah tetap akan mengatakan bahwa macan dan singa adalah binatang paling buas, sedang ular binatang paling licik, mengapa? Karena manusia kan bukan binatang, meski menurut teori Darwin digolongkan dalam kelompok primata, hehehe.”
“Benar juga ya Rub”, komentar Herma.
“Ada satu lagi, yang ingin kutambahkan. Kalau macan singa ular dan kawan-kawannya tidak bisa mengelak tuduhan bila melakukan pembunuhan, manusia tidak sekedar bisa mengelak dan malah memfitnah menimpakan kesalahan pada orang lain, tetapi dia bisa dengan terbuka membangun citra sebagai orang yang baik dan dermawan. Hitamnya di kubur dalam-dalam dan yang tampak akan terlihat, putih cemerlang tanpa noda”, kata Rubi sungguh-sungguh. “ Dan  terkahir, Ma, Nung, janganlah terlalu menjelek-jelekkan manusia, karena bagaimanapun juga kalian berdua, dan tentu termasuk aku sendiri, juga manusia yang sejak tadi kita kritik habis-habisan, hahaha,” pungkas Rubi.
Kinung, Herma dan Rubi tertawa lepas menertawakan kemunafikan diri sendiri, (bertambah bijak setiap hari, Tuhan sudah pindah alamat?)

   

BELAJAR DARI SERIGALA

Ada seorang anak dari teman saya, sebut saja Lie. Sudah setengah tahun ia lulus kuliah, namun ia tidak pergi mencari kerja. Aktivitasnya hanya tidur dari pagi sampai siang. Malam harinya, ia pergi main internet sampai tengah malam. Belakangan ia meminta uang kepada orangtua nya untuk menuntut ilmu lebih da lam lagi ke Amerika. Teman saya tersebut menanyakan kepada Hung Lan tenti mesti atau tidaknya ia membiarkan si anak pergi.
Hung Lan menatap dalam-dalam rambut teman saya yang memutih, lalu berkata, “ Jika kamu berniat agar anak kamu baik nantinya, biarkan ia pergi tapi jangan kasih ia uang.”
Hung Lan terpikir tentang cerita keponakannya yang warga Amerika. Sejak kecil ia selalu berpikir ingin menjadi pengembara. Ia akan berkelana, melihat-lihat dunia luar. Ia hendak pergi berkeliling dunia. Nanti setelah kembali, ia baru melanjutkan pendidikannya di universitas. Biarpun ayahnya seorang dokter, ekonomi keluarga memungkinkan, tetapi ayah dan ibunya tidak memberinya uang, dan ia juga tidak memintanya dari mereka.
Sesudah tamat SMA, anak tersebut segera pergi ke hutan Alaska untuk memotong kayu, yang hasilnya nanti ditabung. Karena di Alaska sedang musim panas, siang harinya sangat panjang. Matahari baru terbenam kira-kira tengah malam. Dan sebentar kemudian, pukul 3.00 pagi, matahari sudah terbit lagi. Jika ia bisa bekerja memotong kayu selama 16 jam per hari dalam satu musim, mmaka ia bisa menggunakan tabungannya untuk keliling dunia selama tiga musim.
Setelah dua tahun keliling dunia, akhirnya anak itu pulang untuk meneruskan pendidikannya di universitas. Dan, karena ia memikirknnya sendiri secara matang dan mendalam, maka jurusan yang dipilihannya yang semestinya perlu ditempuh selama empat tahun untuk lulus, diselesaikan dalam waktu tiga tahun. Setelah itu ia baru mencari pekerjaan. Kariernya cukup baik, yang bisa dibilang searah dengan angin, lancar, naik erus sampai ke posisi kepala insiyur/manager teknik.
Suatu saat, ia bercerita kepada Hung Lan tentang sesuatu yang mempengaruhinya seumur hidupnya. Ketika ia bekerja paruh waktu di Alaska, pernah sekali ia dan temannya mendengar auman serigala di atas gunung. Mereka sangat cemas dan mulai mencari-cari. Akhirnya mereka menemukan seekor serigala betina yang terjebak dan merintih kesakitan.  Kemudian anak tersebut memperhatikan alat jebakan besi yang unik. Ia mengetahui alat itu milik seorang Pak Tua. Pak Tua tersebut tergolong amatiran. Waktu luangnya digunakan untuk menangkap binatang, kemudian menjual kulitnya sebagai tambahan kebutuhan dapurnya. Tetapi setahu mereka, Pak Tua ini telah diangkut menggunakan helicopter ke rumah sakit Karen serangan jantung. Ia harus mendapatkan pertolongan dan dirawat.
Sementara itu, serigala betina yang terjerat ini akan mati kelaparan kerena tidak diurus. Timbul keinganan si anak melepaskan serigala tersebut. Tetapi serigala sangat ganas dan garang sehingga ia tidak mendekatinya. Ia juga mengamati tetesan susu dari serigala betina ini, yang menandakan bahwa di sarangnya pasti ada anak-anak serigala.
Si anak dan temannya menghabiskan banyak sekali tenaga dan energy untuk mencari sarang serigala. Akhirnya mereka menemukan empat ekor anak serigala dan membawa mereka tempat serigala betina tadi untuk diberikan susu. Sehingga mereka bisa menghindarkan anak-anak serigala tersebut dari bahaya mati kelaparan.
Si anak mengulurkan bekal makannya untuk diberikan kepada serigala betina sebagai makanan dan mempertahankan hidup. Malam hari ia masih harus berkemah di sana, didekat serigala betina untuk menjaganya dan keluarganya dari serangan binatang lain, karena ibu serigala itu terjerat sehingga tidak bisa membela keamanan diri maupun anak-anaknya.
Keadaan tersebut berlangsung sampai hari kelima. Saat hendak member makan serigala betina, tiba-tiba si anak memperhatikan serigala tadi mulai menggoyang-goyangkan ekornya. Ini pertadan bahwa ia sudah mulai mendapatkan kepercayaan dari bintang tersebut. Akhirnya setelah berlalu tiga hari lagi, barulah ia bisa mendekati serigala betina itu. Ia pun membuka jebakan yang menjerat binatang tersebut dan melepaskannya bebas kembali.
Setelah bebas, serigala betina ini kemudian menjilat tangan si anak dan membiarkannya memberikan obat luka di kakinya. Terakhir, serigala tersebut membawa anak-anaknya pergi, dengan sesekali memalingkan kepalanya ke belakang, ke arah si anak Amerika itu.
Keponakan Hun Lang itu terduduk di atas baru. Ia berpikir, jika seorang manusia bisa membuat seekor binatang buas seperti serigala menjilat tangannya dan menjadi temannya, apakah tidak mungkin seorang manusia membuat manusia lain meletakkan senjatanya dan berkawan?
Di kemudian hari, anak tersebut bertekad untuk berbuat baik dan menunjukkan ketulusan hati kepada orang lain. Sebab dari kasus ini, ia mendapatkan pelajaran bahwa jika seseorang mendahulukan ketulusan hati maka pihak lawan pasti membalasnya dengan ketulusan juga. Tentu jika seseorang tidak mampu membalas ketulusan dengan hal serupa, ia dinilai kalas dari binatang buas.
Karenanya, setelah masuk kerja di perusahaan, anak tersebut berbaik hati kepada orang lain. Pertama-tama, ia selalu menganggap orang lain berniat baik, kemudian ia bersikap tulus, seringkali menolong orang lain, serta tidak berhati sempit dan mengingat kesalahan-kesalahan kecil orang lain. Oleh karena itu, setiap tahun ia selalu naik jabatan, promosinya cepat sekali. Yang paling penting adalah ia melewati hidupnya setiap hari dengan sangat gembira. Sebab, orang yang membantu orang lain adalah lebih gembira dibandingkan orang yang menerima bantuan. Biarpun tidak mengetahui peribahasa Tionghoa, yang menyatakan bahwa member lebih memberi lebih berkarunia kebajikan daripada meneriam, tetapi ia telah menjalankan kehidupan yang demikian.
Si anak menyatakan rasa terima kasihnya kepada Hung Lan atas pengalamannya di Alaska dulu. Penggalan itu yang membuatnya menerima rezeki kebajukan yang tak habis seumur hidup. Dan ini benar sekali, stroberi akan terasa manis juka sudah mendapatkan embun. Manusia menjadi dewasa dan matang jika sudah diasah dengan kesulitan.
Jadi, jika ada seorang yang tamat universitas dan tidak tahu mau bekerja, biarkan ia pergi agar diasah oleh kehidupan. Kita tidak perlu memberinya uang, biarkan ia mencari uang dengan tangannya sendiri. Berikan kepadanya kesempatan untuk membuktikan kekuatan dirinya dan mencicipi kehidupan. Niscaya, ia pasti bisa mendapatkan pengalaman yang berguna seumur hidup.
Tuhan telah menciptakan sebuah sisten unik, system yang mengharuskan kita berusaha selama di dunia. Pernahkan terpikirkan, mengapa anda harus bekerja dan mencari uang? Mengapa anda harus bersusah payah mendapatkan keinginan anda? Jika kita telusuri lebih dalam semua pertanyaan itu, kita akan mendapi ebuah jawaban yang menyakinkan kita. Ternyata, Tuhan benar-benar telah mempersiapkan semuanya, sehingga kita bisa menjadi orang yang berguna di dunia.

Mahatma Gandhi berkata, “Hiduplah seolah akan mati besok, belajar seolah akan hidup selamanya”. Kita harus melakukan segala sesuatu dengan kemampuan terbaik, seolah tidak ada kesempatan kedua, hari esok, perpanjangan deadline, atau waktu untuk merevisi. Tuhan menjadikan kematian sebagai misteri terbesar bagi manusia agar mereka menjadikan kehidupan ini bukan sebagai sesuatu yang bisa dijalani seenaknya. Dan yang perlu kita ingat adalah kita harus bertanggungjawab atas segala sesuatu selama hidup di dunia. (Rivaldo Fortier/Belajar Kepada Serigala)

Sabtu, 27 Februari 2016

BAN PESAWAT DAN KEPEMIMPINAN


“Ya, beban seorang pemimpin itu seperti ban atau roda pesawat. Praktis semua beban pada akhirnya seolah-olah ditumpukan kepadanya. Apalagi sedang ada masalah berat, ibarat seperti pesawat mau mendarat. Kalau tidak mampu, seperti ban pesawat, ya pecah meletus. Kalau ia pandai dan mampu, ya, akan mulus-mulus saja. Yang dipimpin juga akan marasa nyaman, senyaman kala kita ketika mendarat dengan mulus karena pilotnya begitu handal,” 
***                                     
Hari itu mereka bertiga; Rubi, Herma dan Kinung hendak pergi keluar kota. Rencananya mau meng ajak keluarga, namun karena anak-anak ujian, terpaksa mereka berbagi tugas dengan istri dan suami masing-masing. Apalagi mereka pergi cukup lama, 3-4 hari, memenuhi undangan salah satu sahabat baik mereka, Mitha yang mau mantu, menikahkan anak pertamanya.
Sambil menunggu naik pesawat, mereka duduk-duduk santai di longue, sambil  berbincang dan menyantap makanan kecil. Dari kaca pembatas, sesekali mereka bisa melihat pesawat yang takeoff maupun landing. Tiba-tiba Herma berkata, “Coba perhatikan, ban pesawat itu begitu kecil, jumlahnya pun cuma enam, dua di depan dan empat dibelakang. Tapi beban pesawat, penumpang dan bagasi yang begitu berat mampu ditahannya. Sungguh hebat ban pesawat itu!
“Itu tidak seberapa Ma, coba perhatikan kalau sedang mendarat, betapa besar beban dan gesekan yang terjadi. Itu bisa berlipat kali, dibanding dalam keadaan statis. Tapi ban itu kuat dan tidak pecah. Padahal ban truk-truk gandeng yang jumlahnya belasan, kerap kali harus diganti, hebat memang ban pesawat itu,” komentar Kinung menimpali.
“Ya kualitas bannya memang beda Nung, mungkin harganya juga berlipat-lipat,” Herma menyatakan pendapatnya.
“Betul. Juga kualitas aspal landasan beda dengan jalan raya kita yang amat banyak lubangnya disana sini. Belum lagi dikala musim hujan,”imbuh Kinung.
“Tapi aku kepikiran ucapanmu tadi, Nung. Ketika pesawat itu mendarat, kan bebannya jadi berlipat. Kok ban itu begitu kuatnya ya? Hebat benar kualitasnya,” kata Herma sambil menerawang ke atas pewasat yang sedang hilir mudik.
“Ya benar. Hebat,” jawab Kinung.
“Ada banyak factor penyebab,” kata Rubi yang selama ini diam saja. Pertama, benar seperti kata Herma, kualitas ban pesawat memang istimewa. Kedua, juga benar yang dikatakan Kinung, kualitas landasan pacu jauh lebih bagus ketimbang jalan raya. Ketiga keahlian dari si pilot itu sendiri ketika mendaratkan pesawatnya. Begitu terlatih, sehingga gesekan yang terjadi paling minimal. Akibatnya berat pesawat tidak serta merta terbebankan langsung ke bawah, namun diimbangi putaran ban yang bundar. Dengan kata lain, berat yang ada tersebar, terbagi oleh putaran roda. Faktor keempat, ya bentuk roda yang bundar itu, sehingga bisa berputar sempurna, membagi beban secara sempurna dan menetralisirnya.”
“Hebat. Betul analisa mu Rub,” kata Kinung.
 “Jadi intinya terbagi dan tersebar?!”, kata Herma setengah bertanya.
“Ya,” Jawab Rubi sambil sedikit menganggukkan kepalanya pelan-pelan.
“Terus..?”, kata Herma memancing Rubi seperti biasanya.
“Apa maknanya?”
“Maknanya, hahaha…, kamu ini senangnya mengkait-kaitkan”, jawab Rubi.
“Ayo ceritakan donk, apa yang tiba-tiba ada di kepalamu Rub. Aku kan hafal benar dengan kehebatan mu itu.”kata Herma setengah merajuk manja.
“Ayo Rub, mumpung masih ada waktu nih, kamu tak mungkin menghindar dari tebakan Herma,” desak Kinung.
“Terlintas di benakku kaitan antara ban pesawat dan kepemimpinan,” kata Rubi sungguh-sungguh.
“Wah-wah-wah, sampai sejauh itu Rub?,” kata Kinung.
“Ya, beban seorang pemimpin itu seperti ban atau roda pesawat. Praktis semua beban pada akhirnya seolah-olah ditumpukan kepadanya. Apalagi sedang ada masalah berat, ibarat seperti pesawat mau mendarat. Kalau tidak mampu seperti ban pesawat, ya pecah meletus. Kalau ia pandai dan mampu, ya, akan mulus-mulus saja. Yang dipimpin juga akan marasa nyaman, senyaman kala kita mendarat dengan mulus karena pilotnya begitu handal,” papar Rubi lancar seperti biasanya.
“Cek-cek-cek, Rubi, Rubi, itulah sebabnya aku begitu kagum, cinta, hormat, saying dan sebagainya dan sebagainya kepada mu. Jauh melewati rasa cinta seorang wanita kepada laki-laki,”puji Herma dengan mata berbinar-binar. “Hahaha, Rub, seandainya kamu dulu menyatakan cinta padanya, aku yakin akan diterima dengan tangan terbuka”, canda Kinung sambil tertawa. “Bahkan jika dilakkan sekarang pun, tetap akan diterima dengan suka cita,”sambung Kinung dengan tertawa nakal. “
Husssh, mungkin bisa begitu, tapi jangan terjadi ya Rub. Persahabatan kita jauh melebihi itu semua,”Herma berkata sungguh-sungguh.
Dengan tersenyum Rubi meneruskan penjelasannya, “Pemimpin yang baik bisa belajar dari ban pesawat itu. Ia harus bisa menahan beban dan membaginya, beban atau tanggungjawab seberat apapun akan terasa ringan bila dibagi. Dibagi dengan memberi delegasi wewenang dan tanggungjawab yang jelas, seperti pencapaian kinerja yang baik. Ibaratnya seperti beban pesawat yang terbagi oleh putaran ban yang sempurna dan laju pesawat itu sendiri. Bagaimana membaginya agar adil dan merata? Ya, seperti ban yang bulat sempurna. Adil! Namun kenapa bisa sempurna, karena roda atau bannya berputar. 
Nah putaran itu ibarat kerja, meski bundar kalau statis atau tidak berkinerja, ya berat dan tetap bisa meletus. Terus, seperti kata Kinung jalannya harus baik. Ibaratnya konstitusi kalau bicara Negara atau AD/ART kalau bicara organisasi, harus baik pula. Dan seperti Herma, kualitas ban alias kualitas sang pemimpin itu sendiri, amat sangat menentukan,” pungkas Rubi menutup uraiannya. (bertambah bijak setiap hari, Tuhan sudah pindah alamat?)

Jumat, 26 Februari 2016

Mursal Harahap, S.Ag, M. Kom. I: JAGA KEKOMPAKAN 'PERTANDINGAN BELUM SELESAI'

Mursal Harahap, S.Ag, M. Kom. I: JAGA KEKOMPAKAN 'PERTANDINGAN BELUM SELESAI': Sosialisasi dan konsolidasi sekaligus silaturrahim  Ketua  DPW PPP Sumatera Utara H Fadly Nurzal, S.Ag  bersama  tokoh , pengurus da...

Senin, 22 Februari 2016

JAGA KEKOMPAKAN 'PERTANDINGAN BELUM SELESAI'

Sosialisasi dan konsolidasi sekaligus silaturrahim Ketua 
DPW PPP Sumatera Utara H Fadly Nurzal, S.Ag bersama 
tokoh , pengurus dan kader PPP di Kota Tanjung Balai.
Menghadapi Konflik Partai saat ini yang sangat dibutuhkan adalah kekompakan seluruh kader, mulai dari tingkat pusat hingga daerah. Dengan kekompakan dan persatuan tersebut, kita mampu menyelesaikan persoalan yang terjadi dengan damai. Apalagi saat ini seluruh senior dan pendiri partai sedang bekerja keras untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. 
"Tetaplah jaga kekompakan, karena pertandingan belum selesai,"katanya. 
Berdasarkan putusan Menteri Hukum dan HAM, bahwa kepengurusan DPP PPP yang sah adalah kepengurusan yang dihasilkan Muktamar VII Bandung. Sebab, SK DPP PPP dibawah kepemimpinan Romahurmuzy (Muktamar Surabaya), SK-nya telah dicabut, sementara SK Kepengurusan hasil Muktamar Jakarta tidak disahkan oleh pemerintah. Agar tidak terjadi kekosongan kepemimpinan, dan untuk menyelesaikan konflik di tubuh partai berlambang ka'bah ini, Menteri Hukum dan HAM telah menerbitkan SK perpanjangan SK Kepengurusan DPP PPP hasil Muktamar VII Bandung.
Oleh karena itu, kita semua harus tetap optimis bahwa silang pendapat ini akan selesai pada Muktamar VIII untuk Islah yang akan digelar paling lambang April 2016 mendatang. Dan dalam rangka menyikapi situasi tersebut, maka kita semua sudah harus memulai kerja-kerja partai baik secara internal maupun eksternal. 
Mulailah menjalin komunikasi dengan para ulama, tokoh masyarakat, dan ummat bahkan kepada mereka-mereka yang mengaku pengurus PPP yang lainnya. Saya ingatkan kita semua, meskipun partai sedang dalam konflik, tapi silaturrahim harus tetap dijaga. Sebab mereka tetap saudara-saudara kita yang seiman dan seagama. 
Kita harus pahami bahwa, beban kerja kita pada 2019 mendatang sangat berat, sebab pada 2019 mendatang pelaksanaan Pemilu Legislatif bersamaan dengan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Tentunya pola-pola kerjanya akan berbeda dengan pola yang dilakukan selama ini. Artinya tanggungjawab kita tidak hanya untuk memenangkan partai tapi juga memenangkan calon Presiden dan Wakil Presiden yang kita usung nantinya.
"Intinya, kita tidak beloh berlama-lama larut dalam konflik ini, karena memang banyak kerja-kerja yang harus dilakukan, termasuk memperjuangkan kepentingan umat Islam,(***)

H. Fadly Nurzal : LGBT HANCURKAN GENERASI BANGSA


Anggota MPR/DPR RI H. Fadly Nurzal, S.Ag pada acara Rapat 
Dengar Pendapat (RDP) dengan masyarakat di Kota Tanjung
Balai, Sumatera Utara. (Foto/Mursal Harahap)

Anggota MRP/DPR RI H. Fadly Nurzal, S.Ag mengatakan Indonesia Negara yang penduduknya masyoritas umat Islam, saat ini sedang diganggu berbagai pihak, yang mengingkan Indonesia hancur dengan kehilangan rasa nasionlisme, budaya dan kehilangan jatidiri bangsa. Selain ingin menghancurkan Negara ini, gangguan tersebut juga ingin menghancurkan kekuatan Islam di Indonesia. 

Gangguan-gangguan tersebut dimasukkan ke Indonesia melalui stigma terorisme, narkoba, dan teranyar LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender). Target utamanya dialamatkan kepada generasi muda Indonesia, sebab jika genarasi mudanya hancur, maka Negara ini secara perlahan akan hancur dengan sendirinya. 

kemudian dikenalkannya budaya hidup yang tak sesuai dengan kearifan budaya bangsa Indonesia dan nilai-nilai ajaran Islam secara tesistematis kepada generasi muda. Mulai dari style hidup bebas, seks bebas dan lain sebagainya.

Khusus LGBT, kata Fadly ini adalah cara yang dilakukan untuk menghancurkan generasi muda bangsa. Batapa tidak jika orang sudah bebas melakukan penikahan sejenis atau transgender, secara otomatis tidak akan ada lagi generasi yang tumbuh dan berkembang. "Kalau seorang laki-laki menikan dengan seorang laki-laki, lalu siapa yang rela mengambil hak untuk mengandung/hamil. Atau mana bisa pernikahan laki-laki dengan laki-laki menghasilkan keterunan?,"ucapnya. 
Oleh karena itu, kata Fadly generasi muda bangsa sejak dini harus diberikan pengetahuan tentang nilai-nilai kehidupan sebagaimana yang terkandung dalam pancasila dan nilai-nilai ajaran agama, khususnya Agama Islam. Karena hanya itulah benteng terkuat untuk melindungi generasi muda bangsa ini dari perilaku-perilaku yang menyimpang tersebut. 
Selain LGBT, Fadly juga menegaskan bahwa narkotika juga bahaya besar bagi bangsa ini. Karena itu, harus dilawas secara bersama-sama oleh seluruh elemen bangsa. 
Fadly menuturkan, bahwa orang mengonsumsi narkoba akan kehilangan kesadaran akal pikiran atas pengaruh narkotika tersebut. Dan orang yang kehilangan kesadaran akal pikiran sama dengan orang yang tidak punya akal. Jika manusia kehilangan akal, maka sesunggguhnya ia sama dengan binatang ternak, bahkan lebih sesat. Seperti Firman Allah dalam Al Qur'an Surah Al A'raf ayat : 7
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat kebesaran (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telingan (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seumpama binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (al-A’raf, 7: 179 )
Fadly mengatakan ada ungkapan yang menyebutkan "Al Insan Hayawan Antiq" artinya manusia adalah hewan yang berfikir. Jika sudah tidak berfikir, maka ia bukan manusia sungguhan. Kondisi manusia tidak berfikir sebagaimana layaknya manusia yang normal terjadi ketika mengonsumsi narkotika. 
Oleh karena itu Fadly mengingatkan para generasi muda agar tidak mendekati narkoba, apalagi menggunakannnya. "Sekali menggunakan narkoba yakinlah hidup kita tidak akan bahagia,"ujarnya. (***)

Sabtu, 20 Februari 2016

Assalamu'Alaikum...!!! SELAMAT BERTEMU LAGI SAHABAT!

Assalamu'alakum Wr.Wb.
SALAM HANGAT...!!!

Setelah sekian lama vakum mengisi, berbagai ocehan dan tweetan serta catatan pinggir di BLOGSPOT ini, tiba-tiba saya tersentak setelah mendengar nasehat singkat dari seseorang yang bernama Abah FN (Fadly Nurzal).
Nasehat disampaikan dalam bentuk pertanyaan, "masih aktif blogspotmu, koq gak ada update-nya?

Nasehat itu langsung menusuk akan pikir dan naluri menulis ku, dan serta merta saya mulai dengan menyapa para sahabat blogger dan sahabat dunia maya.

Untuk semakin menggairahkan ku kembali aktif dan update halaman blogspot ini, saya awali dengan menampilkan dua foto, pertama  foto sendiri yang kata sebagian orang foto ini menggambarkan"saya persis Walikota...."?.

Kedua foto bersama wanita yang begitu saya cintai setelah Ibu ku. Dia adalah istriku tersayang yang telah menemani hidupku selama 12 tahun lebih. Juga telah memberi ku dua putra dan satu putri nan cantik jelita. Dia inilah yang selalu menjadi motor penggerak semangat untuk tetap menjalani kehidupan harus selalu lebih baik dari hari ke hari.

Selamat bertemu dan menguatkan ukhuwah dan silaturahim via dunia maya, dan semoga kita semua menjadi lebih baik di masa mendatang, amin ya robbal alamin.

Mursal Harahap, S.Ag, M. Kom. I