Animo masyarakat untuk menjadi Calo Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Sumatera Utara sangat luar biasa. Setiap ada pembukaan penerimaan CPNS, baik tingkat provinsi dan kabupaten kota, masyarakat selalu ‘menyemut’ mengikutinya. Para pemburu CPNS terpaksa mengelurkan sejumlah uang hanya memenuhi sederet persyarat yang sebenarnya tidak terlalu urgen. Fakta lain menunjukkan, pelarmar yang berharap menjadi CPNS tidak saja datang dari Provinsi Sumatera Utara, tapi juga dari luar Pulau Sumatera. Apalagi dengan sistem baru dimana pendaftaran dilakukan melalui internet. Kalau sistem ini belum teruji, dikarenakan tidak semua masyarakat melek tekhnologi. Alhasil, kebijakan pendaftaran online untuk memangkas birokrasi, ternyata menjadi peluang untuk menindas dan mendzalimi hak-hak masyarakat. Pemerintah dan para pejabat di negeri ini, sepertinya belum jera dan belum puas untuk menyengsarakan dan menyusahkan rakyatnya. Anehnya lagi, hampir seluruh instansi menggunakan internetisasi dalam pendaftaran CPNS, padahal pola ini belum pernah disosialisasikan secara baik kepada masyarakat. Terlepas dari sistem tersebut, para pemburu CPNS dengan harapan tinggi melakukan berbagai cara agar paling tidak bisa ikut ujian. Kondisi ini seakan seiring sejalan dengan isu beredar, untuk lulus CPNS kekuatan rupiah masih sangat menentukan. Artinya siapa yang punya duit, bisa lulus. Meskipun isu suap ini tidak dapat dibuktikan, karena layak seperti kentut, tercium baunya, tapi tak nampak wujudnya. Dibeberapa daerah di Sumatera Utara, tarif agar bisa lulus menjadi CPNS berpariasi. Dari puluan juta hingga ratusan juta rupiah, sesuai dengan ijazah yang dipergunakan saat melamar. Tamatan SMA, D-I sampai DII tidak sama dengan pelamar yang menggunakan ijazah S-1 dan S-2. Kondisi ini seakan memperkuat dugaan masyarakat bahwa, para pemburu CNPS ternyata diburu kekuatan rupiah. Sesuai dengan tujuannya, pengangkatan CPNS dilakukan guna meningkatkan pelayanan prima kepada masyarakat. Di Indonesia, jumlah PNS hingga akhir Juni 2009 mencapai 4,38 juta orang. Terdapat ketidakseimbangan antara tenaga pelayan dan mereka yang melayani. Di Indonesia, satu PNS melayani tujuh orang. Sementara di negara lain, ASEAN misalnya, satu pegawai melayani 2-4 orang. Sampai saat ini, pelayanan publik masih mengadopsi model-model penjajahan di mana pegawai negeri harus dilayani rakyat bukan melayani masyarakat. Ke depan, pandangan ini perlu diubah agar menghasilkan pelayan-pelayan prima yang benar-benar mengabdi pada rakyat, bukan kekuasaan. Seleksi yang tidak bebas KKN hanya akan melestarikan kultur feodal yang telah lama melekat dalam diri aparat negara ini. Motivasi menjadi PNS yang semata-mata hanya mengejar karier dan jaminan pekerjaan sering kali merusak kultur dan citra PNS. Maklum, ketika pekerjaan yang dikejar, menghalalkan segala cara pun dilakukan. Dengan begitu angan-angan menjadikan PNS sebagai masyarakat pelayan sering ternodai sejak seleksi yang kurang menjunjung tinggi etika dan transparansi. Di tengah sulitnya menembus lapangan kerja, status PNS menjadi idola masyarakat. Banyak mertua mencari menantu yang berstatus PNS. Menjadi PNS identik dengan jaminan masa depan yang cerah, termasuk jaminan hari tua. Karena itu status dianggap bergengsi, dan untuk ukuran Indonesia yang masih miskin, menjadi PNS idaman dan buruan semua orang. Ironisnya, setiap musim penerimaan CPNS selalu muncul dugaan kongkalikong antara peserta seleksi dan oknum-oknum dari instansi pemerintah. Meski sulit dibuktikan, tetapi aroma KKN itu begitu menyengat. Menariknya lagi, masyarakat percaya rekrutmen CPNS tidak mungkin tanpa suap. Karenanya segala upaya ditempuh meski harus menyetor sekarung uang, asal ada kepastian tidak peduli. Kecurangan dalam seleksi CPNS menjadi celah dalam PP No. 98/2000 tentang Pengadaan PNS. Dalam PP itu, seleksi tertulis hanya sekali untuk menjaring sedikit dari banyak calon, diragukan benar-benar objektif dan membuka peluang terjadi kolusi. Demikian juga pelaksanaan seleksi yang dilaksanakan PNS lapangan, rawan terjadi ajang titipan, mempergunakan mekanisme koneksi, dan suap. Pada tahapan penilaian hasil ujian dan penentuan kelulusan rawan manipulasi dan kecurangan karena panitia seleksi memiliki otoritas tinggi. Pada kasus KKN terkait penerimaan CPNS, calon PNS yang mampu membayar mahal tentu saja akan diluluskan meski nilai ujiannya sangat jeblok. Karena itu, sulit mengharapkan seleksi yang tidak menjunjung tinggi etika dan transparansi dapat memperbaiki kualitas aparatur pemerintahan. Karena Reformasi birokrasi tidak akan berjalan di tengah praktik jual beli kursi dan jabatan. Berbagai fakta di atas, secara pasti menjadikan para pemburu CPNS, benar-benar menjadi buruan rupiah oleh pejabat yang hanya memikirkan rupiah…nasib-nasib...! Putus Sudah Harapan Si Miskin Formasi Calon Pegawai Negreri Sipil (CPNS) Tahun 2010 di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) tidak masuk akal lagi. Pasalnya si miskin semangkin menjerit dan harus mempunyai uang ratusan juta rupiah, jika ingin lulus. Demikian disampaikan Baktar Nasution salah satu tokoh masyarakat dan pengamat Sosial dan Politik, Selasa (16/11) kepada KPK Pos di Panyabungan. Nah, kalau begini terus, putus sudah harapan si miskin menjadi pegawai negeri sipil di Pemda Madina. “Jika mengandalkan uang ratusan juta rupiah, jangankan uang ratusan juta, uang perut aja susah dapat di Kabupaten Mandailing natal ini,”Kata Baktar “Isu yang saya dapat di kalangan masyarakat luas seperti di warung kopi di Panyabungan, DIII Keguruan, PGSD dipatok Rp80 juta dan aneh nya lagi S1 mencapai ratusan juta rupiah. Ini kan sudah luar biasa,”ujar Baktar sambil tersenyum. Lebih lanjut dikatakannya dalam penerimaan CPNSD formasi tahun 2010 ini harus di pantau secara dekat. Harus melibatkan pemantau dari Independent sehingga dalam penerimaan CPNSD di Kabupaten Mandailing Natal dapat berjalan dengan baik. Selama ini kita ketahui setiap penerimaan CPNS baik di Kabupaten Mandailing Natal dan Kabupaten Kota lainya selalu mengandalkan kekuatan uang. Dalam arti tanpa uang maka jangan pernah harap untuk penjadi pengawai negeri sipil. Jika realitasnya seperti ini, bagaimana masyarakat ekonomi rendah yang tidak mampu untuk memenuhi persyaratan uang agar dapat lulus dalam penerimaan CPNS tersebut. Kita lihat saja nanti, dan di Madina sama-sama kita ketahui bahwa banyak masyarakat yang selalu sakit hati setiap ada penerimaan CPNS. Dan inidi sebabkan harga atau pasaran untuk menjadi PNS terlalu tinggi tanpa melihat mutu dan kualitas peserta CPNS tersebut. Masih kata Baktar, Pemerintah Daerah dalam penerimaan CPNS formasi 2010 ini harus melibatkan tim independent yang nantinya dapat mengawal berkas-berkas ujian. Sehingga tidak terjadi permainan di tengah perjalanan. “ini penitng agar kecurigaan masyarakat tentang penerimaan CPNS selama ini jadi berkurang,” kata baktar. Hal senada di sampaikan S. Nasution. Dalam penerimaan CPNSD Pemkab Madina harus taransparan. Tuduhan yang mengatakan harus mengeluarkan biaya ratusan juta rupiah, ini harus dihilangkan, sehingga budaya Korupsi, Kolusi dan Nepotismi di Bumi Gordang Sambilan ini dapat dihilangkan. “Pemberantasan KKN merupakan program pemerintah di negara kita ini,” uangkap Nasution. Seperti tahun-tahun sebelumnya, kalau kita tidak memiliki sejumlah uang maka jangan pernah berharap untuk menjadi PNS. “Bagaimana nasib orang yang tidak mempunyai finansial memadai, tetap tidak ada perkembangan, tetap menjadi petani atau buruh. Orang miskin yang tidak memiliki kemampuan keuangan akan tetap menjerit,”ungkap Nasution.
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan sampaikan komentar anda di sini