MEDAN

Nasehat...

.“(Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang diangkasa bebas? Tidak ada yang dapat menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman. (An-Nahl:79") .“(menang dengan mengalah, itulah filsafat air dalam mengarungi kehidupan") .(Guru yang paling besar adalah pengalaman yang kita lewati dan rasakan sendiri) .(HIDUP INI MUDAH, BERSYUKURLAH AGAR LEBIH DIMUDAHKAN ALLAH SWT)

Bismillahirrahmanirrahim

"Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang diangkasa bebas? Tidak ada yang dapat menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman. (An-Nahl:79)

Senin, 23 Agustus 2010

Tim Safari Ramadhan PPP di Pantai Barat Sukses :

Tim safari Ramadhan DPW Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Sumatera Utara yang diterjunkan ke wilayah barat, sukses melaksanakan amanah partai tersebut. Tim C dipimpin Drs H Ahmad Hosen Hutagalung dan Abdur Rahim Gea MA bergerak dari Mandailing Natal (Madina), Tapanuli Selatan – Padangsidimpuan, Padang Lawas Utara dan Padang Lawas. Sementara tim B di kordinatori Aswan Jaya SH melaksanakan Safari ramadhan di Tapteng-Sibolga,Taput-Humbahas dan Tobasa –Samosir. Tim C di Mandailing Natal, pada Jum’at pagi 20 Agustus 2010 melaksanakan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Pemuda Islam. Kegiatan ini diikuti sekitar 60 peserta dari kader sayap partai PPP yakni GMPI, GPK, AMK, WPP. Termasuk dari utusan remaja masjid. Pada Diklat tersebut, materi disampaikan Ahmad Hosen Hutagalung (Sejarah PPP), Ir Hamdan Sukrawi (Manajemen kepemimpinan dan organisasi), Abdur Rahim Gea, MA (Ke-Islaman) dan Mursal Harahap, S.Ag (Kewirausahaan). Sementara pengelola kegiatan ditangani Tazmir Panggabean, Muharam Harahap, Akhyar Adlani Siregar dan Hendra. Setelah Diklat, ba’da berbuka puasa bersama di kediaman Anggota DPRD Kab Madina dari PPP, Drs H Huzeini, di desa Sipohul-Pohul Kec Payabungan, Madina dilanjutkan dengan safari ramadhan di desa tersebut. Warga Sipohul-Pohul tampak antusias menyambut kedatangan tim safari ramadhan DPW PPP Sumut. Pada kesempatan itu, tim juga menyerahkan bingkisan dan bantuan kepada kenaziran masjid tempat safari ramadhan. Selesai di Madina, Tim bergerak menuju kota Padang Sidimpuan, Sabtu 21 Agustus 2010. Di Kota Salak ini, Diklat digelar di kantor DPC PPP Kota Padang Sidimpuan Jl MT Haryono, diikuti sekitar 60 orang. Sementara Safari Ramadhan dipusatkan di Desa Pargumbangan Kec Batang Angkola Kab Tapanuli Selatan. Safari Ramadhan ini juga dirangkai dengan peringatan Nuzulul Qur’an, dihadiri 1000 lebih warga Pargumbangan dan desa sekitarnya. Pada Acara itu, salah seorang tokoh masyarakat dan pejuang abadi PPP mengatakan darah juangnya bangkit kembali melihat kinerja dan upaya-upaya PPP selama ini. Karena itu ia meminta seluruh umat Islam di daerah itu agar ikut bersama-sama PPP berjuang tidak saja untuk kesejahteraan, tapi juga menjaga moral dan akhlak bangsa. Ketua DPC PPP Tapanuli Selatan, H Abdul Rasyid Lubis menegaskan, jika seluruh fungsionaris partai mampu menjalin komunikasi aktif dengan masyarakat, PPP akan bangkit dan menang. “Pileg 2009, di Desa Pargumbangan PPP meraih 90 persen suara. Kalau pengurus terus menjalin komunikasi dan silaturrahmi dengan masyarakat, maka 2014 nanti, Insya Allah PPP bisa meraih 100 persen,”ucap. Sementara itu, Wakil Ketua DPW PPP Sumut H Ahmad Hosen Hutagalung yang juga anggota DPRD Sumut dari dapil VI, mengatakan kegiatan safari ramadhan merupakan agenda tahunan DPW PPP Sumut. Selain untuk menjalin silaturrahmi dengan masyarakat, kegiatan ini juga untuk mendengar aspirasi umut melalui pertemuan tatap muka. Kegiatan yang sama juga dilaksanakan Tim C di Kota Gunungtua Padang Lawas Utara (Paluta), dihadiri Ketua DPC PPP Paluta Khairuddin Siregar dan Ketua DPC PPP Palas. Khoiruddin saat safari ramadhan menyebutkan, PPP tidak hanya mengurusi politik . Tapi juga menghubungkan silaturrahmi dan kampanye keimanan. (MURSAL)

Rabu, 18 Agustus 2010

PPP Terjunkan Mujahid Ramadhan Ke-33 Kab Kota :

DPW Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Provinsi Sumatera Utara, sebagai upaya meningkatkan silaturrahmi dengan umat, menerjunkan para mujahid ramadhan. Mujahid PPP itu tergabung dalam Tim Safari Ramadhan DPW PPP Sumut yang akan menemui umat di 33 kabupaten kota di Sumatera Utara. “Kader PPP yang menjadi mujahid ramadhan diharapkan dapat mendekat PPP dengan umat islam,”kata Ketua DPW PPP Sumatera Utara H Fadly Nurzal S.Ag pada acara pelepasan tim safari ramadhan di Gedung Umat Jln Raden Saleh No 11 Medan. Acara pelepasan tim safari ramadhan itu dirangkai dengan berbuka puasa bersama antara tim safari ramadhan, pengurus DPW dan kader PPP yang hadir pada acara tersebut. Pada kesempatan itu Fadly Nurzal secara tegas mengatakan bahwa PPP memiliki tanggungjawab dan komitmen yang kuat dalam membela dan memperjuangkan kepentingan umat islam, khususnya di Sumatera Utara. Dijelaskannya, acara pelepasan tim safari ramadhan dipilih bertepatan pada peringatan hari kemerdekaan RI, karena memang memiliki hubungan antara ramadhan dan HUT RI. Deklarasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 bertepatan dengan hari ke-9 ramadhan waktu itu. Artinya ada korelasi antara kemerdekaan dengan bulan ramadhan. “Atas dasar itu pula, diharapkan kader yang ikut dalam tim safari ramadhan tahun ini memiliki semangat juang dan heroisme untuk terus memperjuangkan kepentingan umat Islam , bangsa dan Negara,”tegasnya. Fadly juga mengharapkan para mujahid ramadhan dapat membantu proses konsolidasi yang sedang berlangsung pada tingkatan Pimpinan Ranting (Musran) dan Pimpinan Anak Cabang (Musancab) PPP se-Sumatera Utara. Disebutkan Fadly, tim safari ramadhan kali ini tidak hanya bertemu dan bersilaturrahmi dengan umat di mesjid. Safari Ramadhan tidak hanya bertemu ummat di Mesjid, tetapi juga melakukan pendidikan dan pelatihan guna peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) Insan PPP. Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Pemuda Islam ini diharapkan mampu menumbuhkan semangat juang mengembangkan partai di daerah masing-masing. “Kalau mau diibaratkan, dari pelatihan itu akan lahir pejung partai yang berjuang seperti para pahlawan kemerdekaan,”imbuhnya. Ketua panitia pelaksanaan safari ramadhan Ir Darianto M.Sc melaporkan DPW PPP menerjunkan 126 orang mujahid. Dibagi 8 tim ditambah 1 tim khusus yang diberangkat ke Nias dipimpin langsung Ketua DPW PPP Sumut. Seluruh anggota tim katanya memiliki tugas dan tanggungjawab memberikan materi pada pendidikan dan pelatihan. Juga memberikan tausiyah ramadhan di masjid-masjid yang telah ditentukan Pengurus DPC PPP se-Sumut. Darianto menjelaskan kegiatan berlangsung selama 12 hari kerja yang dilakukan dengan cara road show ke setiap DPC PPP Kab/Kota. Sementara penutupan kegiatan akan dilakukan pada 4 September 2010 mendatang. Acara itu dirangkai dengan Rapat Pimpinan DPW PPP Sumatera Utara dan acara berbuka puasa akbar bersama ulama dan ummat. Adapun kordinator tim safari ramadhan DPW PPP Sumut 1431 H adalah H Fadly Nurzal, H Ali Jabbar Napitupulu, H Rijal Sirait, H. Bustami HS, H. Hosen Hutagalung, Dtm H. Hasan Maturidi, Nurul Azhar Lubis, dan Aswan Jaya.

Fadly Nurzal : Kita Terkejut SBY tak Singgung Penangkapan Staf KKP :

Pidato kenegaraan Presiden Ri Susilo Bambang Yudhoyono dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia masih menjadi perbincangan banyak kalangan. Pidato itu tidak menjawab keresahan masyarakat, juga terkesan seperti air laut asin sendiri alias memuji diri sendiri. Faktanya banyak persoalan bangsa yang tidak tercantum dalam pidato tersebut. “Catatan saya, ada tiga persoalan penting, tapi tidak disunggung SBY pada pidato kenegaraan waktu itu,”ucap Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) DPRD Sumatera Utara, H Fadly Nurzal, S.Ag, saat diminta tanggapannya terkait pidato kenegaraan Presiden RI. Pertama kata Fadly terkait kasus yang baru-baru ini terjadi di perairan Selat Malaka. Dalam kasus itu, terkesan pemerintah tidak berdaya melawan tirani pemerintahan Negara tetangga Malaysia. Jika dilihat dari kasus yang terjadi, staf Kementerian Kelautan dan Perikanan Wilayah Batam, menangkap basah nelayan Malaysia sedang mencuri ikan di perairan Indonesia. Staf Kementerian Kelautan dan Perikanan yang notabenya menegakkan kedaulatan perairan Indonesia, malah ditangkap Polisi Diraja Malaysia. Anehnya lagi, Pidato Kenegaraan Presiden SBY, malah tidak menyinggung kasus tersebut. Padahal pidato tersebut disampaikan dalam rangka memperingati hari kemerdekaan RI. “Yang membuat kita miris, marwah Indonesia sebagai sebuah Negara yang berdaulat tidak berdaya dalam kasus itu. Ditambah lagi tidak ada perhatian serius dari pemerintah, terbukti sama sekali tidak disebutkan dalam pidato kenegaraan,”ucap Fadly. Kedua lanjut Fadly yang juga ketua DPW PPP Sumut, yakni bidang pendidikan. Bidang ini, berdasarkan amanah dan perintah undang-undang mendapat porsi terbesar dalam struktur APBD dan APBD yakni 20 persen. Kalau kemudian bidang ini tidak disinggung Presiden SBY pada pidato kenegaraan, kita sungguh terkejut. “Kita sesunggungnya sangat terkejut, ada SBY tidak menyinggung bidang pendidikan,”katanya. Disebutkan Fadly, lahirnya UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang mengamankan alokasi anggaran 20 persen, dilatar belakangi karena rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM) rakyat Indonesia. Penyebabnya, adalah kualitas dan daya pendidikan masih rendah. “Atas dasar dan pertimbangan itu, maka Negara bertujuan meningkatkan kualitas dan daya saing pendidikan. Salah satu upaya mendorong ke arahnya itu dengan memberikan porsi anggaran yang jelas dan tidak sedikit. Lalu ini tidak disinggung, kita tentu heran dan terkejut,” katanya. Ketiga terkait kasus tabung gas 3 kilo gram yang belakangan ini menjadi momok bagi masyarakat. Dijelaskan Fadly, diterapkan pemakaian gas sebagai implementasi dari kebijakan pemerintah terkait konversi minyak tanah ke gas. Kebijakan ini dikeluarkan untuk mengurangi beban subsidi yang ditanggung APBN. Termasuk pemulihan perekonomian nasional. Atas kebijakan itu, sebut Fadly, kini muncul dampak yang menguntungkan bagi masyarakat. Sudah banyak rakyat yang jadi korban atas kebijakan itu. Terlepas apakah karena tabung yang bocor, regulasi tabung yang rusak dan tidak berstandar SNI. Faktanya kebijakan ini telah berdampak luas di tengah-tengah masyarakat. “Terkejutnya kita, persoalan ini sama sekali tidak disinggung Presiden SBY dalam pidato kenegaraan yang disampaikannya,”imbuhnya dan menambahkan tidak disebutnya beberapa permasalahan masyarakat patut dipertanyakan. Meskipun, lanjut Fadly, dari pidato itu tergambar sejumlah pencapaian di masa pemerintahan SBY. Misalkan terkait hutang luar negeri, jumlah dana yang dikucur ke Provinsi, Kab dan Kota terus mengalami peningkatakan. “Kita juga akui ada beberapa sector yang mengalami pertumbuhan signifikan dan berdampak positif dalam memacu pembanguan,”kata Fadly.

Rabu, 11 Agustus 2010

Parlementary Treshold 5 Persen (Penyederhanaan atau Pemberangusan Parpol) :

Meski pembahasan revisi UU Pemilu masih lama, namun wacana penyederhanaan partai politik (parpol) sudah ramai dibicarakan. Untuk membatasi tumbuhnya parpol yang hanya meramaikan pemilu tetapi tidak mendapatkan suara, diusulkan batas ambang minimal atau Parliamentary Treshold (PT) minimal 5 persen. Pada UU No. 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu, pasal 202 disebutkan parpol yang berhak diikutsertakan dalam perhitungan suara untuk meraih kursi di DPR RI harus mencapai batas ambang minimal suara nasional 2,5 persen. Hasil pemilu 2009 silam dari 34 yang mampu memenuhi batas ambang minimal (Parlementary Treshold/PT) 2,5 persen perolehan suara, hanya 9 parpol. Yaitu Demokrat, Golkar, PDIP, PKS, PPP, PAN, PKB, Hanura dan Gerindra. Fakta ini menunjukkan sebagian besar parpol tidak mampu meraih batas ambang minimal 2,5 persen. Sebab itu parpol tersebut tidak berhak ikut dalam pembagian 560 kursi DPR RI. Meskipun ada calon legislatif dari parpol itu yang berhasil memenuhi quota Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) di daerah pemilihannya. Konsekwensi lain dari pemberlakuan PT, aspirasi politik warga yang disalurkan kepada caleg dari partai yang tidak berhasil memenuhi PT 2,5 persen menjadi sia-sia alias mubadzir. Bahkan angka hak politik yang jadi sia-sia itu bisa menyamai angka golput atau mungkin melebihi. Ketentuan itu juga menimbulkan kekecewaan bahkan mendorong pelemahan peran serta masyarakat dalam menggunakan hak pilih di berbagai pesta demokrasi. Role of the game ini juga membuat masyarakat bertambah muak, bosan serta tidak peduli. Kondisi itu diperparah, sikap anggota dewan terpilih disetiap tingkatan tidak menunaikan janji politiknya. Termasuk para pemimpin pemerintahan, mulai dari presiden dan wakil presiden dan kepala daerah di provinsi dan Kabupaten Kota. *** Pada pemahasan rancangan undang-undang (RUU) pemilu tahun 2014, muncul wacana peningkatakan Parmentary Treshold menjadi 5 persen. Peningkatakan PT 5 persen, sebagain berpendapat dalam rangka penyederhaan parpol di Indonesia. Karena memang jumlah parpol peserta pemilu diniali masih terlalu gemuk. Seperti di 2009 silam, parpol peserta pemilu berjumlah 34 secara nasional. Selain argumentasi penyederhaan jumlah parpol, wacana PT 5 persen mengajukan alasan peningkatkan kualitas dan menjaga kestabilan sistem pemilu. Bahwa banyaknya parpol peserta pemilu diyakini membingungkan masyarakat dalam menentukan pilihan. Sebab tidak mengetahui visi misi serta minimnya sosialiasasi. Kemudian, peningkatakan angka PT 5 persen ini juga untuk menjaga stabilitas sistem pemilu. Selama ini, tidak ada peraturan baku yang dijadikan sistem penyelenggaraan pemilu. Setiap pemilu punya undang-undang sendiri, sistem sendiri dan mekanisme sendiri. Contoh kecil, cara pemberian suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS), pola juga berubah-ubah. Mulai dari mencoblos, mencontreng, coblos lagi dan lain sebagainya. Atas berbagai argumentasi itu, kalangan pendukung peningkatakn PT mengajukan angka 5 persen. Dengan PT 5 persen, maka jumlah parpol akan ideal dan sistem tetap terjaga serta telah memenuhi representasi keterwakilan masyarakat. Bahkan menurut pengamat, dengan kenaikan PT, eksistensi parpol akan terjawab. Apakah masih dimintai masyarakat, berkualitas atau tidak akan ketahuan. Artinya PT 5 persen, dinilai layak dipertimbangkan demi mendorong parpol lebih berkualitas. Karena itu tidak heran, kecendrungan parpol besar mengarah pada dukungan PT diposisi 5 persen. Pada sisi lain, parpol kecil lebih memilih menolak. Kelompok ini juga memajukan berbagai alasan, misalkan melihat PT 5 persen dari sisi hak azasi dan demokrasi? Jika kemudian format PT ditetapkan 5 persen, itu sama saja pembunuhan aspirasi politik warga negara. Bertendangan dengan UUD 1945 yang menjamin adanya kebebasan berbicara, berkumpul, berserikat dan berpolitik. Alasan lain adalah PT 2,5 persen saja, suara politik warga Negara banyak yang mubadzir. Apalagi jika ditingkatkan ke level 5 persen, tentu akan semakin banyak suara politik warga negara yang terbuang percuma. Dan sebenarnya tidak ada jaminan DPR lebih berkualitas, sistem lebih stabil hanya dengan PT 5 persen. Selain itu, disinyalir ada niat lain dibalik pengusulan PT 5 persen. Semangat parpol besar mendukung PT 5 persen, mungkin ada kaitannya memberangus parpol kecil agar tidak ikut berkompetisi di 2014. Dengan demikian peluang untuk kembali menjadi pemenang sangat besar karena parpol kecil sudah tidak lagi ikut. Bahkan tidak tertutup kemungkinan, PT 5 persen sengaja digelontorkan untuk menghabisi parpol berazaskan islam dan parpol berbasis islam. Praduga ini memiliki kolerasi dengan hasil perolehan saura parpol islam pada pemilu 2009 silam yang tidak satupun masuk 3 besar. Kalau kemudian PT 5 persen disepakati, diprediksi parpol islam akan tumbang karena tidak sanggup memenuhi perolehan suara 5 persen secara nasional. Fakta pada pemilu 2009 silam deng PT 2,5 persen, beberapa parpol berazas dan berbasil islam terlempar dari parlement, seperti PBB, PBR dan lainnya. Untuk itu, tokoh parpol islam, ormas, OKP, pemikir, peneliti dan ummat Islam perlu melakukan kajian konprehensif atas wacana peningkatakan angka Parlementary Treshold. *** Terlepas dari pro dan kontra atas wacana peningkatan PT 5 persen, sesungguhnya itu tidak berimplikasi langsung pada masyarakat. Jika ditanyakan apakah untung ruginya bagi rakyat bila PT menjadi 5 persen atau tetap 2,5 persen? Bagi rakyat hal itu tidak begitu penting, apakah PT 5 persen, 10 persen, bahkan 75 persen atau 100 persen sekali pun. Sebab realitanya selama ini, rakyat belum merasakan manfaat atas keberadaan parpol, termasuk presiden dan wakil presiden yang dicalonkan parpol serta dipilih secara langsung rakyat. Justru rakyat sering dibuat kecewa oknum-oknum dari parpol yang kemudian menjadi anggota dewan. Meskipun mereka disebut wakil rakyat, tetapi prakteknya jarang sekali berpihak pada rakyat. Apalagi memperjuangkan aspirasi rakyat. Termasuk calon-calon yang diajukan parpol di eksekutif. Tidak sedikit dari mereka yang mengingkari janji politik, menindas dan ‘membunuh’ rakyat dengan kebijakan dan peraturan. Subsidi minyak tanah dicabut, lalu dikonversi ke gas. Tapi kini, gas menjadi teroris nomor wahid, setiap saat meledak dan mengambil korban. Anehnya pemerintah meresponnya hanya dengan berjanji kan memperbaiki. Padahal sudah puluhan nyawa melayang, ratusan milyar kerugian yang harus dutanggung rakyat. Disisi lain, anggota legislatif, mulai dari DPR RI DPRD Provinsi dan Kabupaten Kota, sering kali bolos kerja. Sedihnya saat membahas kepentingan rakyat, anggota dewan ogah-ogahan. Tapi menghabiskan anggaran atau duit rakyat dengan dalih kunjungan kerja ke luar kota, selalu hadir. Dalam hati mereka, plesiran keluar kota dibiayai negara, tak pastan dilewatkan. Atas dasar itu, berapapun angka PT tidak menjadi persoalan bagi rakyat. Apakah bertujuan menyederhanakan atau memberangus parpol, rakyat tidak mau tau. Wallahu A’lam Bissawab.(Mursal Harahap, S.Ag, aktivis Forum Indonesia Muda-FIM)

Kamis, 05 Agustus 2010

“...Ulaika Kal An'am…” (Sebuah Renungan buat Pemimpin)

Catatan : Mursal Harahap. S.Ag “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”. (QS : al-A’raf :179) Ayat ini memberikan penjelasan bahwa manusia yang tidak menggunakan hati, mata dan terlinganya untuk mengikuti perintah Allah, disebutkan kal an’am (seperti binatang ternak). Kaitannya dalam konteks kepemimpinan adalah setiap manusia merupakan pemimpin, baik untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat maupun Negara. Atas kepemimpinan itu, setiap orang akan dimintai pertanggungjawabannya. Sejatinya, seseorang diangkat, dipilih atau ditunjuk menjadi pemimpin, karena dinilai mampu mengayomi dan mengakomodir seluruh kepentingan orang-orang yang dipimpinnya. Mampu bertindak adil, amanah dan memiliki rasa simpati dan empati atas kondisi orang-orang yang dipimpinnya. Kalau kemudian kita mendekatkan indikator pemimpin di atas dengan fakta kepemimpinan di Indonesia, tentu dalam hati nurani kita bersama telah menemukan jawabannya. Apakah para pemimpin di negeri ini sudah mengayomi, mau mendengar, memperjuangkan kepentingan dan aspirasi masyarakat. Dan apakah hati para pemimpin di negeri ini terketuk bila melihat penderitaan dan kesengsaraan masyarakat yang dipimpinnya? *** Dalam ajaran Islam, Allah SWT menciptakan manusia dibekali, hati dan akal sehingga menjadi ciptaan yang sempurna. Tubuh manusia juga dilengkapi mata, telinga, tangan dan kaki. Tentunya, apa-apa yang telah diberikan itu, sesuai hakikat penciptaan manusia dan jin adalah untuk mengabdi pada Allah SWT. Mulai dari hati, akan, mata, telinga, tangan dan kaki. Jika, fasilitas ciptaan itu tidak dipergunakan sesuai tuntunan dan kehendak Allah, maka manusia dapat disamakan dengan hewan ternak, bahkan lebih sesat. Sekarang kita seret pendekatan itu dengan realitas pemimpin di Indonesia. Pemimpin sebagai manusia biasa yang diberi amanah untuk memimpin memiliki dua tanggungjawab, yakni kepada Sang Pencita Tuhan Yang Maha Kuasa dan kepada manusia lain yang dipimpinnya. Jika kemudian seorang pemimpin, tidak menggunakan hati, akal, mata telinga, tangan dan kakinya untuk mengurusi orang-orang yang dipimpinnya, maka logikanya, pemimpin tersebut dapat disamakan seperti binatang ternak (Kal An’am). Sama posisinya ketika seluruh fasilitas ciptaan tidak dipergunakannya untuk mengabdi pada Tuhan. *** Di Indonesia secara formal, ada banyak pemimpin. Mulai pemimpin pemerintahan, pemimpin di legislatif, yudikatif dan tersebar mulai dari tingkat pusat hingga daerah. Ada pemimpin kelompok masyarakat, komunitas, organisasi dan pemimpin kepemudaan dan lainnya. Jika fokus pada pemimpin negara dan eksekutif, di nusantara ini hampir setiap hari ada saja yang melakukan aksi protes atas berbagai kebijakan pemerintah yang dinilai tidak berpihak pada masyarakat. Bahkan belakangan, aksi protes para pencari keadilan banyak bermunculan, seperti Pong Hardjatmo naik ke atas Gedung DPR RI Jumat 30 Juli 2010 lalu dan menuliskan tiga kata “Adil, Jujur, Tegas”. Aksi jalan kaki dari Malang hingga Jakarta yang dilakukan Indra Azwan untuk menuntuk keadilan atas meninggalnya anaknya, ada pejuang PNS yang belum menerima gaji ke-13 dari Ogan Hilir, Sumatera Selatan. Ada aksi tanam diri oleh masyarakat di Jakarta, karena tempat tinggal akan digusur, aksi diam dua janda pahlawan di depan istana karena dituduh menyerobot rumah. Yang paling fenomenal aksi keadilan buat Prita Mulyasari yang ditunjukkan dengan mengumpulkan koin, dan masih banyak aksi lainnya. Tidak hentinya aksi protes yang dilakukan masyarakat sebagai orang yang dipimpin, ternyata tidak juga mampu menggugah hati dan pikiran para pemimpin negeri ini. Mata dan telinga mereka seakan tertutup dan tidak mau melihat realita kehidupan masyarakat. Tangan mereka seringkali menuliskan kebijakan yang berseberangan dengan hajat hidup masyarakat. Sementara kaki mereka sering berlari menjauh dari kemiskinan dan keterpurukan masyarakat. Padahal sesungguhnya amanah sebagai pemimpin yang mereka nikmati buah dari partisifasi dan suara masyarakat. Mereka juga lupa, tidak ada gunanya menjadi Presiden dan DPR jika tidak ada rakyat. Termasuk jabatan apapun berkaitan dengan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Padahal hakikatnya keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung dari kemampuannya untuk membangun orang-orang di sekitarnya. Karena sebenarnya harus melayani bukan dilayani. Pemimpin yang melayani tentu memiliki kasih dan perhatian kepada mereka yang dipimpinnya. Kasih itu mewujud dalam bentuk kepedulian akan kebutuhan, kepentingan, impian dan harapan dari mereka yang dipimpinnya. Kemudian seorang pemimpin yang memiliki hati dan melayani adalah akuntabilitas (accountable). Artinya penuh tanggung jawab dan dapat diandalkan. Seluruh perkataan, pikiran dan tindakannya dapat dipertanggung jawabkan kepada publik. Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang mau mendengar. Mau mendengar setiap kebutuhan, impian dan harapan dari mereka yang dipimpinnya. Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang dapat mengendalikan ego dan kepentingan pribadinya melebihi kepentingan publik atau mereka yang dipimpinnya. Kembali pada perumpaan yang disebutkan dalam al-Qur’an surah al-A’raf 179 di atas, jika diberikan penilaian, apakah para pemimpin telah menggunakan hati, pikiran, mata, telinga, tangan dan kaki mereka untuk membangun dan memajukan orang-orang yang dipimpinnya. Jika tidak, apakah kemudian mereka dapat disebutkan seperti perumpaan dalam ayat al-Qur’an surah al-A’raf 179, “Kal An’am”. Wallaho A’lam Bisawaf.