PEMANDANGAN UMUM
FRAKSI PPP DPRD KOTA MEDAN
TERDIRI DARI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
DAN PARTAI PATRIOT
TERHADAP ENAM RANCANGAN PERATURAN DAERAH
KOTA MEDAN
DISAMPAIKAN PADA RAPAT PARIPURNA, 10 DESEMBER 2010
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Selamat siang
Yth, Saudara Ketua, para Wakil Ketua, Ketua-Ketua Fraksi, Ketua Komisi dan BKD serta rekan-rekan anggota dewan yang terhormat
Yth, Saudara Walikota Medan serta pejabat di lingkungan Pemko Medan
Yth, para unsur Muspida
Yth, para wartawan media cetak dan elektronik
Hadirin dan undangan yang berbahagia.
Segala puji bagi Allah SWT, atas limpahan Rahmat, hidayah-Nya kita masih dapat hadir mengikuti sidang paripurna dewan yang terhormat ini, untuk mendengar pemandangan umum Fraksi-Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan tentang enam (6) Rancangan Peraturan Daerah Kota Medan.
Pimpinan dan anggota dewan yang kami hormati
Perkenankan kami menyampaikan ucapan terima kasih atas kesempatan yang diberikan Saudara Pimpinan Rapat kepada (Fraksi Patriot Persatuan Pembangunan (FPPP), untuk menyampaikan pemandangan umum terhadap enam Ranperda Kota Medan yaitu :
1. Ranperda tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
2. Ranperda tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
3. Ranperda tentang Pajak Daerah Kota Medan
4. Ranperda Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Medan No 3 tahun 2009 tentang Pembentukan Organiasai dan Tatakerja Perangkat Daerah Kota Medan.
5. Ranperda tentang Penyertaan Modal Pemerintah Kota Medan Kepada PT Bank Sumut (Persero) dalam Bentuk Saham untuk Mendukung Program Kerja PT Bank Sumut (Persero).
6. Ranperda Penyertaan Modal Pemerintah Kota Medan Kepada PT Bank Sumut (Persero) dalam Bentuk Saham untuk Mendukung Perkuatan Permodalan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Sdr Ketua dan Anggota Dewan yang Terhormat,
Menurut Fraksi PPP, pengajuan 6 Ranperda oleh Pemerintah Kota yang sedang kita dibahas saat ini, memiliki tujuan mulia dan strategis, khususnya dalam peningkatan pemasukan kas daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan adanya peningkatan PAD secara signifikan pada giliran berikutnya diharapkan mampu mendorong percepatan pembangunan serta mensejahterakan dan memakmurkan masyarakat Kota Medan.
Meskipun memiliki tujuan mulia dan strategis, tetap harus dilakukan kajian dan analisis mendalam serta konprehensif. Sehingga saat Ranperda ini disetujui dan disepakati menjadi Peraturan Daerah (Perda) serta diterapkan, tidak muncul resistensi atau perlawanan dari orang, kelompok dan lembaga yang menjadi objek dari Perda ini.
Kajian dan analisa juga penting dilakukan untuk memastikan, Perda ini nantinya tidak tumpang tindih dengan peraturan lain serta tidak bertentangan dengan paraturan yang lebih tinggi. Hal ini mengingat sudah ada 1.800 Perda bermasalah yang telah dibatalkan pemerintah pusat dengan alasan tumpang tindih dan bertentangan dengan peraturan perundang-udangan lebih tinggi. Dari 1.800 Perda bermasalah itu tercatat 472 milik Pemeintah Provinsi Sumatera Utara dan 33 adalah milik kabupaten kota.
Untuk itulah, FPPP pada pemandangan umum ini akan menyampaikan beberapa pertanyaan sekaligus mohon penjelasan, yang kami mulai dari :
1. Ranperda tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Terkait Ranperda ini, FPPP mohon penjelasan tentang ;
a. Sarana dan prasarana yang akan mendukung pelaksanaan Peraturan Daerah apakah sudah tersedia seperti pengadilan pajak. Pengadilan pajak merupakan salah satu perangkat bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan dan permohonan banding atas keputusan penetapan pajak.
Sebagaimana ketentuan pada bagian keempat tentang keberatan dan banding pada pasal 20 point (1) bahwa wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding kepada pengadilan pajak terhadap keputusan penetapan pajak oleh kepala daerah. Untuk itu menurut FPPP, pengadilan pajak harus sudah disiapkan sebelum Ranperda ini disahkan menjadi Perda.
b. Kemudian pada Bab IX tentang kadaluarsa penangguhan pajak pada point 1 disebutkan, hak untuk melakukan penagihan pajak menjadi kadaluarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.
Terkait masa kadaluarsa ini, FPPP menyarankan untuk mempertimbangkan kembali masa waktu kadaluarsa tersebut dengan melihat ketentuan masa kadaluarsa pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPidana) dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Penetapan masa kadaluarsa ini perlu lebih selektif, sebab bila kewajiban wajib pajak untuk membayar pajak mamasuki kadaluarsa dalam ketentuan Ranperda ini menyebutkan piutang pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluarsa dapat dihapuskan.
c. FPPP selanjutnya mempertanyakan dan mohon penjelasan terkait ketentuan pidana pasal 30 pada point 1 dimana disebutkan wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPOP atau mengisi tidak benar atau dengan tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda palaing banyak 2 (dua) kali lipat dair jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang banyar.
Ketentuan pidana dan denda dalam Ranperda ini jika dibandingkan dengan ketentuan UU No.32 tahun 2004 pasa 143 ayat (2) tidak sejalan, dimana disebutkan Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau dengan paling banyak Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
Menurut FPPP perlu dilakukan kajian ulang penetapan ketentuan pidana pada Ranperda ini mengingat ketentuan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pasal 136 point (4), dimana disebutkan Peraturan Daerah dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan atau perarutan perundang-undangan yang lebih tinggi. Kemudian ketentuan pasa 7 ayat (5) UU No.5 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menegaskan, kekuatan hukum perundang-undangan adalah sesuai dengan hirarki sebagaimana ketentuan pasal 1. Hirarki dimaksud adalah : UUD 1945, UU/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres) dan Paraturan Daerah (Perda). Mohon penjelasannya.
2. Ranperda tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
Selanjutnya terkait Ranperda Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dimana terjadi pengalihan pengelolaan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, bagi FPPP ini merupakan satu langkah maju di era otonomi sekarang.
Meski demikian, kami memiliki beberapa pertanyaan dan mohon penjelasan dari pemerintah kota terkait :
a. Tentang defenisi dari harga transaksi dan nilai pasar yang tercantum pada pasal pasal (4) ayat 2 dalam Ranperda ini. Untuk menghindari dan mengantisipasi terjadinya multi tafsir dan multi pemaknaan, oleh karena itu perlu dicantumkan pada ketentuan umum apa yang dimaksud dengan harga transaksi dan nilai pasar tersebut. Mohon penjelasan apa alasan tidak dicantumkannya defenisi harga transaksi dan nilai pasar tersebut.
b. Kami juga mohon penjelasan mekanisme apa yang akan dilakukan pemerintah kota jika wajib pajak melanggar pasal 30 tentang ketentuan pidana sebagai tercantum dalam Ranperda ini, termasuk sebelum hak untuk memungut pajak memasuki masa kadaluarsa, mohon penjelasan yang sejelas-jelasnya.
c. FPPP juga mohon penjelasan tentang besaran insentif bagi petugas yang melakukan pemungutan pajak. Standarisari kinerja yang dijadikan ukuran untuk memberikan insentip juga tidak dijelaskan dalam Ranperda ini, untuk itu kami mohon penjelasan.
3. Ranperda tentang Pajak Daerah Kota Medan
Pajak daerah sebagai penyumbang terbesar pada keuangan daerah tentu punya posisi strategis. Kemudian ada beberapa persoalan yang terjadi atas pemberlakuan Peraturan Daerah Kota Medan No 12 tahun 2003 tantang pajak daerah. Di antaranya ketentuan yang dimuat dalam Perda No.12 tahun 2003 tentang pajak sudah tidak relevan dengan dinamika masyarakat dan iklim pajak hotel, restoran, hiburan, reklame, penerangan jalan umum dan parkir dimana saat ini dunia usaha mengalami perkembangan yang begitu pesat.
Kemudian masih banyaknya keluhan masyarakat terkait persentase tarif yang dikenakan pada wajib pajak. Akibatnya menimbulkan biaya tinggi dan menghambat pertumbuhan dunia usaha termasuk mengganggu tingkat perekonomian masyarakat Kota Medan. Dampak lain, iklim investasi menjadi tidak kondusif bahkan sudah terbukti beberapa investor memindahkan usahanya ke daerah lain, dengan alasan peraturan yang tumpang tindih, tingginya persentase pajak atau retribusi dan ditambah banyaknya pungutan tak resmi, serta belum maksimalnya pemerintah memberikan bantuan yang mendorong pertumbuhan investasi.
Terkait Ranperda ini, FPPP mempertanyakan dan mohon penjelasan tentang :
a. Penetapan rumah Kost dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh) menjadi objek pajak daerah. FPPP berpandangan pengenaan pajak terhadap rumah kost ini sangat peka dan sensitif, sebab dampaknya langsung dirasakan penyewa kamar kost, dimana segmennya adalah pelajar, mahasiswa dan pekerja. Untuk itu, perlu kearifan dan kebijaksanaan dalam menetapkan ketentuan objek pajak rumah kost ini dengan mempertimbangkan kondisi dan tingkat perekonomian masyarakat yang masih belum membaik.
Menurut FPPP, harus ada dan jelas strandarisasi kamar kost yang dapat dikenakan pajak hal itu dapat dilihat dari fasilitas dan sarana prasarana yang tersedia.
Selain itu kami juga mempertanyakan sistem pengawasan yang akan dilakukan pemerintah kota terhadap petugas penagih pajak dalam kaitan pendataan wajib pajak pemilik rumah kost. Ketentuan Ranperda ini ada terbuka peluang untuk melakukan penyelewengan dan tindakan kolusi. Hal itu merujuk pada ketentuan wajib pajak yang memiliki kamar kost di dua persil berbeda meskipun jumlah di atas 10 kamar tidak dikenakan pungutan pajak.
b. Soal pengenaan pajak terhadap kantin, warung serta kegiatan usaha lainnya, menurut FPPP jika ketentuan Ranperda dilaksanakan itu sama artinya pemerintah kota berpartisifasi aktif membinasakan warga yang menggantungkan hidup dengan berusaha warung dan kantin serta kegiatan usaha lainnya.. Kondisi ini sangat bertentangan dengan asas muatan peraturan perundang-undangan yang harus mengandung asas pengayoman, kemanusiaan, keadilan dan ketertiban dan kepastian hukum.
Apakah tidak adalagi potensi pajak lain yang dapat digali pemerintah kota, sehingga masyarakat yang mencari nafkah untuk keluarga dengan berusaha warung dan kantin harus dikenakan pajak. Dimana letak rasa kemanusia dan kepedulian pemerintah kota atas kondisi masyarakatnyya, untuk itu kami mohon penjelasannya.
c. Kami juga mempertanyan maksud dan defenisi dari Gubuk Pariwisata yang terkena pungutan pajak sebagai ketentuan yang tercantum dalam Ranperda ini. Kemudian kriteria dan kategori Gubug pariwisata seperti apa dikenakan kutipan pajak, mohon penjelasan.
d. FPPP juga mempertanyakan alasan pemerintah kota tidak memasukkan usaha warung internet (Warnet) dan mini market seperti indo maret sebagai objek pajak daerah. Padahal jumlah warnet dan mini market di Kota Medan tingkat pertumbuhannya sangat pesat. Dan dari sisi omzet, warnet dan mini market lebih besar dari masyarakt yang berusaha warung dan kantin, untuk itu kami mohon penjelasannya.
Rapat Dewan yang terhormat,
4. Ranperda Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Medan No 3 tahun 2009 tentang Pembentukan Organiasai dan Tatakerja Perangkat Daerah Kota Medan.
Terkait Ranperda ini, FPPP ingin mempertanyakan :
a. Adanya penambahan pada pembentukan struktur organisasi dan Tata kerja Perangkat Daerah yakni dengan ditambahnya Sekretariat Dewan Pengurus Korpri, kami mohon penjelasan pentingnya penambahan struktur ini dalam kaitan peningkatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
b. Kemudian tentang harmonisasi kerja antara sub belanja tidak langsung dan Sub belanja langsung, sehingga harus dilakukan pembagian sub bidang belanja tak langsung dna sub belanja langsung. Menurut FPPP, pembagian tersebut tidak efesien dan efektif, untuk itu mohon penjelasan.
5. Ranperda tentang Penyertaan Modal Pemerintah Kota Medan Kepada PT Bank Sumut (Persero) dalam Bentuk Saham untuk Mendukung Program Kerja PT Bank Sumut (Persero).
Selama ini investasi yang dilakukan pemerintah kota di PT Bank Sumut dengan mengalokasikan anggaran dari APBD belum begitu signifikan manfaatnya yang dirasakan. Sebab devident yang diterima pemerintah kota atas investasi itu trend peningkatannya masih belum begitu besar. Untuk itu, fraksi kami menilai perlu dilakukan kajian ulang terkait urgensi dan manfaat dari penanaman modal dalam bentuk investasi di PT Bank Sumut. Sehingga ke depan, investasi yang dilakukan pemerintah kota lebih banyak memberikan manfaat bagi peningkatan keuangan pemerintah kota.
6. Ranperda Penyertaan Modal Pemerintah Kota Medan Kepada PT Bank Sumut (Persero) dalam Bentuk Saham untuk Mendukung Perkuatan Permodalan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Ranperda Penyertaan Modal Pemerintah Kota Medan Kepada PT Bank Sumut (Persero) dalam Bentuk Saham untuk Mendukung Program Kerja PT Bank Sumut (Persero) ini, menurut penilaian FPPP tidak terlalu urgent. Untuk kami mempertanyakan tentang :
a. Apa manfaat langsung yang akan didapatkan pemerintah dan masyarakat Kota Medan setelah menanamkan modal dalam bentuk investasi di Bank Sumut dalam kaitan mendukung pengutan permodalan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menangah (KUMKM). Kemudian seperti apa mekanisme penyaluran dana yang akan dilakukan bank Sumut, kami mohon penjelasan.
b. Kami juga mempertanyakan apa jaminan yang dimiliki pemerintah kota bahwa dana APBD yang telah diinvestasikan di PT Bank Sumut akan disalurkan kepada KUMKM, termasuk apakah pelaku KUMKM diprioritaskan mendapatkan dana tersebut, untuk itu kami mohon penjelasannya.
Anggota Rapat Yang Terhormat,
Mengingat begitu pentingnya keberadaan keenam ranperda ini, FPPP menyarankan dilakukan kajian lebih konprehensif agar menghasilkan peraturan yang dapat diterima dengan baik. Untuk itu, harus ada waktu yang cukup untuk membahasnya, tidak seperti sekarang dengan pengajuan enam Ranperda sekaligus kesan yang muncul adalah seperti kejar tayang dan kejar target.
Ranperda BPHTB, PBB dan Pajak Daerah menurut FPPP bisa dijadikan prioritas utama untuk diselesaikan dalam rangka menyahuti peralihan pengelolaan pajak yang sebelumnya ditangani pemerintah pusat. Apalagi sudah ada warning dari Kementerian Keuangan RI bahwa, pengelolaan pajak BPHTB dan PBB efektif ditangani daerah per Januari 2011. Jika kemudian pemerintah daerah belum menyiapkan payung hukum pengelolaannya, maka pemerintah pusat tetap akan melepaskannya, sehingga bisa jadi dalam kurun waktu tertentu pajak BPHTB dan PBB tidak dapat ditarik pajaknya.
Sementara Ranperda yang lain, mungkin belum begitu mendesak sehingga masih dapat dilakukan kajian dan pembahasan secara bersama-sama antara Pemerintah Kota, DPRD dan masyarakat.
Sdr. Walikota, Ketua dan Anggota yang Terhormat,
Demikian pemandangan umum ini kami sampaikan, mohon maaf atas segala kesalahan dan kekhilafan. Kepada Allah SWT kita berserah diri, semoga kita semua tetap bagian hamba yang mendapat perlindungan-Nya serta ampunan-Nya. Amin Ya Robbal Alamin.
Billahi Taufik Walhidayah,
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
FRAKSI PPP DPRD KOTA MEDAN
TERDIRI DARI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
DAN PARTAI PATRIOT
KETUA SEKRETARIS
Ir H. AHMAD PARLINDUNGAN ABDUL RANI, SH