Pada kurun waktu 10 tahun belakangan ini, harus diakui Medan menjelma menjadi sebuah kota modern. Itu ditandai dengan kehadiran berbagai sarana yang mendukung, seperti mall, hotel, dan gedung pencakar langit serta aktivitas perekonomian yang terus berjalan siang dan malam.
Namun, masih ada beberapa sector kehidupan yang terkesan tertinggal atau mungkin terabaikan. Itu adalah kesempatan mengenyam pendidikan bagi kaum perempuan. Berdasarkan data yang ada pada tahun 2008, kaum perempuan yang tidak bersekolah di Kota Medan usia 3-15 tahun mencapai 45,76 persen. Kondisi ini sangat tragis dan menyedikan.
Hal itu disampaikan Ketua Kohati Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Medan Tuti Rosmalina, saat dikunjungi KPK Pos di kantornya Jl Adi Negoro Medan, belum lama ini.
Menurut Tuti Panggilan akrab mahasiswi IAIN Sumut ini, pendidikan salah satu pilar penting dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Tidak terkecuali bagi kaum perempuan juga memiliki hak yang sama. Apalagi, di era modernisasi sekarang ini, kaum perempuan memiliki andil dalam meningkatkan perekonomian keluarga.
Terkait hal itu, 2010 mendatang dimana Pilkada Wali Kota Medan dilangsungkan masyarakat diharapkan jeli memilih pemimpin. Khususnya kaum perempuan sebagai pemilih terbanyak diharapkan memilih pemimpin yang berpihak pada peningkatan pendidikan masyarakat. “Kita kaum perempuan harus bersikap tegas dan memilih pemimpin yang akan meningkatkan dan memberi kesempatan lebih besar bagi kaum perempuan mengenyam pendidikan,”ujarnya berharap.
Lebih lanjut Tuti mengatakan, dari sisi politik, sebenar suara perempuan sangat menentukan. Sebab jumlahnya lebih besar daripada pemilih kaum laku-laki. Untuk itu perempuan harus memanfaatkan kekuatan politik tersebut dengan memilih pemimpin yang berpihak pada penjaminan hak-hak kaum perempuan.
Selain persoalan itu, Tuti juga menyoroti tata ruang kota Medan yang amburadul. Sebagai kota modren, madani dan relegius pola pembangunan Kota Medan seringkali melanggar tata ruang kota yang telah ditetapkan. Akibatnya, selain menuai banjir, kenyamanan dan keasrian kota juga hilang. Belum lagi buruknya keberpihakan pemerintah kota pada penyelamatan lingkungan hidup.
“Saat ini Kota Medan dihiasi tumbuhan beton dan halaman keramik, dan itu mengakibatkan daya serap air semakin kecil dan kondisi itu diperparah minimnya keberadaan hutan kota,”ungkapnya.
Kemudian, persoalan lain yang menggelayuti kota Medan adalah lemahnya kebijakan pemerintah dalam menyelamatkan – atau bahasa pemerintah menertibkan - para gelandangan, pengemis, pengamen dan anak jalanan. Padahal faktanya, mereka-mereka itu juga bagian dari warga kota Medan yang berhak mendapat perlindungan dan perhatian dari pemerintah kota. Ironisnya lagi, kebanyakan dari mereka masih tergolong anak-anak yang sehrusnya bersekolah. Belum lagi indikasi menyedihkan bahwa anak-anak itu turun ke jalan karena dieksploitasi oknum-oknum yang mengambil keuntungan pribadi.
Dari beberapa kondisi itu, kaum perempuan sangat mengharapkan pemimpin kota Medan ke depan benar-benar berbuat dan bekerja untuk rakyat. Majunya pembangunan tidak saja ditandai dari sisi pembangunan fisik kota, tapi juga pembangunan manusianya merupakan hal penting yang harus diutamakan.
“Siapapun Wali Kota nantinya, amanah dan kepercayaan kaum perempuan tidak boleh dikerdilkan, apalagi dinapikan. Karena dalam setiap ruh pembangunan terdapat semangat dan keikhlasan kaum perempuan,”ucap Tuti.