Pilpres 2009 Dua Jenderal Hanya Jadi Banper Dua jenderal TNI, ternyata hanya menjadi bamper politik pada pemilihan presiden 2009. Miris, ironis dan mengecewakan, seakan mengiringi nasib tragis kedua jenderal yang begitu disegani saat masih memegang tongkat komando di jajaran TNI. Jenderal TNI (Pur) H Wiranto terpaksa legowo menerima pinangan menjadi wakil presiden H Jusuf Kalla. Sementara Mayjen TNI (Pur) Prabowo Subianto dengan berat hati menerima tawaran capres tercantik pada pilpres kali ini yakni Megawati Soekarnoputri diposisi cawapres. Wiranto lahir di Yogyakarta, 4 April 1947 anak keenam dari sembilan bersaudara. Tak seperti kelahiran bayi lelaki umumnya, yang diberi nama oleh sang ayah. Wiranto memperoleh nama dari sang ibu. Dalam bahasa Jawa namanya berasal dari dua suku kata: wira dan anto, yang berarti anak yang berani. Tak diragukan lagi, sebagai tentara Wiranto memiliki prestasi cemerlang. Karirnya mulus dan mencapai puncak sebagai Panglima ABRI. Pada 10 Juni 1997, dilantik menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) dan 16 Februari 1998, menjadi Panglima ABRI. Selesai berkarir di TNI, pada 2004 silam Wiranto maju menjadi Calon Presiden dari Partai Golkar setelah memangkan konpensi. Sayangnya ketika itu Wiranto yang berpasangan dengan Solahuddin Wahid keok. Tahun ini, Wiranto kembali meniti karir politik setelah mendirikan Partai Hanura. Sayangnya kegemilangan karir di militer dan kegarangannya saat menjadi pimpinan TNI, tidak seperti di politik. Wiranto harus rela turun pangkat jadi calon wakil presiden dan hanya menjadi banper. Mantan menantu penguasa orde baru Alm Soeharto, Prabowo Subianto juga mengalami nasib yang sama yakni hanya menjadi banper. Jendaral TNI yang pernah menjabat Pangkostrad dan Komjen Kopassus ini telah melakukan berbagai upaya untuk menjadikannya calon presiden. Upaya itu kandas, setelah anak proklamator Indonesia Megawati Soekarnoputri ngotot maju sebagai capres. Prabowo memang sangat mafhum, menjadi capres tidaklah mudah. Dibutuhkan dukungan politik dan rakyat sebagai pemegang hak pilih. Alasan itu jugalah yang membuat Prabowo tidak bisa berbuat banyak untuk menggolkan dirinya dipinang menjadi capres. Pada masanya, Prabowo dikenal sebagai the brightest star, bintang paling bersinar di jajaran militer Indonesia. Dialah jenderal termuda yang meraih tiga bintang pada usia 46 tahun. Tak berbeda di militer, karier Prabowo di dunia usaha pun melesat cepat. Kini, lima tahun setelah pensiun, ia telah memimpin armada bisnis di bawah payung Nusantara Group. Wilayah usahanya terentang dari Kalimantan Timur hingga Kazakhstan. Dari kelapa sawit, perikanan, pertanian, bubur kertas (pulp) hingga minyak dan pertambangan. Namun itu semua tidak berlaku diranah politik, sebab Prabowo hanya dijadikan banper. Sebelum mendaftar resmi, dua jendaral TNI yang kini menjadi banper JK dan Mega, terus melakukan lobi-lobi politik. Manuver politik dengan membangun opini publik bahwa keduanya merupakan calon presiden dari partai masing-masing, tetap saja tidak membauhkan hasil. Wiranto lebih dahulu keok dan mengalah dengan menerima tawaran menjadi cawapres JK. Dan “perkawainan” keduanya satu-satunya perkawinan yang dilandasi cinta suci, di mana keduanya sama-sama cinta. Bersatunya Golkar dan Hanura berjalan cukup mulus. Tidak ada gontok-gontokan dan saling ngotot memperebutkan siapa presidennya dan siapa wakil presidennya. Lain halnya dengan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo. Pasangan ini bak pengantin yang 'kawin paksa'. Besanan PDIP dengan Gerindra itu tak mulus lantaran keduanya sengit tarik-menarik menjadi capres. Tapi Mega-Prabowo sadar, jika tak bersatu keduanya tidak akan bisa berpartisifasi pada pilpres 2009. Alhasil, dari pada tidak sama sekali, lebih baik kawin paksa, kalaupun hal itu tidak baik. Beda lagi dengan pasangan SBY-Boediono. Jika menambil perumpamaan pernikahan. SBY-Boediono adalah pasangan yang tidak direstui. Meskipun perkawinan mereka memang relatif mulus dan tanpa diketahui banyak pihak. Bukti tidak direstuinya pilihan SBY, ketika undangan disebarkan. Para pihak dalam hal ini partai politik mitra koalisi sudah melakukan kritikan berujung penolakan. Ya, SBY-Boediono itu kawin tanpa persetujuan. PPP, PKS, PAN dan PKB secara tegas menolak pilihan SBY. Bahkan PKS sebagai partai peraih suara terbanyak ketiga, sempat mengancam menarik dukungan, termasuk parpol lainnya. Lalu pasangan manakah yang lebih harmonis maraih suara rakyat, dan bagaimana selanjutnya nasib dua jenderal tersebut, kita tunggu tanggal mainnya. (***)
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan sampaikan komentar anda di sini