ilustrasi |
"Apa yang tidak baik dari kiri, jangan diteruskan ke kanan
dan apa yang tidak baik dari kanan, usah diteruskan ke kiri"
Di jaman yang serba cepat atas kencangnya arus perkembangan teknologi dan
informasi ini, urusan komunikasi dan penyebaran informasi menjadi semudah
membali telapak tangan. Jarak, waktu dan biaya tidak lagi menjadi kendala
dan penghambat. Komunikasi menjadi amat lebih cepat dan lancar, informasi
juga lebih mudah tersebar.
Namun sebagaimana hukum kehidupan, segala sesuatu yang mudah, untuk
melakukan kebaikan, akan mudah pula digunakan untuk kejahatan. Apalagi
kalau hitungannya gratisan, maka sebuah informasi bisa dengan mudah
disebarkan kemana-mana tanpa kendali.
Penggunakan teknologi gadget-nya dengan segudang aplikasi (browsing, chatting, games-facebook, instagram, whatsapp, line,
twiter-
dll), memberikan ruang kepada penggunanya untuk menyebarkan informasi
secara mudah, praktis dan cepat. Dari sisi kehidupan sosial, sarana
teknologi informasi menjadikan masyarakat kehilangan kepedulian dan respek
terhadap lingkungannya. Satu waktu terkadang membuat kita yang melihatnya
terkesan lucu, menyaksikan para pengguna teknologi informasi memainkan
gadget-nya.
Mari kita lakukan survey sederhana dengan berjalan-jalan ke tempat-tempat
umum yang ramai, café, bioskop, bandara, lokasi nongkrong, hingga ke
tempat-tempat kerja, baik di instansi pemerintah maupun swasta. Dalam
survey itu, pasti kita akan menemukan, mereka terlihat asyik dan sibuk
dengan diri sendiri bersama gadget-nya. Kadang terlihat tersenyum
dan tertawa sendiri, kening berkerut dan juga rona wajah sedih. Juga aneh
bagi kita, saat mereka chatting, tidak mau saling melihat, padahal
jaraknya sangat dekat dan mereka sedang berkomunikasi.
Seperti kisah berikut ini. Sore itu, Rubi, Herma dan Kinung seperti biasa
berkumpul di warungnya. Namun agak berbeda dengan biasanya, masing-masing
terlihat asyik dengan dirinya sendiri. Semua memegang
blackberry masing-masing. Sejak mengenal alat komunikasi ini mereka
semua menjadi autis.
Anehnya, mereka terkadang tertawa bersama, padahal
tatapan mata satu sama lain terfokus pada layar
blackberry dan smartphone masing-masing. Namun kalau
dilihat lebih dekat, dijamin orang yang melihat akan tertawa juga.
Rupanya mereka bertiga sedang chatting bersama di grup yang sama.
Apa tidak aneh? Duduk saling berhadapan, asyik sendiri, kelihatan tidak
saling berkomunikasi, tapi sebenarnya sedang berinteraksi satu sama lain,
via alat komunikasi modern.
Dalam kondisi seperti itu, topik yang dibicarakan tidak jelas,
melompat-lompat tak terstruktur. Kadang bicara soal masa lalu, keluarga,
sosial, politik, ekonomi, bisnis, bahkan hal-hal sepele yang tidak penting
dibicarakan dan lain sebagainya.
Pada saat mereka terhanyut dengan naluri, pikiran dan persaan
masing-masing, tiba-tiba masuk sebuah postingan yang nadanya
kurang baik dan bila jatuh ke tangan yang salah bisa menimbulkan persoalan
yang tidak baik pula. Tulisan atau postingan itu secara cerdik
dibuat seolah pujian, namun nadanya justru bisa menghasut. Yang membuat,
pasti cerdik sekaligus licik, serta mempunyai tujuan tertentu.
Membaca
tulisan itu, Rubi langsung berkomentar, “Langsung dihapus saja. Tulisan
seperti ini berbahaya dan bisa memicu persoalan yang tidak baik, dan
hati-hati kalau mendapat forward tulisan semacam ini. Stop, hapus
dan sampaikan penjelasan serupa kepada kawan yang mengirimnya.”
Mitha (teman mereka di grup) yang mem-posting informasi itu,
langsung berkomentar, “ Ya Rub, maka setiap ada sesuatu saya tidak berani
menyebarkannya keman-mana, kecuali intern grup kita agar kau sensor dulu,
hehehe,” balas Mitha. Tiba-tiba Kinung nimbrung dan comment, Tha
masing ingat nasihat, “Jalan Kebajikan Bersiku?”, Masih ingat Tha, Herma
ikut bertanya. “Ingat dokn,” jawab Mitha.
Apa yang tidak baik dari atas,
tidak diteruskan ke bawah. Apa yang tidak baik dari bawah, jangan
diteruskan ke atas. Apa yang tidak baik dari depan, usah diteruskan ke
belakang, apa yang tidak baik dari belakang, jangan diteruskan ke
depan. Apa yang tidak baik dari kiri, jangan diteruskan ke kanan dan apa
yang tidak baik dari kanan, usah diteruskan ke kiri,”kata Mitha menjawab
pertanyaan kedua temannya tersebut.
Ya, seperti dalam kasus penyebaran tulisan itu, kita harus mampu
menjadi filter, penyaring. Sesuatu yang masuk dari segenap penjuru;
atasan, bawahan, keluarga, sahabat, lingkungan dan sebagainya yang
kebetulan melewati kita, harus dipikir dan ditimbang dulu baik-baik
akurasi dan kebenarannya. Terus perlu dilakukan
chek and richek apakah patut untuk kita teruskan ke atasan,
bawahan, keluarga, sahabat dan lingkungan kita. Apakah setelah
disebarluarkan ada manfaatnya atau tidak. Bagi yang menerima apakah akan
menimbulkan persoalan baru, membaut resah dan gelisah,”kata Mitha
memberikan penjelasan panjang lebar.
Rubi yang sejak awal ikut dalam diskusi di grup itu, menambahkan
penjelasan Mitha tentang nasehat ‘Jalan Kebajikan Bersiku’. Rubi
mengatakan, penjelasan Mitha tepat, tapi belum lengkap. “Lewat nasehat
itu, kita juga diajarkan untuk menjadi insan mandiri yang punya
tanggungjawab, integritas dan tidak cengeng. Menjadi bagian dari solusi,
bukan justru menjadi pembuat masalah. Ya, tidak mudah mengadu kalau ada
masalah. Kita harus coba mengatasi dengan seluruh kemampuan, kewenangan
dan tanggungjawab yang kita punyai. Maksudnya kita bertanggungjawab
memecahkan masalah secara sungguh-sungguh. Namun bila masalahnya berat,
kita tak sanggup mengatasinya atau berbahaya, atau sudah di luar batas
kewenangannya, tentu kita akan melaporkan kepada atasan. Namun bukan
gampangan mengadu. Sebab bisa repot jadinya atasan, kalau ada masalah
memiliki kelemahan, dan apalagi kalau kita harus menjaga rahasia. Demikian
juga yang terkait dengan rekan, sahabat, mitra dan lain sebagainya.
Pendeknya kita harus menjadi orang yang berintegritas. Disatu sisi tidak
mempermalukan orang, menjaga kepercayaan dan bertanggungjawa.
Di sisi
yang lain, tidak menyebarluaskan sesuatu yang buruk lebih luas lagi. Di
samping akan jelek dampaknya, juga akan membuat masalah baru yang mungkin
lebih besar” tulis Rubi.
Penjelasan dan komentar yang diberikan kawan-kawan Mitha, adalah salah
satu yang sangat penting dalam ilmu komunikasi yakni konfirmasi. Ya,
demikianlah, fungsi konfirmasi dalam ilmu komunikasi adalah untuk
memastikan kebenaran dan akurasi seluruhnya informasi yang diterima.
Perlu
diingat, ketika pesan sudah disampaikan, maka pesan itu bukan milik kita
lagi, tapi sudah menjadi milik audiens atau khalayak. Dan satu pesan bisa
memunculkan ribuan penafsiran dan perspektif.
Karena itu, Allah Swt dalam al Qur’an telah memperingatkan kita, bahwa
ketika mendapat khabar (informasi/berita) dari orang-orang munafik, kita
diminta melakukan 'fatabayyanu' atau crooschek. 'fatabayyanu' dilakukan untuk memastikan kebenaran serta manfaat dan guna menghindarkan
munculnya fitnah.