Kisruh DPT KPU Busuk Hasilkan Presiden Busuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) dianggap sebagai dalang atas kegagalan melaksanakan pemilu legislatif 2009, terkait amburadulnya Daftar Calon Tetap (DPT). Ketidakmampuan KPU menyelenggarakan Pemilu sesuai UU No. 22/2007 tentang penyelenggaraan Pemilu, membuat banyak rakyat kehilangan suara. Sejumlah elemen masyarakat dan partai politik mendesak agar 7 anggota KPU dicopot dan Badan Pengawas Pemilu didesak segera melakukan pengusutan. ''Saya kira sudah saatnya anggota KPU diganti agar pemilu presiden bisa berjalan dengan baik, apalagi mereka telah gagal yang menyebabkan pemilu legislatif cacat DPT busuk dan cacat kepercayaan publik. Pemberhentian anggota KPU itu sesuai pasal 29 ayat 3 karena melanggar sumpah/janji jabatan sesuai pasal 29 ayat 2 (b) dan diganti calon anggota urutan berikutnya dari pemilihan DPR sesuai pasal 29 ayat 4 (a). Dan sesuai UU, Presidenlah yang memberhentikan mereka,'' papar pengamat politik, Fajroel Rahman di Jakarta. Dalam kondisi seperti ini, lanjut Dewan Pembaharuan Nasional, tidak ada alasan untuk tidak mengganti anggota KPU dengan menunjuk orang yang lebih mampu. ''Kalau mereka tidak diganti pada pilpres nanti akan dihasilkan presiden busuk karena pemilu diselenggarakan oleh KPU busuk,'' ungkapnya. Disinggung kenapa SBY tidak juga mengganti mereka? ''Inilah masalahnya, padahal seluruh anggota KPU itu sudah gagal menjalankan tugasnya. Menurut saya mungkin bagi SBY komposisi anggota KPU saat ini masih menguntungkan karena para anggota KPU itu masih loyal. Apalagi ada rumor ada anggota KPU yang dijanjikan bakal duduk di kabinet mendatang, dan jika itu benar tentu sangat berbahaya, karena KPU tidak lagi independen sehingga cenderung berpihak kepada parpol atau tokoh tertentu. Ini jelas mengancam demokrasi,'' komentarnya. Depdagri dan KPU Bisa Dipidanakan Hermananto dari LBH Jakarta menilai pejabat Depdagri bersama KPU harus bertanggungjawab atas data kependudukan (DP4) dan DPT yang menjadi penyebab banyak warga negara kehilangan hak pilih dalam pemilu legislatif. Kasus ini harus diselesaikan secara pidana. Dilanjutkan, dalam UU Pemilu No 10 Tahun 2008 berlaku asas stelsel pasive. Artinya negara yang mencatat siapa saja warga negara yang punya hak pilih seperti tercantum dalam DPT yang bersumber dari data kependudukan Depdagri. Kenyataannya data kependudukan tersebut menyebabkan banyak warga kehilangan hak pilihnya. Logika hukumnya, pejabat Depdagri yang bertanggungjawab atas data kependudukan itu harus bertanggungjawab di depan hukum. Pejabat yang paling bertanggungjawab itu bisa dipidana. Dalam kasus ini mestinya, Bawaslu segera membawa kasus ini ke Kepolisian untuk diusut secara pidana. ''Selain pejabat Depdagri jadi tersangka I, KPU juga turut menjadi tersangka II. Karena KPU tidak melakukan verifikasi data kependudukan itu secara baik. Di tempat terpisah, Jimly Assiddiqi - mantan Ketua Mahkamah Konstitusi menegaskan pemerintah termasuk Mendagri memang tidak bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan pemilu. Ini sesuai amanat UUD yang baru (hasil amandemen). Namun demikian, Depdagri bertanggungjawab terhadap data kependudukan. Karena itu kalau data kependudukan dituding menjadi penyebab banyak masyarakat tidak dapat menggunakan hak pilihnya, Bawaslu harus melakukan pengusutan untuk membuktikan apakah benar data kependudukan itu penyebabnya. Kalau benar harus dicari siapa yang bersalah. ''Dalam masalah ini, pemerintah sendiri jelas tidak mau disalahkan. Kalau harus dicari siapa yang salah, hendaknya Bawaslu melakukan pengusutan karena hasil pengusutannya akan menentukan siapa yang bersalah. Indivivu-individu yang bersalah inilah yang harus bertanggungjawab di depan hukum,'' ucap Jimly yang juga Ketua Dewan Penasehat KPU. Menurutnya, jika pemerintah menyatakan tidak bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pemilu, itu merupakan statement yuridis yang tidak salah. Karena dalam UUD sebelum diamendemen penanggungjawab Pemilu adalah Presiden. Tapi karena presiden menjadi peserta pemilu, dalam UUD yang baru ditegaskan penanggungjawab Pemilu berada di bawah KPU secara independen. "Kecuali dalam keadaan darurat seperti terjadi kondisi kacau, Presiden sebagai kepala negara mengambilalih tanggungjawab penyelenggaraan pemilu," tegasnya. Mendagri dan KPU Harus Mundur Aktivis Pro Demokrasi (Prodem) berencana melakukan sejumlah aksi menuntut tanggungjawab pemerintah, terutama Mendagri Mardiyanto yang tidak bekerja secara baik terkait buruknya data kependudukan Indonesia sehingga menyebabkan pemilu kacau. "Busuknya hasil pemilu legislatif akibat buruknya data kependudukan yang diberikan Depdagri sehingga menjadi tanggung jawab dari Mendagri Mardiyanto," kata Sekjen Prodem Adrianto. Juga, Presiden SBY sebagai puncuk penanggungjawab pemilu harus bersikap tegas, jika perlu menonaktifkan Mendagri juga 7 anggota KPU yang tidak mampu menjalankan tugasnya. Sebab, pemilu merupakan penentu nasib bangsa ke depan. Apalagi kinerja KPU saat ini sangat buruk dan ada kesan KPU sekarang mirip dengan KPU pada zaman orde baru, karena jika dilihat dari para anggota KPU yang merupakan orang-orang pemerintah atau aparat negara. Sehingga, KPU saat ini tidak independen. Dengan demikian, pertanyaannya apakah subtansi pada pemilu ini layak untuk diakui keabsahannya atau tidak. "Pemilu yang busuk, tidak menghasilkan pemerintahan yang baik. Sebab, secara logika tingginya angka golput seharusnya secara otomatis juga menurunkan perolehan suara semua parpol tanpa terkecuali' Karena itu kami mencurigai hasil pemilu legislatif penuh dengan kecurangan dan konspirasi yang cacat moral dari pihak-pihak tertentu. Ini harus diungkap oleh Bawaslu,'' pintanya. Anggaran Terlambat Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary berdalih amburadul-nya masalah DPT disebabkan anggaran terlambat dikeluarkan. Anggaran baru turun pada 25 Juli 2008, padahal tanggal 25 April sudah mulai (pendataan). Sehingga berakibat pada pembentukan lembaga-lembaga maupun badan-badan yang ada di daerah itu tertunda. Juga, pada April, Mei dan Juni 2009, saatnya pemutakhiran data dilakukan. Sementara pada Agustus, daftar pemilih sementara (DPS) harus sudah ditetapkan. Sehingga Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) itu menjadi banyak kendala. Selain itu, di beberapa daerah sedang berlangsung Pilkada. Akibatnya, konsentrasi terpecah. Sementara masalah-masalah yang dihadapi saat Pilkada ini juga ikut mengganggu, sehingga jika kinerja petugas PPDP tidak maksimal bisa dipahami. ''Juga, masalah psikologis yang terkait penggantian personel di KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota menjelang Pemilu Legislatif. Hal itu ikut mengganggu kinerja terutama di wilayah yang ada Pilkada. Pada saat bersamaan mereka harus melakukan verifikasi Parpol dan verifikasi calon DPT,'' katanya. Ketua KPU menolak usulan pembatalan hasil Pemilu Legislatif terkait amburadulnya DPT. Karena dasarnya kurang kuat dan itu hanya dugaan-dugaan beberapa pihak saja. Juga, tidak ditemukan klausul dalam UU yang bisa membenarkan pembatalan hasil Pemilu kecuali jika ada bukti bahwa Pemilu tidak terlaksana sesuai UU. ''Jadi nggak benar soal DPT ada unsur kesengajaan. Memang pelaksanaan Pemilu 2009 masih ada kemelahan dan kekurangan, namun hal itu sedang kita upayakan untuk dibenahi saat Pilpres,'' jelas Ketua KPU. (ENDY/KPK POSM JAKARTA)
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan sampaikan komentar anda di sini