MEDAN

Nasehat...

.“(Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang diangkasa bebas? Tidak ada yang dapat menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman. (An-Nahl:79") .“(menang dengan mengalah, itulah filsafat air dalam mengarungi kehidupan") .(Guru yang paling besar adalah pengalaman yang kita lewati dan rasakan sendiri) .(HIDUP INI MUDAH, BERSYUKURLAH AGAR LEBIH DIMUDAHKAN ALLAH SWT)

Bismillahirrahmanirrahim

"Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang diangkasa bebas? Tidak ada yang dapat menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman. (An-Nahl:79)

Senin, 20 April 2009

Ngerumpi Saat Nyontren

Ngerumpi Saat Nyontren Boleh Aja tuh.. Ngerumpi yang menjadi kebiasaan tak terlupakan bagi para kaum hawa, tidak melihat tempat dan waktu. Asal topik pembicaraan nyambung ngerumpi pun jalan terus. Itulah sekelumit cerita dari beribu kisah saat pemungutan suara legislatif 9 April lalu. Sejak negara ini melaksanakan pemilihan umum, dulu kita ingat semboyang yang digaungkan adalah pemilu harus LUBER “Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia”. Tapi pemilu tahun ini, semboyang itu sudah tidak laku lagi. Kalau dulu, seorang suamipun tak tahu siapa yang pilih istri dan anak-anaknya. Tapi tahun ini, sesama warga yang kebetulan sama-sama masuk bilik suara, tampaknya kerahasiaan pilihan sudah tidak menjadi tabu. Alhasil, kalau boleh dikatakan mereka punya kesempatan ngerumpi dibilik suara tersebut. Ketika kerahasiaan pilihan ditanyakan kepada warga, berbagai alasan meluncur deras untuk mencari pembenaran diri. Diantara mereka Ibu Inah (60) yang mengaku tinggal di Kelurahan Sidorejo Hilir Kec Medan Tembung dan terdaftar memilih di TPS 12. “Saya memang menanyakan pilihan orang yang bersamaku masuk bilik suara,” akunya. Kata Ibu Inah, itu terpaksa dilakukannya karena rumitnya sistem memilih pada pemilu tahun ini. Partainya banyak, calegnya ribuan, kertasnya lebar, tulisannya tidak terlalu jelas, ditambah lagi bilik suara yang sangat sempit. Ketika ditanyakan kerahasiaan pemilih, Ibu Inah mengatakan dulunya itu bisa dilakukan. Sebab pemilu yang dulu, bilik suaranya terbuat dari kain dan luas. Peluang untuk bertanya sesama pemilihpun tidak ada. Nah Kalau sekarang, bilik suara hanya terbuat dari kaleng berukuran kecil, jarak antara satu bilik dengan yang lain tidak ada dan tanpa penutup. Selain persoalan itu Ibu Inah juga mengaku sangat kesulitan saat hendak mencontreng. Untuk melihat partai dan caleg, kita harus membuka kertas suara yang begitu lebar. Belum lagi, sosialisasi cara memilih yang dilakukan KPU, pemerintah dan partai bisa dikatakan saat minim. “Sudahlah caranya baru, sosialisasinya pun hampir gak ada, akhir saya tidak paham,”ucap Ibu Inah. Cerita Ibu Inah ini mungkin saja terjadi di ribuan TPS atau bahkan jutaan TPS yang ada di Indonesia. Lalu apa dasarnya KPU dan pemerintah punya target muluk terkait tingkat partisifasi warga dalam memberikan hak suara terbantahkan. Ditambah lagi bukti di lapangan tingkat partisifasi warga pada pemilu legislatif tahun ini, masih menjadi kampiun, sang juara dan peraih suara terbanyak.

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan sampaikan komentar anda di sini