MEDAN

Nasehat...

.“(Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang diangkasa bebas? Tidak ada yang dapat menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman. (An-Nahl:79") .“(menang dengan mengalah, itulah filsafat air dalam mengarungi kehidupan") .(Guru yang paling besar adalah pengalaman yang kita lewati dan rasakan sendiri) .(HIDUP INI MUDAH, BERSYUKURLAH AGAR LEBIH DIMUDAHKAN ALLAH SWT)

Bismillahirrahmanirrahim

"Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang diangkasa bebas? Tidak ada yang dapat menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman. (An-Nahl:79)

Jumat, 21 Agustus 2009

Refleksi HUT RI Ke-64 : Merdeka dengan Catatan Pinggir….

Tujuh belas agustus tahun empat lima Itulah hati kemerdekaan kita Hari merdeka Nusa dan Bangsa Hari lahirnya bangsa Indonesia Merdeka Sekali merdeka tetap merdeka Selama hayat masih dikandung badan… Saat bait lagu itu dikumandangkan, darah dan semangat seluruh rakyat Indonesia bergemuruh dan bergolak. Bahkan tidak sedikit rakyat di negeri ini yang meneteskan air mata. Sebab lagu ini, menggambarkan betapa bangsa ini telah meraih kemerdekaan dengan keringat, harta dan darah dari penjajah. Seiring perjalanan waktu, kemerdekaan bangsa ini kemudian di isi dengan berbagai pembangunan. Kehidupan sebagai sebuah bangsa yang merdeka pun berjalan sebagaimana mestinya. Pertanyaan benarkan kita sudah merdeka? Apakah di usia kemerdekaan yang sudah mencapai 64 tahun, rakyat Indonesia sudah benar-benar merdeka? Kalau mengambil gambaran usia manusia, 64 tahun usia cukup tua, bahkan mungkin jatah hidupnya tinggal beberapa tahun. Jika dilihat dari usai pohon kayu, tentu di usia 64 tahun, batang pohonnya besar, rantingnya banyak, daunnya rimbun dan akarnya mencengkram bumi sangat dalam. Faktanya selama 64 tahun bangsa ini merdeka, rakyat masih dijajah segelintir orang yang mengatas namakan "rakyat". Rakyat negeri ini, masih bergelimang kemiskinan, penderitaan teramat menyakitkan. Berapa puluh ribu bayi-bayi di negeri ini mengalami busung lapar, ribuan para pejuang yang dulu mandi darah demi kemerdekaan kini masih berlindung di gubuk-gubuk kumuh. Jutaan petani masih berteriak karena mahalnya harga pupuk dan tekanan tengkulak atau rentenir. Para guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, terpaksa nyambi jadi tukang ojeg, pedagang makanan, penarik becak, supir angkot dan kuli bangunan demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Buruh pabrik atau kuli, mandi keringat dan kulit semakin hitam legam terbakar matahari, demi mempertahankan hidup. Kemelaratan, kesengsaraan, ancaman, doktrinasi, penipuan, live service atau jargon-jargon yang mengatas namakan rakyat, tapi kosong dalam kenyataan, semakin mengaburkan kenyakinan akan kemerdekaan bangsa ini. Banyangkan saja di depan mata anak bangsa yang kekurangan makanan, putus sekolah, pengangguran, busung lapar, kemelaratan dan kemiskinan. Toh, wakil rakyat dan pejabat pemerintahan misalnya tidak malu menutup mata dan telinga serta hati nuraninya. Tanpa malu wakil rakyat dan pejabat pemerintah berkoar-koar di media saat hendak berkunjung ke luar negeri. Pemerintah sibuk menghambur-hamburkan uang negara, wakil rakyat sibuk berpolitik, para pengusaha sibuk mencari untung, para hakim sibuk berdagang vonis, polisi pun sibuk mengejar teroris. Ironisnya mereka sering mengatakan itu semua atas nama rakyat, demi rakyat dan untuk rakyat. Karena itu pula mereka menganggap bangsa ini sudah merdeka. Disis lain, tidak bisa dipungkiri, memang kita lihat ratusan atau bahkan ribuan gedung yang menjulang, apartemen mewah, kondominium, rumah KPR, jembatan, jalan tol semuanya telah menjadi lambang keberhasil dari kemerdekaan. Tapi benarkah hal itu yang dikehendaki oleh rakyat. Atas dasar ini, bagi sebagian kecil yang bernafsu mengejar kekayaan, kepuasan dengan sifat hedonisme, bagi mereka Indonesia ini sudah merdeka. Merdeka dalam arti semu. Padahal kemerdekaan sesungguhnya adalah bila rakyat sudah bisa merasakan adil dan makmur. Adil dalam arti kata merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain tanpa membedakan ras, suku, agama atau budaya. Makmur dalam arti kita sudah bisa hidup dalam kesejahteraan secara materi dan non materi. Menginjak masa kemerdekaan 64 tahun, apakah anak bangsa ini tahu dan mengerti arti sebuah kemerdekaan? Cici Mulya Sari, seorang SPG (Sales Promotion Girl) alat-alat video game ketika di tanya HUT RI ke berapa tahun ini. Sambil menggaruk-garuk kepalanya seraya berpikir, ia mengatakan kalau HUT kemerdekaan RI kali ini adalah yang ke 67. “HUT kemerdekaan kali ini yang ke 69,” katanya. Sesaat setelah itu sambil kembali berpikir dan mengetahui jawabannya salah Cici menghitung-hitung angka yang lebih tepat. “Maaf, salah. Bukan 69 tapi 67 tahun,” ujarnya lagi. Ridho Wahyu Nugroho, pelajar kelas I Madrasah juga menjawab salah. Ia mengatakan kalau HUT RI kali ini menginjak usia 63 tahun. “Ini HUT RI yang ke-63 tahun kan bang,” ujarnya. Tak lama berselang, Ridho meralat kembali ucapannya sambil mengurangkan tahun 2009 dengan 1945. “Kalau 2009 di kurang 1945 adalah 64, jadi HUT RI yang ke-64,” katanya meralat sambil tersenyum. Jawaban yang benar diutarakan ibu Zariani, seorang guru SD. Indonesia telah memasuki usia 64 tahun dalam kemerdekaannya. “Tahun ini, bangsa ini telah berusia 64 tahun,” ujarnya. Yah, inilah sekelumit realita dan fakta bahwa tidak semua anak bangsa ini tahu dan peduli sudah berapa tahun bangsa ini menyatakan diri merdeka dari penjajah. Kemudian ketika ditanya arti kemerdekaan, mereka memiliki jawaban berbeda. Bagi Cici Mulya Sari kemerdekaan itu adalah sebuah kebebasan, tapan ada tekanan dan intervensi dari siapapun, bebas mengekspresikan segalanya. “Kemerdekaan itu adalah sebuah kebebasan. bebas melakukan apa saja. Namun kebebasan itu harus tetap dalam koridor hukum, norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat,” terangnya. Cici juga menilai, bangsa ini belum merdeka. Karena dalam pemahamannya, kemerdekaan adalah alat untuk bisa mengangkat harkat, martabat serta derajat rakyat dari keterpurukan, kebodohan, kemiskinan dan lapangan pekerjaan. “Secara negara, kita sudah merdeka. Pada konteks kemanusiaan, kita belum merdeka sama sekali. Masih banyak kesenjangan yang terjadi, rakyat masih miskin, bodoh, dan banyak pengangguran. Kondisi itu diperparah adanya korupsi dan teroris,”tandasnya. Lain lagi komentar Ridho, pelajar yang baru menginjakkan kakinya di Madrasah Tsanawiyah (MTs) menilai, bahwa bangsa ini telah merdeka sepenuhnya. “Ya sudah merdeka lah bang bangsa kita ini. kalau masih perang, itu baru belum merdeka,” ujarnya polos. Ibu Zariani yang mengajarkan mata pelajaran Agama Islam ini, menurutnya bangsa ini telah merdeka sepenuhnya. “Kita sudah merdeka sepenuhnya, menang perang dengan Belanda itu adalah awalnya. Sekarang, dengan segala pembangunan dan kemajuan yang ada, segala sesuatunya menjadi mudah. Tidak seperti dulu, mau makan saja susah,” ujarnya membandingkan. Sementara itu, bagi Syamsul Hilal, Politisi PDI-P Sumatera Utara sejauh ini bangsa kita belum merasakan kemerdekaan sesungguhnya. Masih banyak coreng-moreng tinta hitam dalam perjalanan bangsa dari dulu sampai sekarang. Generasi-generasi muda semakin tidak peduli, acuh tak acuh dan melemparkan identitas bangsa begitu saja. “Ini adalah realitas yang terjadi di masyarakat. Kondisi ini dilatar belakangi beberapa faktor. Di antaranya karena pemimpin-pemimpin bangsa tidak sungguh-sungguh dan kontiniu menanamkan paham kebangsaan di kalangan generasi muda. imbasnya rasa nasionalisme terdistorsi. Artinya, rasa kebangsaan dan kebanggaan rakyat terhadap bangsa nya semakin merosot,” terangnya. Bagi Syamsul Hilal merdeka, satu makna dengan seribu arti. Kita bangga mengatakan Indonesia telah merdeka 64 tahun. Namun prakteknya, kata kemerdekaan itu kini kurang berkesan dan bahkan cenderung dilupakan dan diabaikan. Karena itu memahami kemerdekaan tidak cukup hanya menyelenggarakan upacara bendera, memasang bendera dan aksesoris pendukung, mengadakan acara malam tirakatan sampai pagi. Atau menggelar perlombaan yang terkesan "hura-hura" karena tidak memberikan ‘makna’ akan arti sebuah kemerdekaan. Yang menjadi pertanyaan bagi ratusan juta anak negeri ini adalah benarkah bangsa ini sudah kemerdekaan seutuhnya? Kalau jawabnya ya…kenapa bangsa ini masih memiliki utang luar negeri, jutaan rakyatnya miskin, kebijakannya disetir bangsa asing, rakyat menjadi kuli di negeri sendiri. Lalu bangsa ini selalu masuk nominator negeri terkorup, negara yang masuk dalam daftar terkenal dengan "pornografinya", dan angka kriminalitasnya tinggi. Kalau kita kaji dan renungkan lebih dalam, kemerdekaan mempunyai beberapa arti tersendiri, baik secara fisik-material maupun mental-spiritual. Pertama, terbebas dari penjajahan bangsa lain atau bangsa asing. Bangsa dan negara Indonesia yang kita cintai ini bisa terlepas dari kekuasaan penjajahan dengan pengorbanan yang sangat besar. Darah, jiwa dan raga serta harta benda yang tak terhingga telah menyatu pada bumi Indonesia, menjadi saksi berdirinya Republik Indonesia. Kedua, bebas dari rasa takut dan khawatir. Orang dikatakan merdeka apabila tidak dikungkung atau diliputi perasaan takut, cemas, dan khawatir yang berkepanjangan. Jika sudah terbebas dari rasa takut akan timbul keberanian, kreativitas, dan ide-ide baru. Ketiga, bebas mengemukakan pendapat, baik lisan maupun tulisan. Kebebasan mengeluarkan pendapat merupakan hak setiap orang. Tentu saja dalam mengemukakan pendapat harus dilandasi rasa tanggung jawab, menghormati pendapat orang lain dan tidak asal mengeluarkan pendapat. Dalam mengeluarkan atau mengemukakan pendapat harus dibarengi kejujuran dan kebenaran. Jangan sampai mengemukakan pendapat berisi kebohongan dan fitnah. Keempat, bebas menentukan nasib sendiri. Orang dikatakan merdeka seandainya bebas untuk memilih dan menentukan jalan hidupnya sendiri. Karena pada dasarnya, masa depan kita ditentukan oleh diri kita sendiri. Tidak dibayangi, dikendalikan dan mendapat tekanan dari orang lain. Kemerdekaan yang telah diraih bukan berarti perjuangan berakhir, tetapi justru perjuangan harus lebih keras lagi dalam rangka mengisi kemerdekaan, sehingga cita-cita bangsa dapat tercapai. Mengisi kemerdekaan perlu didukung oleh berbagai komponen atau unsur bangsa, seperti ulama dan cendekiawan. Pemerintahan akan berjalan dengan baik bila umara atau pemimpin bersikap adil. Siapa pemimpin bangsa ini hendaknya bersikap adil, bisa mendengar, merasakan, memahami, dan melakukan yang terbaik bagi rakyat Indonesia. Kita memang sudah merdeka, tapi masih ada catatan yang perlu mendapat perhatian dari seluruh komponen bangsa.

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan sampaikan komentar anda di sini