MEDAN

Nasehat...

.“(Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang diangkasa bebas? Tidak ada yang dapat menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman. (An-Nahl:79") .“(menang dengan mengalah, itulah filsafat air dalam mengarungi kehidupan") .(Guru yang paling besar adalah pengalaman yang kita lewati dan rasakan sendiri) .(HIDUP INI MUDAH, BERSYUKURLAH AGAR LEBIH DIMUDAHKAN ALLAH SWT)

Bismillahirrahmanirrahim

"Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang diangkasa bebas? Tidak ada yang dapat menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang beriman. (An-Nahl:79)

Senin, 31 Agustus 2009

Itu Suara Azan Ya… Ehhh, Tadi Ternyata Belum Buka

Tidak jelas siapa yang memulai. Tapi begitu MC (Master Of Ceremony) mempersilahkan untuk mengambil panganan berbuka puasa, para undangan langsung berebut menuju lokasi hidangan. Satu persatu merekapun mengambil makanan dan minuman yang terhidang rapi di atas beberapa meja. Usai mengambil makanan dan minuman secukupnya, para undangan tersebut kembali ke tempat duduk masing-masing. Layaknya sudah masuk waktu berbuka, tanpa sungkan dan nengok kanan kiri, undangan yang telah memegang manakan dan minuman berbuka langsung menyantapnya. Bagi ahli hisap alias pecandu rokok, habis makan minum dilanjutnya menikmati sebatang rokok. Tindakan para undangan tersebut tentu mengherankan bagi sebagian undangan yang lain. Namun seakan telah yakin waktu berbuka sudah masuk, mereka pun cuek-cuek bebek. Nah berselang beberapa menit setelah itu, kumandang azan shalat maghribpun terdengar sayup-sayup diiringi dengungan sirene. Saat itu udangan yang sudah keburu makan minum dan merokok, salah tingkah. Benak merekapun berdeguk kencang, pikiran berkecamuk dan rasa malupun muncul seketika. Untuk menghilangkan segala kegalauan perasaan itu, tiba-tiba seorang undangan nyeletuk sambil cengar-cengir. “Ehhh…ternyata baru masuk ya waktu berbuka,”katanya kepada sesama rekannya yang sudah duluan berbuka. Melihat tingkat mereka, gelak tawa para undangan pun terdengar riuh rendah. Pihak pengundang pun tidak bisa berkata apa dan hanya tersenyum. Lalu, seseorang kemudian menyakinkan undangan yang terlanjur makan minum. “Gak apa-apa, itu namanya rezeki,”katanya. Peristiwa yang lucu itu terjadi Jum’at malam 29 Agustus 2009 pada acara berbuka puasa bersama yang diselenggarakan H Rahmad Shah, anggota DPD terpilih pada pemilu kemarin. Bulan ramadhan menjadi moment bagi berbagai kalangan untuk menggelar acara silaturrahmi, Rahmat Shah adalah salah satunya. Rahmat Shah mengadakan acara berbuka puasa bersama di kediamannya Jln DR Mansyur No. 122 Medan. Acara itu dihadiri ratusan tamu yang sengaja diundang. Mulai warga setempat, atlet, ulama, politisi, pejabat Pemprov, dan tidak ketinggalan para kuli tinta (jurnalis) yang ada di Medan. Acara berlangsung dengan meriah. Para hadirin saling bercengkerama satu sama lain dihibur alunan musik dari orkes yang sengaja dihadirkan menghibur para tamu. Alunan lagu-lagu islami dan sesekali diselingi pembacaan puisi menambah khidmatnya acara. Bait demi bait lagu serta puisi tak terasa telah mengahantarkan para undangan yang hadir ke ujung waktu berbuka. Seketika itu sang MC berkata dan mempersilahkan para undangan melalui mikrofon yang dipegangnya. “Kepada para hadirin dipersilahkan untuk mempersiapkan hidangan berbuka yang telah tersedia, Karena waktu berbuka sebentar lagi,” ujar sang MC yang berparas cantik tersebut. Mendengar kata-kata sang MC, para hadirin pun bergegas berhamburan menuju meja-meja makan yang telah tersedia hidangan buka puasa. Para undangan yang hadir seolah tidak mau kalah dengan undangan yang lain saling berebut dan berdempetan untuk mengambil makanan sebanyak-banyaknya dari meja hidangan. Makanan dan minuman yang awalnya penuh dan tersusun rapi di meja hidangan, sekejap saja telah semrawutan dan ludes. Beberapa menit saja, meja hidangan terisi kembali dengan beraneka makanan dan minuman. Lalu para para tamu kembali mengambilnya hingga tidak tersisa. Hal itu terjadi hingga beberapa kali. Setelah seluruh tamu telah mendapatkan makanan dan minuman untuk berbuka. Mereka masing-masing embali ketempat duduk semula. Tanpa pikir panjang, tamu-tamu tersebut langsung saja menyantap makanan dan minuman mereka. Dan ada juga yang langsung menyulut rokoknya. Ketika asyik menikmati hidangan, tak lama barulah terdengar azan Maghrib sebagai penanda berbuka puasa berbarengan dengan suara sirene di lokasi acara tersebut. Mendengar suara azan tersebut, para tamu yang tadinya tengah asyik menikmati hidangan buka puasa seketika itu pula mereka terhenti dan saling berpandangan. “Itu azan yah ?,” Tanya seorang tamu kepada temannya. “Tadi ku pikir dah buka, jadi langsung ajalah aku makan dan minum terus merokok,” ujar temannya yang sedang menikmati sebatang rokok. Tak lama berselang, suara gelak tawa pun pecah membahana. Antara satu tamu dengan tamu yang lainnya saling bertatap-tatapan. “Ya sudahlah, berarti yang kita makan dan minum serta merokok tadi anggap aja rezeki dari Allah,” kata pria tadi. “Apa mau dikata,” kata temannya lagi.

Sabtu, 29 Agustus 2009

Soroti Kebijakan Pendidikan : FPPP Sergai : Masih Ada yang Belajar Di Atas Tikar

Berbagai aspirasi dan saran yang disampaikan 6 fraksi di gedung DPRD Kabupaten Serdang Bedagai dalam rapat paripurna RP. APBD Tahun 2009, Sabtu (15/8). Setelah sebelumnya, Kamis (13/8) eksekutif (Bupati) membacakan nota tersebut ditempat yang sama. Pemandangan umum FPPP dibacakan Dra Mardiyah, mensinyalir adanya pekerjaan tumpang tindih dalam proyek rehab SD. Menurut Bupati hanya 5 % lagi jumlah SD yang belum direhab dari 448 unit. Lalu adanya gedung SMU pada hari peresmiannya bagunannya sudah retak, dan ada SMK yang berulang kali dianggarkan tapi belum tuntas-tuntas. Lebih Ironis, di Kab yang mendapatkan penghargaan pendidikan ini, tapi masih ada murid SD yang belajar di atas tikar. Fraksi belambang Ka’bah ini juga menyoroti situasi kantor Pemkab Sergai sudah mirip dengan toko, pagi buka sore tutup, karena pejabatnya kembali ke kediamannya. Menurut mereka tanah bertuah negeri beradat tidak aman dan nyaman bagi sang pejabat. Sehingga menjadi pertanyaan apakah mereka mampu meningkatkan pelayanannya tehadap masyarakat sebagai tujuan utuam pemekaran. Kemudian dalam pemanfaatan potensi dan asset daerah, PPP melihat tidak ada SKPD yang dipimpin putra/i Sergai. Para PNS/Honoarium dan masyarakat agar berhati-hati terhadap pemimpin berwatak kolonial. Untuk itu PPP meminta Bupati untuk segera memerintahkan kepada SKPD untuk tinggal di Sergai, agar kota Sei Rampah tidak menjadi kota mati di tengah berlimpah ruahnya uang rakyat yang digunakan/belanjakan. Fraksi Golkar dalam pandangan umum yang dibacakan HM Fuadi Pasaribu mempertanyakan dana perimbangan dan aset sebagaimana diatur dalam UU No. 36 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Serdang Bedagai dan Samosir. Bahwa kabupaten yang dimekarkan memperoleh hak atas alokasi dana selama 3 tahun sejak dilakukan pemerkaran. Namun sampai saat ini kabupaten Serdang Bedagai belum juga mendapatkan hak tersebut sesuai amanah UU tersebut. Lalu soal penyelesaian status gedung SMA Negeri-2 Perbaungan terkait keluhan dan aspirasi masyarakat. Apakah gedung itu milik pemerintah atau pihak ketiga. Kondisi ruang belajar mengajar sangat memprihatinkan, ruang perpustakaan dan laboratorium tidak lengkap, ini dikhawatirkan berakibat pada kualitas lulusan SMA tidak tercapai. Fraksi PAN yang dibacakan Drs Sayutinur M.Pd menyoroti bantuan insentif guru besumber dari dana BDB sebesar Rp3.161.400.000 yang hanya mampu meng-cover 5.249 guru dari 8.041 guru yang ada. Artinya ada 2.722 guru lagi atau Rp1.663.200.000 yang belum tercover. Karena itu FPAN meminta Pemkab Sergai menambah kekurangan dana BDB tersebut, sehingga seluruh guru mendapatkan insentif. FPAN juga bersyukur karena Pemkab Sergai menyediakan dana Rp1 milyar untuk dana intensif guru-guru swasta yang gajinya masih dibawah Rp500 ribu. Terkait 14 Ranperda 2009, FPAN menyarankan segera dibentuk Pansus Ranperda agar proses pengesahan dapat dilakukan sebelum masa jabatan DPRD berakhir. Fraksi BBR (Bulan Bintang Reformasi) yang dibacakan Drs. HM. Irfan El Fuadi Lubis meminta Pemkab Sergai menata ibukota kabupaten yakni Kec Sei Rampah agar terlihat lebih baik. Termasuk penataan lampu jalan dan mengantisipasi banjir dipinggiran Sungai Rampah, dengan mempersiapkan detail tata ruang. Fraksi ini juga memnta dinas yang terkait pembangunan dan rehabilitasi irigasi tidak melakukan pekerjaan pada saat musim tanam. Direalisasikannya badan usaha milik daerah (BUMD), karena sudah lama disahkannya Perda tentang itu, namun hingga kini belum juga ada. Fraksi Bersatu yang dibacakan Timbul Kusnadi, SH, SE memberi saran kepada panitia anggaran eksekutif agar memperhatikan usulan proyek yang telah disampaikan oleh anggota DPRD Sergai. Pengguna anggaran agar penyerapan anggaran dapat melahirkan produktivitas kinerja yang lebih baik, dan melakukan evaluasi secara objektif, mencari solusi terhadap persoalan dan mengambil langkah konkrit secara periodic. Fraksi PDIP-Sejahtera yang dibacakan Delpin Barus, ST melihat kinerja tim tanah penanganannya belum serius, bahkan terkesan belum bekerja secara serius. Fraski ini meminta kepada Bupati untuk melakukan perubahan kepada tim tanah yang samapai sekarang belum terselesaikan seperti masyarakat dengan PT. Soeloeng Laoet, dan PT. Paya Pinang.Menghidupkan kembali TPI di Kecamatan Bandar Khalifah.

FPPP Tetap Minta Pemko Medan Realiasaikan Medan Islamic Centre

Medan Islamic Centre merupakan salah satu terobosan yang dilahirkan Walikota Medan Drs Abdillah Ak.MBA. Gagasan mulia dalam rangka syiar agama Islam ini, nasibnya kini masih belum jelas. Bahkan alokasi anggaran Rp85,350 miliar yang sudah ditampung di APBD 2008 Kota Medan, belum juga mampu merealisasikan program tersebut. Bahkan yang menyedikan umat Islam Kota Medan, Pj Walikota Medan Drs H Rahudman Harahap, MM dalam Nota jawaban Walikota Medan atas pemandangan umum DPRD tentang laporan pertanggungjawaban (LPJ) pelaksanaan APBD tahun 2008, mengatakan pembangunan Medan Islamic Center tidak dapat dilaksanakan. Menurut Rahudman, tidak bisa dilaksanakan alokasi dana sebesar Rp85,350 miliar belum terealisasi karena Pemko belum menetapkan lokasi atau lahan pembangunannya. Alasannya ada perbedaan penafsiran antara PP No 38 Tahun 2008 dengan Perpres No 65 Tahun 2006 tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum. “Berdasarkan PP No 38 Tahun 2008, rumah ibadah merupakan bagian dari kepentingan umum, tapi sebaliknya berdasarkan PP No 65, rumah ibadah tidak termasuk kepentingan umum, katanya. Menyikapi pernyataan Pj Walikota Medan tersebut, Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) yang juga Ketua DPC PPP Kota Medan Ir H Ahmad Parlindungan, menegaskan Medan Islamic Centre harus direalisasikan karena kebanggaan warga kota Medan. Menurut Parlindungan penafsiran antara PP dan Perpres perlu dilakukan klarifikasi intensif. Tidak seharusnya ada perbedaan penafsian jika pemahamannya benar. Sesungguhnya persoalannya adalah adanya perbedaan lokasi yang belum ditetapkan. Harusnya Pemko Medan menetapkan terlebih dahulu lokasi Medan Islamic Centre. Bagi FPPP kata Parlindungan, belum terealisasinya Medan Islamic Centre bukan karena adanya perbedaan penafsiran. Akan tetapi lokasi yang ditetapkan untuk pembangunannya masih tarik menarik. “Pemko harus tegas menetapkan lokasi tersebut, dan PPP akan terus meminta Pemko untuk merealisasikannya di APBD 2010,”tegas Parlindungan.

H. Ahmad Hosen Hutagalung Layak Pimpin Kota Medan

Sosok H Ahmad Hosen Hutagalung satu dari lima kader terbaik Pemuda Muhammadiyah Sumatera Utara yang akan dipilih untuk maju pada Pilkada Walikota Medan 2010 mendatang. Hosen dinilai cakap dan berpeluang menjadi orang nomor wahid di kota Medan. Pernyataan ini disampaikan Ketua Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PW PM) Sumatera Utara, Anang Anas Azhar S.Ag, kepada wartawan di Medan, kemarin. Sebagai kader terbaik di Pemuda Muhammadiyah, Anang menyarankan H Ahmad Hosen Hutagalung dan empat kader terbaik lainnya untuk berkomunikasi dengan partai politik manapun. “Kita tetap memberi kesempatan kepada kader terbaik untuk berkomunikasi dengan partai manapun,” kata Anang. Atas penilaian PW Pemuda Muhammadiyah Sumut tersebut, H Ahmad Hosel Hutagalung mengucapkan terima kasih. Menurut penilaian Hosen, usulan PW PM itu sangat bijaksana. Tapi tentunya untuk maju menjadi Walikota Medan, dukungan tidak cukup dari Pemuda Muhammadiyah. “Kita lihat perkembangan, kalau banyak ormas dan OKP yang mengusulkan, why not,”kata Hosen yang kini menjabat sebagai ketua Alumni UMSU. Lebih lanjut kata Hosen Hutagalung yang juga Wakil Ketua DPW Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Sumatera Utara ini, untuk maju sebagai Balon Walikota Medan banyak yang harus dipersiapkan. Selain dukungan dari berbagai pihak, yang paling utama adalah kesiapan lahir dan bathin. Karena itu kita harus mampu bertindak arif dan bijaksana. “Saya terus mencermati setiap perkembangan detik perdetik,” kata Hosen sembari mengungkapkan dirinya juga pandai mengukur baju. Artinya maju menjadi calon Walikota Medan jangan hanya karena selera, tapi harus cermat dan tepat memahami keinginan dan karakteristik pemilih di Kota Medan. Figur H A Hosen Hutagalung dari berbagai sisi memang layak menjadi Walikota Medan. Sebagai kader PPP yang berasal dari Pemuda Muhammadiyah tentu kafasitas dan kualitasnya sudah tidak diragukan. Selain sebagai ketua Alumni UMSU, H A Hosen Hutagalung juga terpilih untuk periode kedua sebagai anggota DPRD Sumatera Utara. Sementara itu, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Medan juga telah menyiapkan kandidat yang akan maju pada pilkada walikota Medan mendatang. Menurut informasi dari beberapa nama yang awalnya muncul sebagai kandidat, saat ini sudah mengarah kepada tiga nama. Namun sejauh ini belum dapat dipastikan siapa dari ketiga nama tersebut yang akan diusung menjadi calon Walikota Medan ke depan.

Jumat, 21 Agustus 2009

Refleksi HUT RI Ke-64 : Merdeka dengan Catatan Pinggir….

Tujuh belas agustus tahun empat lima Itulah hati kemerdekaan kita Hari merdeka Nusa dan Bangsa Hari lahirnya bangsa Indonesia Merdeka Sekali merdeka tetap merdeka Selama hayat masih dikandung badan… Saat bait lagu itu dikumandangkan, darah dan semangat seluruh rakyat Indonesia bergemuruh dan bergolak. Bahkan tidak sedikit rakyat di negeri ini yang meneteskan air mata. Sebab lagu ini, menggambarkan betapa bangsa ini telah meraih kemerdekaan dengan keringat, harta dan darah dari penjajah. Seiring perjalanan waktu, kemerdekaan bangsa ini kemudian di isi dengan berbagai pembangunan. Kehidupan sebagai sebuah bangsa yang merdeka pun berjalan sebagaimana mestinya. Pertanyaan benarkan kita sudah merdeka? Apakah di usia kemerdekaan yang sudah mencapai 64 tahun, rakyat Indonesia sudah benar-benar merdeka? Kalau mengambil gambaran usia manusia, 64 tahun usia cukup tua, bahkan mungkin jatah hidupnya tinggal beberapa tahun. Jika dilihat dari usai pohon kayu, tentu di usia 64 tahun, batang pohonnya besar, rantingnya banyak, daunnya rimbun dan akarnya mencengkram bumi sangat dalam. Faktanya selama 64 tahun bangsa ini merdeka, rakyat masih dijajah segelintir orang yang mengatas namakan "rakyat". Rakyat negeri ini, masih bergelimang kemiskinan, penderitaan teramat menyakitkan. Berapa puluh ribu bayi-bayi di negeri ini mengalami busung lapar, ribuan para pejuang yang dulu mandi darah demi kemerdekaan kini masih berlindung di gubuk-gubuk kumuh. Jutaan petani masih berteriak karena mahalnya harga pupuk dan tekanan tengkulak atau rentenir. Para guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, terpaksa nyambi jadi tukang ojeg, pedagang makanan, penarik becak, supir angkot dan kuli bangunan demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Buruh pabrik atau kuli, mandi keringat dan kulit semakin hitam legam terbakar matahari, demi mempertahankan hidup. Kemelaratan, kesengsaraan, ancaman, doktrinasi, penipuan, live service atau jargon-jargon yang mengatas namakan rakyat, tapi kosong dalam kenyataan, semakin mengaburkan kenyakinan akan kemerdekaan bangsa ini. Banyangkan saja di depan mata anak bangsa yang kekurangan makanan, putus sekolah, pengangguran, busung lapar, kemelaratan dan kemiskinan. Toh, wakil rakyat dan pejabat pemerintahan misalnya tidak malu menutup mata dan telinga serta hati nuraninya. Tanpa malu wakil rakyat dan pejabat pemerintah berkoar-koar di media saat hendak berkunjung ke luar negeri. Pemerintah sibuk menghambur-hamburkan uang negara, wakil rakyat sibuk berpolitik, para pengusaha sibuk mencari untung, para hakim sibuk berdagang vonis, polisi pun sibuk mengejar teroris. Ironisnya mereka sering mengatakan itu semua atas nama rakyat, demi rakyat dan untuk rakyat. Karena itu pula mereka menganggap bangsa ini sudah merdeka. Disis lain, tidak bisa dipungkiri, memang kita lihat ratusan atau bahkan ribuan gedung yang menjulang, apartemen mewah, kondominium, rumah KPR, jembatan, jalan tol semuanya telah menjadi lambang keberhasil dari kemerdekaan. Tapi benarkah hal itu yang dikehendaki oleh rakyat. Atas dasar ini, bagi sebagian kecil yang bernafsu mengejar kekayaan, kepuasan dengan sifat hedonisme, bagi mereka Indonesia ini sudah merdeka. Merdeka dalam arti semu. Padahal kemerdekaan sesungguhnya adalah bila rakyat sudah bisa merasakan adil dan makmur. Adil dalam arti kata merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain tanpa membedakan ras, suku, agama atau budaya. Makmur dalam arti kita sudah bisa hidup dalam kesejahteraan secara materi dan non materi. Menginjak masa kemerdekaan 64 tahun, apakah anak bangsa ini tahu dan mengerti arti sebuah kemerdekaan? Cici Mulya Sari, seorang SPG (Sales Promotion Girl) alat-alat video game ketika di tanya HUT RI ke berapa tahun ini. Sambil menggaruk-garuk kepalanya seraya berpikir, ia mengatakan kalau HUT kemerdekaan RI kali ini adalah yang ke 67. “HUT kemerdekaan kali ini yang ke 69,” katanya. Sesaat setelah itu sambil kembali berpikir dan mengetahui jawabannya salah Cici menghitung-hitung angka yang lebih tepat. “Maaf, salah. Bukan 69 tapi 67 tahun,” ujarnya lagi. Ridho Wahyu Nugroho, pelajar kelas I Madrasah juga menjawab salah. Ia mengatakan kalau HUT RI kali ini menginjak usia 63 tahun. “Ini HUT RI yang ke-63 tahun kan bang,” ujarnya. Tak lama berselang, Ridho meralat kembali ucapannya sambil mengurangkan tahun 2009 dengan 1945. “Kalau 2009 di kurang 1945 adalah 64, jadi HUT RI yang ke-64,” katanya meralat sambil tersenyum. Jawaban yang benar diutarakan ibu Zariani, seorang guru SD. Indonesia telah memasuki usia 64 tahun dalam kemerdekaannya. “Tahun ini, bangsa ini telah berusia 64 tahun,” ujarnya. Yah, inilah sekelumit realita dan fakta bahwa tidak semua anak bangsa ini tahu dan peduli sudah berapa tahun bangsa ini menyatakan diri merdeka dari penjajah. Kemudian ketika ditanya arti kemerdekaan, mereka memiliki jawaban berbeda. Bagi Cici Mulya Sari kemerdekaan itu adalah sebuah kebebasan, tapan ada tekanan dan intervensi dari siapapun, bebas mengekspresikan segalanya. “Kemerdekaan itu adalah sebuah kebebasan. bebas melakukan apa saja. Namun kebebasan itu harus tetap dalam koridor hukum, norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat,” terangnya. Cici juga menilai, bangsa ini belum merdeka. Karena dalam pemahamannya, kemerdekaan adalah alat untuk bisa mengangkat harkat, martabat serta derajat rakyat dari keterpurukan, kebodohan, kemiskinan dan lapangan pekerjaan. “Secara negara, kita sudah merdeka. Pada konteks kemanusiaan, kita belum merdeka sama sekali. Masih banyak kesenjangan yang terjadi, rakyat masih miskin, bodoh, dan banyak pengangguran. Kondisi itu diperparah adanya korupsi dan teroris,”tandasnya. Lain lagi komentar Ridho, pelajar yang baru menginjakkan kakinya di Madrasah Tsanawiyah (MTs) menilai, bahwa bangsa ini telah merdeka sepenuhnya. “Ya sudah merdeka lah bang bangsa kita ini. kalau masih perang, itu baru belum merdeka,” ujarnya polos. Ibu Zariani yang mengajarkan mata pelajaran Agama Islam ini, menurutnya bangsa ini telah merdeka sepenuhnya. “Kita sudah merdeka sepenuhnya, menang perang dengan Belanda itu adalah awalnya. Sekarang, dengan segala pembangunan dan kemajuan yang ada, segala sesuatunya menjadi mudah. Tidak seperti dulu, mau makan saja susah,” ujarnya membandingkan. Sementara itu, bagi Syamsul Hilal, Politisi PDI-P Sumatera Utara sejauh ini bangsa kita belum merasakan kemerdekaan sesungguhnya. Masih banyak coreng-moreng tinta hitam dalam perjalanan bangsa dari dulu sampai sekarang. Generasi-generasi muda semakin tidak peduli, acuh tak acuh dan melemparkan identitas bangsa begitu saja. “Ini adalah realitas yang terjadi di masyarakat. Kondisi ini dilatar belakangi beberapa faktor. Di antaranya karena pemimpin-pemimpin bangsa tidak sungguh-sungguh dan kontiniu menanamkan paham kebangsaan di kalangan generasi muda. imbasnya rasa nasionalisme terdistorsi. Artinya, rasa kebangsaan dan kebanggaan rakyat terhadap bangsa nya semakin merosot,” terangnya. Bagi Syamsul Hilal merdeka, satu makna dengan seribu arti. Kita bangga mengatakan Indonesia telah merdeka 64 tahun. Namun prakteknya, kata kemerdekaan itu kini kurang berkesan dan bahkan cenderung dilupakan dan diabaikan. Karena itu memahami kemerdekaan tidak cukup hanya menyelenggarakan upacara bendera, memasang bendera dan aksesoris pendukung, mengadakan acara malam tirakatan sampai pagi. Atau menggelar perlombaan yang terkesan "hura-hura" karena tidak memberikan ‘makna’ akan arti sebuah kemerdekaan. Yang menjadi pertanyaan bagi ratusan juta anak negeri ini adalah benarkah bangsa ini sudah kemerdekaan seutuhnya? Kalau jawabnya ya…kenapa bangsa ini masih memiliki utang luar negeri, jutaan rakyatnya miskin, kebijakannya disetir bangsa asing, rakyat menjadi kuli di negeri sendiri. Lalu bangsa ini selalu masuk nominator negeri terkorup, negara yang masuk dalam daftar terkenal dengan "pornografinya", dan angka kriminalitasnya tinggi. Kalau kita kaji dan renungkan lebih dalam, kemerdekaan mempunyai beberapa arti tersendiri, baik secara fisik-material maupun mental-spiritual. Pertama, terbebas dari penjajahan bangsa lain atau bangsa asing. Bangsa dan negara Indonesia yang kita cintai ini bisa terlepas dari kekuasaan penjajahan dengan pengorbanan yang sangat besar. Darah, jiwa dan raga serta harta benda yang tak terhingga telah menyatu pada bumi Indonesia, menjadi saksi berdirinya Republik Indonesia. Kedua, bebas dari rasa takut dan khawatir. Orang dikatakan merdeka apabila tidak dikungkung atau diliputi perasaan takut, cemas, dan khawatir yang berkepanjangan. Jika sudah terbebas dari rasa takut akan timbul keberanian, kreativitas, dan ide-ide baru. Ketiga, bebas mengemukakan pendapat, baik lisan maupun tulisan. Kebebasan mengeluarkan pendapat merupakan hak setiap orang. Tentu saja dalam mengemukakan pendapat harus dilandasi rasa tanggung jawab, menghormati pendapat orang lain dan tidak asal mengeluarkan pendapat. Dalam mengeluarkan atau mengemukakan pendapat harus dibarengi kejujuran dan kebenaran. Jangan sampai mengemukakan pendapat berisi kebohongan dan fitnah. Keempat, bebas menentukan nasib sendiri. Orang dikatakan merdeka seandainya bebas untuk memilih dan menentukan jalan hidupnya sendiri. Karena pada dasarnya, masa depan kita ditentukan oleh diri kita sendiri. Tidak dibayangi, dikendalikan dan mendapat tekanan dari orang lain. Kemerdekaan yang telah diraih bukan berarti perjuangan berakhir, tetapi justru perjuangan harus lebih keras lagi dalam rangka mengisi kemerdekaan, sehingga cita-cita bangsa dapat tercapai. Mengisi kemerdekaan perlu didukung oleh berbagai komponen atau unsur bangsa, seperti ulama dan cendekiawan. Pemerintahan akan berjalan dengan baik bila umara atau pemimpin bersikap adil. Siapa pemimpin bangsa ini hendaknya bersikap adil, bisa mendengar, merasakan, memahami, dan melakukan yang terbaik bagi rakyat Indonesia. Kita memang sudah merdeka, tapi masih ada catatan yang perlu mendapat perhatian dari seluruh komponen bangsa.

Segera Berlakukan Perwal Penertiban Hewan Berkaki Empat

Penundaan pelaksanaan peraturan walikota terkait penertiban hewan berkaki empat, dikawasan Medan Denai dan Amplas, Ketua DPC PPP Kota Medan yang juga anggota DPRD Medan Ir H Ahmad Parlidungan menegaskan bahwa peraturan walikota jangan ditunda-tunda. Harusnya, Pemko Medan tidak melakukan penundaan pelaksanaan penertiban hewan ternak berkaki empat tersebut, karena memang keberdaannya sudah sangat meresahkan. “Kita meminta Pemko Medan segera mengesahkan dan merealisasikan peraturan walikota tesebut,” tegasnya. Disebutkan Parlindungan, peraturan walikota itu penting diberlakukan, karena akan menjadi payiug hukum dalam upaya penertiban hewan ternak berkaki empat. Perlu dipahami, bahwa selama ini masyarakat sudah jenuh dan tersiksa atas kehadiran kandang hewan ternak berkaki empat tersebut. “Pj Walikota Medan kita minta tidak terlalu banyak pertimbangan dalam menertibkan hewan ternak berkaki empat. Apalagi sebentar lagi umat Islam akan melaksanakan ibadah puasa. Jangan sampai bau tidak sedap yang dating dari kandang hewan ternak berkaki empat tersebut mengganggu ibadah umat islam,”ucapnya Menyikapi upaya persuasif yang dilakukan Pj Walikota Medan Drs H Rahudman Harahap MM dengan mendatangi lokasi hewan ternak berkaki empat di kawasan Medan Denai, baru baru ini. Parlindungan mengaku salut. Sikap itu menurut Parlidnungan harus didukung DPRD Kota Medan dan seluruh masyarakat. "Kita dari Fraksi PPP DPRD Kota Medan mendukung penuh upaya dan langkah-langkah yang dilakukan Pj Walikota Medan terkait penertiban hewan ternak berkaki empat,"kata Parlidnungan. Parlindungan juga meminta semua pihak tidak hanya pandai mengeluarkan statement yang berujung pada polemik. Sebab sesungguhnya tugas dan kewajiban penertiban itu bukan semata-mata tugas pemerintah, tapi juga DPRD dan masyarakat. Untuk itu, Parlindungan mengaku lebih sepakat, pemerintah kota Medan dan DPRD Kota Medan duduk bersama dan turun bersama menyelesaikan persoalan tersebut. "Sudah tidak waktunya lagi, kita saling menyalahkan dan melempar tanggungjawab,"imbuhnya. Persoalan hewan ternak berkaki empat ramai kembali dibicarakan publik ketika pemerintah Kota Medan hingga kemarin masih menunda peraturan Walikota Medan terkait rencana penertiban hewan ternak kaki empat, di kawasan Medan Denai dan Medan Amplas dan Medan Tembung. Selama ini masyarakat di Kecamatan itu mengeluhkan aroma bau tidak sedap yang keluar dari kandang hewan ternak kaki tersebut. Keluhan sudah pernah disampaikan masyarakat kepada Walikota Medan dan Pj Walikota Medan sebelumnya. Namun belum dapat direalisasikan. Tertundanya penertiban tersebut dikarenakan penundaan Peraturan Walikota yang baru. Mengingat Peraturan Walikota lama No 8 Tahun 2009 tidak memiliki kekuatan hukum sebagaimana diatur dalam Perda Kota Medan tentang hewan ternak kaki empat. Hal tersebut ditegaskan Pj Walikota Medan Drs Rahudman Harahap MM ketika dikonfirmasi wartawan pekan lalu, di Balaikota Medan, perihal penundaan penertiban hewan ternak kaki empat di dua kawasan tersebut. Penertiban itu seyogyanya dilaksanakan sebelum Bulan Suci Ramadhan bulan Agustus ini. “Kita perintahkan kepala bagian (Kabag) Hukum Pemko Medan, Lufti SH untuk segera menghadap Menteri Dalam Negeri, Mardiyanto. Jangan sampai kita bertindak salah, makanya kita meminta petunjuk teknis pelaksanaan dari pusat,” sebut Rahudman. Dikatakan Rahudman, pelaksanaan penertiban hewan ternak kaki empat tersebut merupakan komitmen bersama, namun teknis pelaksanaannya harus sesuai dan mengikuti prosedur yang berlaku. Sehingga ada kekuatan hukum yang jelas harus dipatuhi bersama. Rahudman berharap ke depannya, seluruh unsur Muspida Kota Medan dilibatkan, termasuk Camat dan Lurah, untuk dapat melakukan pendekatan secara persuasif dan memberikan pengarahan serta pengertian kepada masyarakat. Terutama kepada pemilik hewan ternak kaki empat untuk segera memindahkan hewan peliharaannya dari lokasi yang berpenduduk mayoritas Muslim.

Selasa, 18 Agustus 2009

KPU Tak Profesional ; Pemilu 2009 ‘Kelinci’ Percobaan

Koordinator Tim Hukum dan Advokasi Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto, T Gayus Lumbuun, kecewa dengan putusan MK. Dalam pertimbangan hukum MK tergambar proses Pemilu Presiden-Wakil Presiden 2009 tidak profesional dan berbagai pelanggaran yang dilakukan KPU, walau disebutkan tak bersifat terstruktur, sistematis. Namun, hal itu baru diperbaiki pada pemilu yang akan datang. ”Jadi, Pemilu 2009 sebagai kelinci percobaan,” ujar Gayus. Soal keberadaan jaksa pengacara negara yang menjadi kuasa hukum KPU dan bantuan asing bisa diterima MK, tetapi pada masa mendatang perlu dipertimbangkan untuk menjaga independensi dan netralitas KPU. ”Dalam doktrin hukum, tujuan hukum itu mencakup tiga hal, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan hukum, dan keadilan. Namun, apabila terjadi disharmoni di antara ketiganya, aspek keadilan harus dikedepankan,” kata Gayus. Akibat tidak profesionalnya, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebaiknya sukarela mengundurkan diri menyusul putusan Mahkamah Konstitusi yang menilai penyelenggara pemilu itu kurang profesional. Langkah itu jauh lebih terhormat dan akan diapresiasi secara positif oleh publik. ”Sulit bagi kita memercayakan berbagai proses ke depan di tengah krisis kepercayaan publik yang melanda KPU. Tahun depan ada setidaknya 200 pemilihan kepala daerah,” kata ahli hukum tata negara Universitas Andalas, Padang, Saldi Isra, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, belum lama ini. Pendapat senada diungkapkan ahli hukum pemilu dari Universitas Indonesia, Topo Santoso, dan anggota Fraksi Partai Golkar DPR, Agun Gunandjar Sudarsa. Namun, mereka berbeda pendapat soal mekanisme pemberhentian anggota KPU saat ini. Topo dan Agun mengusulkan hal itu dilaksanakan melalui revisi Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. UU itu harus mengatur kemungkinan pemberhentian anggota KPU di tengah masa jabatannya. Agun menegaskan setuju untuk memberhentikan anggota KPU dan memilih penggantinya. Ia akan menggunakan hak konstitusional sebagai anggota DPR periode 2009-2014 untuk mengusulkan perubahan UU itu. ”Agar penyelenggaraan pemilu lima tahun ke depan betul-betul menyenangkan semua pihak, dalam konteks asas pemilu langsung umum bebas rahasia, jujur, dan adil terselenggara dengan baik. Saya yakin publik akan mendukung saya,” ujar Agun. Gagasan merevisi UU Penyelenggara Pemilu juga disampaikan Topo, mengantisipasi kalau anggota KPU saat ini tak bersedia mundur sukarela. Apalagi sudah menjadi kebiasaan KPU untuk mempersalahkan pihak lain, seperti menyalahkan UU, putusan pengadilan, atau keadaan. Sebenarnya, kata Topo, ada jalur lain yang bisa ditempuh, yaitu memfungsikan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pasca putusan MK, Bawaslu harus menginventarisasi pelanggaran yang dilakukan penyelenggara pemilu dan menilai pelanggaran yang terjadi itu tergolong serius atau tidak. Apabila ada temuan, Bawaslu dapat meminta pertanggungjawaban mereka dan merekomendasikan pembentukan Dewan Kehormatan KPU. ”Namun, bisa dipastikan hal ini ditolak KPU, apalagi penilaian tidak profesional pasti menyangkut sebagian besar anggota KPU,” ujarnya. Topo menyarankan jalan perubahan UU Penyelenggara Pemilu terkait mekanisme pemberhentian anggota KPU. Anggota DPR, Patrialis Akbar, meminta DPR mengevaluasi penyebab ketidakprofesionalan KPU. Kesalahan itu tak bisa ditimpakan semata-mata ke KPU karena KPU tak bekerja sendiri. Secara terpisah, mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie mengatakan, KPU menghadapi dua persoalan besar. Pertama, terlambatnya UU Pemilu yang mengakibatkan perekrutan anggota KPU se-Indonesia juga terlambat. Kedua, ketentuan UU Pemilu saat ini jauh lebih rumit. Jimly menyarankan agar DPR langsung mengagendakan pembahasan sistem pemilu jauh-jauh hari sebelum pemilu. Paling lambat, UU pemilu harus selesai pada tahun kedua sesudah pelantikan anggota DPR baru. dibagian lain peneliti Centre for Electoral Reform (Cetro), Refly Harun, dan anggota KPU, Endang Sulastri, menilai, tak profesional dan tidak kompetennya penyelenggara pemilu sangat ditentukan DPR sebagai pembuat UU. UU Pemilu yang tidak jelas, sering diujimaterikan di MK, dan pengesahannya yang terlambat membuat kerja KPU tak optimal. Menurut Endang, pengesahan sejumlah UU sebagai acuan penyelenggaraan pemilu sangat terlambat. Keterlambatan yang paling berpengaruh adalah UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. UU ini baru disahkan pada 31 Maret 2008 atau lima hari sebelum tahapan pemilu legislatif dimulai pada 5 April 2008. Selama pelaksanaan tahapan pemilu, materi UU juga diujimaterikan di MK. Refly mencatat UU ini sembilan kali diujimaterikan di MK. Refly mengusulkan ke depan sebaiknya pemilu dipisah antara pemilu nasional dan pemilu lokal. Pemilu nasional adalah pemilu anggota DPR dan DPD serta pemilu presiden dan wakil presiden. Pemilu lokal adalah pemilu anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota serta pemilu gubernur dan bupati/wali kota. Ketua KPU Cuek Penilaian tak profesional yang dilontarkan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) ditanggapi masa bodoh oleh Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary. Menurut Hafiz, terserah orang lain mau menilai apa, yang penting KPU merasa telah bekerja maksimal menyukseskan pemilu. "Terserah yang mau menilai apa saja. Yang jelas kita telah menyelesaiakan tugas sampai pada puncaknya. Bahwa orang menilai seperti apa itu terserah orang lain, apalagi ini ranah politik," kata Hafiz di Kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Jumat (14/8). Dalam politik, lanjut Hafiz, penilaian orang tergantung pada kepentingannya. Kepentingan berbeda membuat penilaian jadi berbeda. Selain itu, faktor pengetahuan, pengalaman, dan latar belakang dari si penilai juga mempengaruhi penilaian. "Kalau sudah bicara politik tergantung kepentingan yang bersangkutan. Siapapun yang menilai tergantung biasanya pada kepntingan yang bersangkutan, latar belakang yang bersangkutan, pengalaman yang bersangkutan, dan juga pengetahuan yang bersangkutan. Sejauh mana dia tahu pelaksanaan pemilu secara detail, itu juga mempengaruhi penilaian. Dan itu silahkan saja," papar Hafiz panjang lebar. Karena itu, bagi Hafiz kerja KPU sudah cukup dengan telah melaksanakan kewajiban menyelenggarakan pemilu sampai pilpres dengan berdasarkan pada peraturan yang ada. Soal apa pendapat orang lain, dia tidak ambil pusing. Hafiz menambahkan, dalam hal ini dirinya tidak menyalahkan siapapun. "Kita tidak menyalahkan siapa-siapa. Yang penting kita laksanakan sesuai kemampuan kita. Apa yang diamanahkan UU kita laksanakan," tandasnya. Ucapan Hafiz ini agak berbeda dengan ucapan anggota KPU Endang Sulastri. Sebelumnya Endang menyebut ada faktor eksternal yang menghambat kinerja KPU, yaitu kelemahan yang ada dalam berbagai UU yang mengatur pemilu. Endang juga menyebut, jika KPU dianggap tak professional, maka pembuat UU juga jangan-jangan tidak profesional. terkait tudingan anggota KPU yang menyatakan bahwa pembuat UU pemilu tidak profesional ditanggapi Andi Yuliani Paris. menurut Andi Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak berhak menilai apakah UU yang mengatur tentang pemilu dibuat secara profesional atau tidak. Tidak jelas apa parameter profesionalisme yang dimaui KPU. "KPU tidak berhak menilai UU dirancang profesional atau tidak. Kalau KPU mengatakan tidak profesional ukurannya apa? Apa karena banyak diuji materi oleh MK?" kata Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Legislatif dan RUU Pilpres Andi Yuliani Paris di Gedung DPR, Senayan, Jakarta. Menurut Andi, dalam perjalanannya UU tidak bisa dilepaskan dari dinamika politik. Saat UU dibuat, kondisi politik tidak sama seperti sekarang sehingga wajar jika dalam perkembangannya ada yang menghendaki perubahan. Selain itu KPU juga perlu ingat bahwa UU itu bukan dibuat oleh DPR saja. Sebab draft RUU-nya diusulkan oleh pemerintah. Kelemahan dalam UU itu tidak bisa lepas dari peran pemerintah yang terlambat mengajukan ke DPR. "Pemerintah mengajukan draftnya ke DPR 1,5 tahun sebelum pemilu digelar. Kalau ingin cepat seharusnya pemerintah cepat ajukan dratnya," kata Andi. Kemarin anggota KPU Endang Sulastri mengatakan pembuat UU yang mengatur pemilu tidak profesional sehingga menyulitkan KPU. Inilah salah satu faktor yang menyumbang pada banyaknya persoalan dalam pemilu. Ada beberapa UU yang mengatur pemilu, yakni UU No 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu, UU No 2/2008 tentang Partai Politik, UU No 10/2008 tentang Pemilu Legislatif, dan UU No 42/2008 tentang Pilpres. Sistem electronic voting Meski kinerjanya tidak memuaskan, karena banyaknya masalah yang terkait logistik dalam Pemilu 2009 lalu, KPU mengajukan sistem baru pemilu 2014 mendatang. Yakni sistem pemberian suara dengan menggunakan sistem elektronik (electronic voting) pun diwacanakan KPU untuk Pemilu 2014. "Saya sudah bicara dengan para ahli di BPPT. Kayaknya kalau sistem pemungutan suara besok diubah dengan sistem elektronik (electronic voting), lebih efektif dan efisien. Ini baru usulan dan wacana," kata ketua KPU Abdul Hafiz Anshary di Jakarta. Menurut Hafiz, dengan sistem elektronik, hasil pemilu juga akan bisa langsung diketahui setelah pemungutan suara selesai. Hal ini akan menjadikan proses kerja pemilu semakin singkat dan efektif. "Kalau pakai sistem itu, hasil pemilu akan bisa diketahui setelah pemungutan selesai. Ini kan cepat," paparnya. Hanya saja, lanjut dia, seluruh perangkat teknis dan pengamanannya harus benar-benar dipersiapakan dengan baik. Hal ini untuk menghindari agar pemilu dengan sistem elektronik yang diwacanakan itu benar-benar berjalan jurdil tanpa kecurangan. "Memang, kendalanya di teknis dan pengamanan. Tapi itu urusan ahli IT nanti kalau wacana ini diterapkan," paparnya. Saat ditanya biaya yang bisa dihemat dari sistem elektronik ini, Hafiz menyatakan besar sekali. Karena biaya pencetakan kertas suara dan distribusinya menjadi terpangkas. "Setelah saya berbicara dengan BPPT, alatnya tidak terlalu mahal. Cukup nanti menggunakan sidik jari. Dengan sidik jari ini tidak mungkin dobel nanti kan. Sistem ini juga menghemat dana besar dari kertas suara dan distribusi yang nggak perlu lagi kalau pakai electronic voting itu," pungkasnya

M Ramadhan : PINBUK PERWAKILAN SUMUT BERTEKAD BANGUN PARADIGMA BARU

Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) Indonesia Perwakilan Sumatera Utara bertekad membangun paradigma baru dan menjadikan lembaga itu dipercaya masyarakat sekaligus mampu mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat kecil. "Tekad kita menciptakan paradigma baru bagi PINBUK menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera. Tentunya kita harus mampu berperan aktif dan bekerja sama degan pemerintah dalam mewujudkan dan meningkatkan perekonomian umat," ujarnya Direktur PINBUK Indonesia Perwakilan Sumut, M Ramadhan, di Medan, Senin. M Ramadhan baru saja terpilih secara aklamasi sebagai Direktur PINBUK Indonesia Perwakilan Sumut periode 2009-2013 pada musyawarah kerja yang dilangsungkan di Kisaran, Kabupaten Asahan, 12-13 Agustus lalu. Didampingi Direktur PINBUK Indonesia Kota Medan, H Daud Sagita Putra, ia mengaku telah menyiapkan sejumlah terobosan penting, diantaranya menciptakan organisasi yang terpercaya serta merekonsiliasi potensi pengurus dan pemangku kepentingan demi membangun paradigma baru yang dimaksud. Menurut dia, yang penting dilakukan adalah pencitraan yang baik melalui perbaikan manajerial organisasi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menerapkan tertib administrasi dan transparansi pengelolaan organisasi. "Hal penting lain yang juga harus dilakukan adalah menciptakan harmonisasi antara lembaga PINBUK dengan instansi pemerintah, lembaga keuangan dan lembaga-lembaga sosial yang ada," katanya. Untuk menciptakan PINBUK yang handal dan profesional, ia juga bertekad meningkatkan intensitas pembinaan dan pendidikan dengan membangunan lembaga pembinaan dan pelatihan di PINBUK Indonesia Perwakilan Sumut. "Kita juga akan membuat buku panduan serta manual pendidikan dan pelatihan PINBUK dan BMT (Baitul Maal wal Tamwil/koperasi syariah, red) se Sumut," ujarnya. Ia menyebutkan, sebagai lembaga yang bergerak di bidang keuangan dan bisnis kecil, PINBUK harus mampu menerapkan sistem keuangan dengan prinsip keterbukaan dan akuntabel. Lembaga yang didirikan Bank Muamalat bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) pada 1995 itu juga harus mampu memberikan keadilan dan keseimbangan dalam pengembangan BMT. "Kita juga akan mendirikan 'bengkel BMT' sebagai wadah konseling bagi BMT-BMT yang membutuhkan. Bagi pengembangan sekaligus untuk melahirkan BMT-BMT baru kita juga akan memanfaatkan serta mendayagunakan basis sektor ril berdasarkan potensi daerah," jelasnya. Sementara itu, Direktur PINBUK Kota Medan, H Daud Sagita Putra, menyebut perlunya PINBUK memulihkan citranya, baik di Sumut maupun di tingkat nasional. "Tanpa mengurangi masalah yang sudah ada, kita memang harus punya tekad kuat untuk mendongkrak citra di tengah-tengah masyarakat, karena tanpa kepercayaan masyarakat PINBUK tidak mungkin bisa berbuat banyak bagi peningkatan perekonomian khususnya usaha kecil," ujarnya. Selain itu, menurut dia, PINBUK juga harus jeli dalam mencari dukungan sekaligus membangunan jaringan dengan berbagai lembaga keuangan, dunia usaha serta dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Pada kesempatan itu ia juga mengingatkan pentingnya revitalisasi terhadap kepengurusan di Sumut dan juga di beberapa kabupaten/kota yang selama ini cenderung kurang berperan aktif sesuai visi dan misi keberadaan PINBUK. "PINBUK juga harus bisa meyakinkan pemerintah dan melakukan 'MoU' dengan berbagai pihak khususnya dengan mitra pengusaha, agar kita benar-benar mampu membangun dan mengembangkan BMT demi percepatan peningkatan perekonomian daerah," katanya.

Selasa, 11 Agustus 2009

MK 'Mentahkan' MA

Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mementahkan putusan Mahkamah Agung (MA) soal penetapan kursi parlemen. Dalam sidangnya, MK memutuskan bahwa Pasal 205 ayat (4) UU No 10 Tahun 2008 adalah konstitusional bersyarat (conditionally constitutional). "Artinya, konstitusional sepanjang dimaknai bahwa penghitungan tahap kedua untuk penetapan perolehan kursi DPR bagi parpol peserta Pemilu dilakukan dengan cara menentukan kesetaraan 50 % suara sah dari angka BPP, yaitu 50% dari angka BPP di setiap daerah pemilihan Anggota DPR," ujar Ketua MK Mahfud MD saat membacakan amar putusannya di Gedung MK. Cara kedua, sambungnya, membagikan sisa kursi pada setiap daerah pemilihan Anggota DPR kepada Partai Politik peserta Pemilu Anggota DPR. Dengan ketentuan, apabila suara sah atau sisa suara partai politik peserta Pemilu Anggota DPR mencapai sekurang-kurangnya 50 % dari angka BPP, maka Partai Politik tersebut memperoleh 1 (satu) kursi. "Apabila suara sah atau sisa suara partai politik peserta Pemilu Anggota DPR tidak mencapai sekurang-kurangnya 50 % dari angka BPP dan masih terdapat sisa kursi, maka suara sah partai politik yang bersangkutan dikategorikan sebagai sisa suara yang diperhitungkan dalam penghitungan kursi tahap ketiga dan sisa suara partai politik yang bersangkutan diperhitungkan dalam penghitungan kursi tahap ketiga," paparnya. Dengan dikabulkannya permohonan PKS, Hanura dan PPP ini, maka putusan MA yang membatalkan beberapa pasal dalam peraturan KPU No 15/2009 menjadi mentah. Namun, Mahfud menegaskan gugatan yang didaftarkan itu bukan untuk membatalkan putusan MA Dengan begitu, putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan penghitungan tahap kedua oleh KPU menjadi tidak berlaku setelah adanya putusan MK tersebut. "Putusan MA menjadi tidak berlaku dengan sendirinya," ujar Ketua MK Mahfud MD. Putusan yang memberikan tafsir konstitusional ditetapkan oleh MK, karena dalam kenyataanya pasal-pasal tersebut menimbulkan multitafsir sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan dalam pembagian kursi hasil pemilu. "Ketidakadilan itu bertentangan dengan UUD 1945 sehingga harus diluruskan dengan tafsir konstitusional," kata Mahfud. Menurut Mahfud, setelah adanya putusan MK tidak perlu diperdebatkan istilah retroaktif (berlaku surut) atau prospektif (berlaku ke depan). Vonis MK ini harus dilaksanakan bagi hasil pemilu legislatif tanpa harus dipolemikkan dengan prospektif dan retroaktif. "Karena tidak ada relevansinya dengan kasus ini," tandasnya. Di tempat terpisah Sekjen DPP Partai Persatuan Pembangunan Irgan Chairil Mahfiz mengatakan lahirnya Putusan MK yang mengabulkan sebagian uji materi UU Pemilu melegakan. Tak ada lagi karut marut dalam penetapan kursi caleg terpilih di DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. "Dengan adanya putusan ini maka peluang gugat menggugat mengenai alokasi kursi dan caleg terpilih tidak ada lagi dan ternafikkan," tutur Irgan. Irgan menekankan bahwa putusan MK ini bersifat final dan mengikat. Oleh sebab itu, dia meminta semua pihak dapat menerima dan menghormati putusan MK tersebut. KPU juga diminta segera melaksanakan keputusan MK itu dengan baik sebagaimana sebelum adanya putusan MA yang kontroversial. "Akhirnya carut marut penetapan kursi dan caleg terpilih telah selesai. Bagi caleg terpilih dituntut untuk bekerja lebih serius, optimal serta penuh tanggung jawab," pungkas Irgan. "Putusan MK yang mengabulkan uji materi No 10/2008 Caleg PPP, PKS, Gerinda dan Hanura cukup melegakan dan memberi kepastian hukum, khususnya mengenai tata cara penghitungan kursi tahap kedua DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kab Kota," tutur Irgan. Sementara Ketua Tim Pasangan Mega-Prabowo, Gayus Lumbuun mengaku menghormati keputusan MK yang menerima sebagian pasal 205 ayat 4 UU No 10/ 2008. Menurut anggota komisi III DPR dari FPDIP ini,pertimbangan MK berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku. "Karena itu putusan berdasarkan pada keadilan konstitusional, karena itu memang kewenangan MK," ujarnya. Dibagian lain, atas putusan MK yang mementahkan putusan MA, KPU pun mengaku bersyukur atas putusan tersebut. "KPU tentu saja sangat bersyukur dan berterima kasih atas putusan MK, yang dalam amar putusan sebetulnya memperkuat KPU terhadap peraturan No 15/2009 yang telah kita terapkan dan kita gunakan," tutur anggota KPU Andi Nurpati. Dengan putusan MK tersebut, menurut dia, seluruh provinsi dan kabupaten/ kota, serta para caleg yang telah ditetapkan pada tahap kedua sudah dapat berjalan. KPU, ujar Andi akan segera melakukan pleno untuk membahas pelaksanaan putusan MK. "Nanti akan kita plenokan. Putusan ini dapat diberlakukan surut ya, karena dalam hal tertentu MK dapat melakukan diskresi terhadap UU MK sendiri," katanya. Dijelaskan dia, putusan MK tersebut sesungguhnya tidak merubah komposisi kursi yang sudah ditetapkan KPU sebelumnya. Mengenai perhitungan ulang, Andi belum dapat memastikannya. "Dengan adanya putusan MK ini yang isinya tentu saja berbeda dengan MA maksud saya. Sehingga di antara 2 lembaga hukum itu, tentu saja karena MK yang memiliki kewenangan menafsirkan atau menjudicial review UU maka tentu KPU akan menjadikan sebagai dasar pijakan putusan MK ini untuk penafsiran," beber Andi

MERDEKA…………..

Tujuh belas agustus tahun empat lima Itulah hati kemerdekaan kita Hari merdeka Nusa dan Bangsa Hari lahirnya bangsa Indonesia Merdeka Sekali merdeka tetap merdeka Selama hayat masih dikandung badan……….. Saat bait lagu itu dikumandangkan, darah dan semangat seluruh rakyat Indonesia bergemuruh dan bergolak. Bahkan tidak sedikit rakyat di negeri ini yang meneteskan air mata. Sebab lagu ini, menggambarkan betapa bangsa ini telah meraih kemerdekaan dengan keringat, harta dan darah dari penjajah. Seiring perjalanan waktu, kemerdekaan bangsa ini kemudian di isi dengan berbagai pembangunan. Kehidupan sebagai sebuah bangsa yang merdeka pun berjalan sebagaimana mestinya. Pertanyaan benarkan kita sudah merdeka? Apakah di usia kemerdekaan yang sudah mencapai 64 tahun, rakyat Indonesia sudah benar-benar merdeka? Kalau mengambil gambaran usia manusia, 64 tahun usia cukup tua, bahkan mungkin jatah hidupnya tinggal beberapa tahun. Jika dilihat dari usai tanaman, tentu di usia 64 tahun, batang pohon besar, rantingnya banyak, dengan daun yang rimbun dan akarnya dalam mencengkram bumi. Faktanya selama 64 tahun bangsa ini merdeka, rakyat masih dijajah segelintir orang yang mengatas namakan "rakyat". Rakyat negeri ini, masih bergelimang kemiskinan, penderitaan teramat menyakitkan. Berapa puluh ribu bayi-bayi di negeri ini mengalami busung lapar, berapa puluh ribu para pejuang yang dulu mandi darah demi kemerdekaan masih berlindung dalam gubuk-gubuk yang kumuh. Jutaan petani masih berteriak karena mahalnya harga pupuk dan akibat tekanan tengkulak atau rentenir. Para guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, masih nyambi jadi tukang ojeg, pedagang makanan, penarik becak, supir angkot dan kuli bangunan demi memenuhi kebutuhan hidup anak isterinya. Buruh pabrik atau kuli, mandi keringan dengan kulit semakin hitam legam terbakar matahari. Jeritan mereka semakin kuat karena menanggung beban hidup yang dari tahun ke tahun semakin berat. Kemelaratan, kesengsaraan, ancaman, doktrinasi, penipuan, live service atau jargon-jargon yang mengatas namakan rakyat, tapi kosong dalam kenyataan. Tidak bisa dipungkiri, memang kita lihat ratusan atau bahkan ribuan gedung yang menjulang, apartemen mewah, kondominium, rumah KPR, jembatan, jalan tol semuanya telah menjadi lambang keberhasil dari kemerdekaan. Tapi benarkah hal itu yang dikehendaki oleh rakyat. Kondisi berbeda bagi sebagian kecil yang bernafsu mengejar kekayaan, kepuasan dengan sifat hedonisme, bagi mereka Indonesia ini sudah merdeka. Merdeka dalam arti semu. Di depan mata anak bangsa yang kekurangan makanan, putus sekolah, pengangguran, busung lapar, kemelaratan dan kemiskinan. Toh, wakil rakyat dan pejabat pemerintahan misalnya tidak malu menutup mata dan telinga serta hati nuraninya. Tanpa malu wakil rakyat dan pejabat pemerintah berkoar-koar di media saat hendak berkunjung ke luar negeri. Pemerintah sibuk menghambur-hamburkan uang negara, wakil rakyat sibuk berpolitik, para pengusaha sibuk mencari untung, para hakim sibuk berdagang vonis, polisi pun sibuk mengejar teroris. Ironisnya mereka sering mengatakan itu semua atas nama rakyat, demi rakyat dan untuk rakyat. Karena itu pula mereka menganggap bangsa ini sudah merdeka. Di sisi lain, bagi rakyat kemerdekaan hanya dirasakan dalam bentuk iring-iringan karnaval, panjat pinang, tarik tambang dan berbagai perlombaan untuk melupak sejenak beban kehidupan. Minimal rakyat negeri ini bisa tersenyum bersama satu tahun sekali ketika mereka memperingati ulang tahun negerinya kemerdekaan negerinya. Padahal kemerdekaan sesungguhnya adalah bila rakyat sudah bisa merasakan adil dan makmur. Adil dalam arti kata merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain tanpa membedakan ras, suku, agama atau budaya. Makmur dalam arti kita sudah bisa hidup dalam kesejahteraan secara materi dan non materi. Adil dan makmur dalam arti kita bisa sejahtera secara moral dan bisa memandang diri dan orang lain sama seperti kita memandang diri kita sendiri! Merdeka memiliki mdefenisi bebas dan lepas dari segala macam bentuk penjajahan. Bebas beraktivitas apa saja, dapat menyampaikan apa saja dan bebas menentukan pilihan dan kebebasan lainnya. Seperti wartawan bebas menyampaikan pendapat pada pimpinan redaksinya, PNS bebas dari tekanan pimpinan, buruh bebas berbicara dengan pengusaha dan pembantu bebas berpendapat terhadap majikannya Arti kemerdekaan………. Bagi anak SMA yang malas adalah …bila guru matematika tidak masuk Bagi mahasiswa adalah…bila boleh pakai sandal dalam kelas Bagi pedagang asong dan kaki lima adalah…bila tak dikejar petugas Tramtib Bagi karyawan telat-an adalah….bila HRD lupa men-cek chekclock hari ini Bagi revidivis adalah…bila bisa dagang sabu-sabu di balik terali Bagi koruptor adalah…bila masyarakat tak perduli pada tingkah lakunya.

Menuju Medan -1, Sekretaris PW AMK Sumut Irsal Fikri ; Walikota Ke Depan Harus Tahu Masalah Medan

Berbagai pandangan dan pendapat terkait sosok yang akan memimpin Kota Medan ke depan terus menjadi perbincangan masyarakat. Sebagian mengatakan Walikota Medan ke depan harus berkarater kuat dan tegas, bisa mengakomodir kemajemukan warganya, juga memiliki visi misi dan program pembangunan yang tealistis, termasuk tidak di bawah bayang-bayang pihak ketiga. Tapi bagi Sekretaris PW Angkatan Muda Ka’bah (AMK) Sumatera Utara H Irsal Fikri, S.Sos, Walikota Medan ke depan haruslah orang yang tahu apa persoalan Medan. “Kita harapkan siapapun yang terpilih nantinya pada pilkada Walikota Medan, dia adalah orang yang mengetahui dengan jelas apa saja problem kota Medan,”ucapnya saat berbincang dengan KPK Pos belum lama ini di Medan. Menurut Irsal, bila sudah mengetahui persoalan Kota Medan tentu diharapkan punya solusi arternatif penyelesaiannya. Sehingga nanti, pembangunan tidak hanya sekedar wacana dan ide di atas kertas saja. Di era sekarang ini, warga Medan tidak lagi membutuhkan retorika dan janji politik. Tapi bukti dan kerja nyata dari pemerintah. “Bagi yang tidak mengetahui persoalan, sebaiknya gak usaha latah maju sebab kalau pun terpilih akan menjadi pekerjaan rumah (PR) baru,”ujar Irsal. Selain mengetahui apa persoalan kota Medan, sosok Walikota Medan ke depan kata Irsal harus orang yang tegas dan memiliki program yang tegas serta berpihak pada kepentingan warga. Masalah yang terus menjadi persoalan di Kota Medan adalah banjir, sampah dan tata ruang kota yang terkesan nyeleneh. Dikatakan Irsal tiga persoalan ini saling berkaitan. Artinya, tidak terurusnya sampah dengan baik ditambah tata ruang kota yang antah berantah, menjadi Medan sebagai kota banjir. Dalam hitungan menit saja hujan turun, dapat dipastikan Kota Medan akan penuh dengan air. Menyelesaikan persolan ini, maka sangat dibutuhkan sosok pimpinan yang tidak saja berani, tapi juga bijaksana dalam menyelesaikan persoalan tanpa meninggalkan kepentingan pihak manapun. “Kalau gambarannya, ya seperti figur Abdillah, pas memimpin Kota Medan,”ucapnya. Disebutkan Irsal, Abdillah mampu membangun dan memajukan Kota Medan karena memang sudah mengetahui apa masalah dan solusi yang harus dilakukan. Diakui atau tidak, terlepas dari kasus yang menimpanya, Abdillah dinilai telah berhasil membangun Kota Medan hingga seperti sekarang ini. Disinggung tentang munculnya calon dari kalangan muda atau kaum tua. Menurut Irsal, muda dan tua sama saja. Yang penting syarat mengetahui persoalan dan solusi membawa Medan lebih baik, itu mutlak harus dipenuhi. Sebab bagi Irsal, muda dan tua tidak ada jaminan akan mampu memperbaiki taraf hidup masyarakat, sepajang tidak memiliki komitmen kuat membangun masyarakat kota Medan. Justru itu pula, siapapun pemimpin kota Medan ke depan, masyarakat punya harapan besar. Harapan untuk mendapatkan pekerjaan, pelayanan yang prima dan keadilan pembangunan. “Saat ini pembangunan tertumpu di pusat kota, sementara wilayah lain terkesan ditinggalkan, seperti Medan Utara,”sebut Irsal. Irsal juga menyinggung soal kenyamanan hidup di Kota Medan. Di antaranya kemacetan lalu lintas, kegersangan kota dan infrastruktur yang minim atau tidak termanfaatkan dengan baik. Jalan misalnya, setiap tahun minim sekali pertambahannya. Sementara tingkat pertumbuhan kenderaan, baik roda 2 dan 4 sangat pesat. Ketipangan ini membuat jalanan di kota Medan macet, meskipun kemacetan kata sebagai orang indikasi dari sebuah kota besar. Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah minimnya hutan kota dan itu mengakibatkan suhu kota Medan terasa panas dan gerah. Akibatnya akses warga untuk mendapatkan ruang publik yang nyaman menjadi terkebiri. Padahal regulasi dari pemerintah sudah jelas, bahwa hutan kota harus ada minimal sepertiga dari luas wilayah yang ada. Inilah beberapa PR yang harus dilakukan dan diselesaikan Walikota Medan ke depan. Dari beberapa nama yang diprediksi akan maju berarung pada Pilkada 2010 mendatang, diharapkan persoalan-persoalan ini dapat tuntaskan. Apakah dia dating dari kalangan kaum muda atau kaum tua. “Sebagai kelompok kaum muda, saya yakin banyak figur muda yang mampu memimpin Kota Medan lebih baik. Siapa mereka, ya kita lihat saja nanti,”kata Irsal. Ketika ditanya, apakah salahsatunya Irsal fikri. Sambil tertawa Irsal mengatakan, belum saatnya….sebagai anak muda kita harus tau diri. “Tapi kalau sudah waktunya nanti dan mendapat dukungan dari masyarakat, Insya Allah saya akan maju,”ucapnya tersenyum

Selasa, 04 Agustus 2009

H Fadly Nurzal, S.Ag : Abaikan Saja Keputusan Mahkamah Agung

Keputusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Peraturan KPU Nomor 15 tahun 2009 terkait penghitungan kursi tahap kedua dinilai hanya membuat resah. Sebab itu disarankan agar KPU mengabaikan saja keputusan itu. Lagipula sudah pernah ada putusan MA yang diabaikan dan tidak jadi masalah. Usulan ini datang dari Ketua DPW Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Sumatera Utara (Sumut) Fadly Nurzal di Medan, kemarin. "Keputusan MA ini hanya punya dampak yang besar, yakni pergeseran jumlah kursi partai politik. Dampak ke dua kegelisahan masyarakat akan situasi sosial politik. Ini akan membuat masalah," ujar Fadly. Menurut Fadly, KPU harus melakukan tindakan proaktif. Keputusan MA tersebut jangan berlaku, tetapi untuk ke depan. Apalagi keputusan ini diambil justru di penghujung waktu ketika KPU sudah bersidang dan memutuskan tentang perolehan suara. Dikatakannya, masalah yang diputuskan MA ini bukan menyangkut perorangan, tetapi kasus politik yang berkaitan dengan banyak hal dan kestabilan politik. Lagipula, keputusan MA itu memberi waktu 90 hari bagi KPU untuk melaksanakan putusan tersebut. Artinya, sebelum 90 hari itu peraturan KPU dan SK tentang penetapan kursi dan caleg yang telah dibuat KPU tetap dianggap sah dan dengan demikian pelantikan anggota DPR tetap bisa berlangsung sebelum habis batas waktu tersebut. "Karena efeknya demikian besar, ya sudah tidak usah dijalankan. Menteri Dalam Negeri pernah juga mengabaikan keputusan MA dalam kasus Gubernur Lampung dan tidak ada masalah," tukas Fadly. Lebih jauh anggota DPRD Sumut ini menilai, masalah tersebut diputuskan berdasarkan penafsiran hakim. Namanya penafsiran, ujar Fadly, bisa berbeda-beda. "Katakanlah misalnya menafsirkan tentang jihad. Jika salah memahami, yang terjadi adalah tindakan mengebom yang mengorbankan nyawa orang lain dianggap sebagai jihad, sementara yang lain menyatakan tindakan tersebut bukanlah jihad. Jadi, multitafsir," ujarnya.